Jayapura, EKOIN.CO – Kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) melalui sayap militer mereka, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), secara resmi menyatakan kesiapan untuk melakukan perundingan damai dengan Pemerintah Indonesia. Seruan tersebut disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai upaya untuk mengakhiri konflik panjang yang terjadi di wilayah Papua.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Ajakan damai itu disampaikan oleh Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom melalui pesan singkat kepada Republika, Jumat (11/7/2025). Dalam pernyataannya, ia meminta Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membentuk tim perunding untuk menghentikan konflik bersenjata yang telah berlangsung selama puluhan tahun di Papua.
TPNPB ajukan syarat perundingan damai
Dalam keterangannya, Sebby menegaskan bahwa perundingan damai merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri pertumpahan darah di Bumi Cenderawasih. Ia menyebut bahwa dengan duduk bersama di meja perundingan, harapan akan kehidupan yang lebih aman dan damai bagi seluruh warga Papua dapat terwujud.
“TPNPB-OPM mengimbau kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Indonesia Gibran Rakabuming, dan semua pemerintahan di Indonesia, bahwa TPNPB-OPM bersedia melakukan perundingan dan mengakhiri peperangan di atas Tanah Papua,” kata Sebby.
Lebih lanjut, Sebby mengungkapkan bahwa konflik bersenjata antara TPNPB-OPM dan pasukan keamanan TNI-Polri telah menyebabkan krisis kemanusiaan di Papua. Ia menyoroti bahwa konflik yang berlarut-larut tersebut telah memicu eksodus besar-besaran warga sipil ke tempat yang lebih aman.
Menurut catatan internal TPNPB-OPM, setidaknya 97 ribu warga sipil telah menjadi pengungsi akibat konflik tersebut. Angka itu mencerminkan skala besar dari dampak konflik yang berkepanjangan di wilayah itu.
Dengan adanya tawaran perundingan ini, Sebby berharap masyarakat sipil yang terdampak dapat segera kembali ke rumah masing-masing. Ia juga menekankan pentingnya bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi tersebut.
“Tujuan perundingan tersebut ialah demi kemanusiaan sehingga lebih dari 97 ribu warga sipil yang selama ini menjadi korban konflik bersenjata di Tanah Papua bisa kembali dan mendapatkan bantuan,” ujar Sebby.
Sebby menyatakan bahwa hasil akhir yang diharapkan dari perundingan adalah terciptanya kesepakatan damai antara pihak Indonesia dan TPNPB-OPM. Ia berharap perang yang telah berlangsung selama 63 tahun tersebut dapat berakhir melalui jalur dialog.
Peran internasional sebagai mediator
Namun demikian, Sebby juga menegaskan bahwa ajakan perundingan tersebut bukan tanpa syarat. Ia mengatakan bahwa diperlukan pihak ketiga yang netral sebagai penengah untuk menjamin proses perundingan berjalan adil dan transparan.
Ia menyebut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai lembaga internasional yang paling tepat untuk menjadi mediator dalam proses negosiasi antara Pemerintah Indonesia dan TPNPB-OPM.
“Jika Presiden Prabowo bersedia untuk melakukan perundingan dengan kami (TPNPB-OPM) maka harus difasilitasi oleh PBB ataupun oleh lembaga-lembaga internasional yang diakui oleh dunia, atau pun sebuah negara yang netral,” tutur Sebby.
Pernyataan dari pihak TPNPB-OPM ini muncul di tengah meningkatnya tekanan dari masyarakat sipil dan kelompok pemerhati hak asasi manusia untuk segera mengakhiri konflik bersenjata di Papua. Dorongan tersebut muncul karena semakin banyaknya korban dari kalangan warga sipil.
Sebby mengindikasikan bahwa tanpa kehadiran pihak ketiga sebagai fasilitator, perundingan tidak akan berlangsung efektif. Ia berharap peran aktif komunitas internasional dapat mempercepat proses perdamaian yang telah lama dinanti.
Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Indonesia maupun dari pihak militer terkait tawaran perundingan tersebut. Tidak ada tanggapan dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan maupun dari Mabes TNI dan Mabes Polri.
Sejumlah pengamat menyebut bahwa sikap diam pemerintah mungkin disebabkan oleh pertimbangan strategis dan politis yang masih dipertimbangkan secara mendalam oleh Presiden Prabowo dan jajaran kabinetnya.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar di tengah publik mengenai langkah konkret yang akan diambil pemerintah dalam menyikapi tawaran damai dari kelompok bersenjata tersebut. Masyarakat sipil pun mulai mengarahkan perhatian pada pentingnya solusi damai di Papua.
Sementara itu, beberapa organisasi hak asasi manusia internasional disebut mulai mengikuti perkembangan terbaru dari Papua dan mendorong proses negosiasi damai dengan melibatkan berbagai pihak yang independen.
Isu konflik Papua dan usulan perundingan damai kini menjadi salah satu sorotan penting di tengah agenda pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dukungan terhadap proses damai dinilai penting guna menciptakan stabilitas nasional yang berkelanjutan.
Pihak TPNPB-OPM menyampaikan bahwa mereka terbuka atas inisiatif lebih lanjut dari pemerintah, termasuk jika Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membentuk tim khusus dalam menanggapi ajakan perundingan ini.
Pernyataan Sebby menjadi titik awal dari kemungkinan perubahan besar dalam pendekatan terhadap persoalan Papua, yang selama ini lebih banyak diselesaikan dengan pendekatan keamanan daripada diplomasi.
Banyak pihak menilai bahwa momen ini dapat menjadi peluang untuk memperbaiki situasi di Papua, jika pemerintah bersedia membuka jalur dialog yang difasilitasi secara netral dan akuntabel.
Langkah yang diambil oleh TPNPB-OPM dengan mengajak perundingan damai merupakan sinyal positif dalam mencari penyelesaian damai di Papua. Ini menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya mengakhiri konflik melalui dialog daripada kekerasan.
Keberadaan 97 ribu pengungsi akibat konflik menambah urgensi untuk segera melakukan langkah konkret, termasuk memulai proses perundingan dengan pendekatan kemanusiaan sebagai dasar.
Sikap pemerintah yang masih diam dinantikan oleh banyak pihak. Tanggapan resmi dari Presiden atau kementerian terkait akan menentukan arah baru dalam dinamika Papua ke depan.
Keterlibatan pihak ketiga seperti PBB menjadi poin penting yang ditegaskan OPM agar perundingan berlangsung adil. Hal ini patut menjadi pertimbangan utama bagi Indonesia dalam mengambil langkah lanjutan.
Momentum perundingan ini berpotensi menjadi titik balik sejarah jika ditindaklanjuti dengan kebijakan yang terbuka, inklusif, dan berpihak pada penyelesaian damai yang menyeluruh di Tanah Papua.(*)