JAKARTA, EKOIN.CO – Seorang wanita bernama Nuralita mengaku kaget ketika mendapati ATM miliknya tiba-tiba diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), setelah dirinya tanpa sengaja mentransfer uang ke rekening lamanya sendiri yang sudah lama tidak digunakan. Cerita tersebut ia bagikan melalui akun TikTok pribadinya, @MpokNuralita, dan langsung menyita perhatian publik.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam video yang diunggah, Nuralita menjelaskan kejadian itu terjadi ketika ia salah transfer dana dari rekening aktif ke rekening lamanya yang masih berstatus aktif, namun tidak pernah digunakan lagi. Setelah menyadari kesalahan, ia segera menghubungi layanan call center bank untuk menjelaskan kejadian lengkap, mulai dari nominal, waktu, hingga tanggal transaksi.
Setelah diarahkan ke kantor cabang bank, Nuralita melaporkan kejadian tersebut secara langsung disertai bukti-bukti transfer. Namun, respons dari petugas bank justru mengejutkan. Menurut keterangan petugas, rekening tersebut telah diblokir dari pusat, dan bukan oleh pihak bank.
“Si mbak-mbak itu bilang, maaf ibu ini sudah diblokir dari pusat. Terus gua bilang bukannya ini yang blokir mas-mas Call Center yang saya telepon?” kata Nuralita menirukan percakapan di bank.
Ketika ditanyakan lebih lanjut, petugas menyebut pemblokiran dilakukan oleh PPATK. Hal itu membuat Nuralita semakin panik, meski petugas bank memastikan bahwa kasus ini bukan karena dugaan korupsi atau tindak pidana lainnya.
PPATK Bisa Blokir Rekening Pasif
“Ibu tenang dulu yah, ini bukan kasus korupsi. Ini kalau misalnya udah emang gak dipakai rekeningnya dan gak ada transaksi meskipun ada uang mengendap itu bisa terblokir,” jelas petugas bank, menurut cerita Nuralita dalam videonya.
Namun permasalahan muncul karena dana yang salah transfer tersebut sedang sangat dibutuhkan Nuralita. Ia pun tidak bisa mencairkan uang tersebut tanpa persetujuan resmi dari PPATK. Menurutnya, ia diminta untuk mengisi formulir pembukaan blokir dan menunggu keputusan pusat.
“Itu pasti banget mbak tujuh hari?” tanya Nuralita, yang kemudian dijawab bahwa belum ada kepastian soal waktu proses pembukaan blokir tersebut.
“Belum pasti yah ibu, tunggu ACC dari pusat. Yang bisa saya bantu hanya membiarkan formulir pembukaan blokiran,” ujar petugas tersebut.
Masalah ini kemudian memicu kekhawatiran publik tentang kemungkinan adanya kebijakan baru soal pemblokiran rekening pasif. Isu ini semakin ramai setelah pengacara kondang Hotman Paris Hutapea turut angkat suara melalui unggahan video yang beredar pada Selasa, 29 Juli 2025.
Hotman: Pemblokiran Rekening Langgar Hak Asasi
Dalam video tersebut, Hotman menyebut kabar soal PPATK bisa membekukan rekening yang tidak aktif selama 3 hingga 12 bulan sebagai pelanggaran terhadap hak milik dan hak asasi warga negara.
“Katanya ada peraturan baru, apabila nyimpan uang di bank, tidak dipakai transaksi dalam 3 sampai 12 bulan, maka dibekukan oleh PPATK,” kata Hotman Paris.
Menurutnya, jika hal itu benar diterapkan, maka akan mempersulit masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah yang tidak selalu aktif menggunakan rekening mereka.
Ia juga mencontohkan seorang ibu rumah tangga di desa yang membuka rekening atas bantuan anaknya, namun jarang menggunakannya. Dalam kasus tersebut, Hotman menilai pemblokiran adalah tindakan yang tidak adil.
“Kalau seorang ibu-ibu di kampung misalnya buka rekening di bank, dibuka oleh anaknya, kan belum tentu dipakai sama ibunya. Masa rekeningnya harus dibekukan?” ujarnya dengan nada tegas.
Lebih lanjut, Hotman menyebut bahwa negara tidak memiliki hak untuk membekukan rekening warga tanpa dasar hukum yang jelas. Ia menilai tindakan seperti itu merupakan pelanggaran konstitusi.
“Bapak-bapak tidak berhak membekukan rekening orang kalau memang dia tidak pakai rekeningnya. Negara tidak berhak, itu hak pribadi orang,” tegas Hotman.
Ia pun mendesak agar aturan terkait, jika memang ada, segera dicabut karena dapat membebani masyarakat kecil yang tidak memahami prosedur perbankan yang rumit.
“Jadi tolong agar peraturan tersebut dicabut. Itu sangat melanggar HAM dan akan sangat merepotkan bagi sebagian rakyat Indonesia yang pendidikannya di bawah rata-rata,” katanya.
Hotman menambahkan bahwa pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang mempermudah kehidupan rakyat, bukan sebaliknya. Ia meminta agar negara lebih berpihak kepada keadilan sosial dan kemudahan pelayanan publik.
Nuralita sendiri masih menunggu kepastian dari pihak bank dan PPATK untuk membuka blokir rekeningnya. Kasus ini telah menjadi viral dan memicu diskusi luas soal perlindungan dana pribadi dan hak atas kepemilikan uang dalam sistem perbankan.
Peristiwa tersebut juga memunculkan kekhawatiran serupa di masyarakat luas yang menyimpan dana di rekening pasif atau jarang digunakan. Banyak yang mempertanyakan kebijakan otoritas keuangan terkait pembekuan dana pribadi.
Sementara itu, belum ada pernyataan resmi dari PPATK terkait kasus yang dialami Nuralita. Masyarakat menantikan kejelasan soal aturan pemblokiran rekening yang tidak aktif.
Kasus Nuralita menjadi pelajaran penting bagi nasabah untuk mengecek status rekening mereka secara berkala, termasuk memastikan rekening lama masih aktif atau tidak.
Pihak bank juga diharapkan dapat memberikan sosialisasi dan edukasi terkait risiko yang mungkin timbul akibat rekening tidak aktif, termasuk kemungkinan pemblokiran oleh otoritas keuangan.
Penting bagi lembaga perbankan dan pemerintah untuk memperjelas aturan terkait rekening pasif guna mencegah terulangnya kasus seperti yang dialami Nuralita.
Kejadian ini menjadi momentum bagi seluruh pihak terkait untuk mengkaji ulang kebijakan pemblokiran dan memastikan hak keuangan masyarakat tetap terlindungi.
Bagi nasabah, penting untuk rutin melakukan transaksi atau menutup rekening lama yang tidak digunakan agar terhindar dari kejadian serupa.
Kasus ini menunjukkan perlunya regulasi yang lebih transparan dan tidak merugikan nasabah. Otoritas keuangan perlu menyosialisasikan prosedur blokir dan pembukaan rekening yang lebih efisien dan ramah publik.
Sistem perbankan harus memperkuat perlindungan hak nasabah, termasuk hak atas kepemilikan dana, dan tidak memberlakukan kebijakan sepihak yang merugikan.
Negara memiliki kewajiban menjamin hak milik warganya, termasuk dana yang disimpan di rekening bank, selama tidak terlibat dalam tindak pidana.
Peraturan mengenai rekening tidak aktif perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat awam.
Masyarakat perlu dilindungi dari kebijakan keuangan yang membingungkan dan berpotensi merugikan, dengan edukasi yang lebih merata tentang tata kelola rekening bank.
Sistem pelayanan publik di sektor keuangan perlu disederhanakan dan diarahkan pada kepentingan nasabah, terutama yang berada di lapisan ekonomi bawah.
Perlu ada sinergi antara pemerintah, PPATK, dan perbankan agar setiap kebijakan selaras dengan perlindungan hak asasi dan kemudahan akses keuangan.
Kejadian ini hendaknya menjadi evaluasi menyeluruh agar pengelolaan rekening dan dana masyarakat tidak menjadi beban tambahan dalam kehidupan sehari-hari. (*)