Jakarta, EKOIN.CO – Kasus penipuan digital melalui aplikasi WhatsApp kembali mencuat di Indonesia. Laporan terbaru mengungkap berbagai modus penipuan yang menargetkan pengguna aplikasi pesan instan ini, dengan cara-cara yang makin canggih dan beragam. Penipuan ini bertujuan menguras uang korban serta mencuri data pribadi yang sensitif.
Modus yang paling sering digunakan adalah pengiriman file dalam format APK secara acak ke banyak nomor WhatsApp. File ini dikemas seolah-olah berasal dari institusi resmi atau pengirim yang dikenal. Ketika file diklik dan diinstal, pelaku bisa mengakses isi ponsel korban dan menjalankan aksinya.
Transisi ke bentuk penipuan digital kini tak hanya melalui WhatsApp. Aplikasi lain seperti Telegram dan email pribadi juga digunakan. Penipuan melalui email bahkan menyamar sebagai peringatan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Email ini biasanya tidak dikirim dari alamat resmi dan menyertakan tautan phishing.
Modus APK Penipuan Semakin Meluas
Penipuan berbentuk APK juga digunakan dalam modus kurir paket. Pelaku mengaku sebagai pengantar dari ekspedisi ternama seperti J&T dan mengirimkan file bertuliskan “Lihat Foto Paket”. Jika diunduh, file itu akan mencuri data dan akses rekening korban.
Selanjutnya, terdapat modus undangan pernikahan digital. File APK berjudul “Surat Undangan Pernikahan Digital” dikirim dari pengirim yang tidak dikenal. Korban diminta membuka file berukuran sekitar 6,6 MB. Begitu file dibuka, ponsel langsung terinfeksi program jahat.
Salah satu modus yang juga ramai dibicarakan adalah surat tilang palsu. File APK bertajuk “Surat Tilang-1.0 apk” dikirimkan melalui pesan WhatsApp. Saat dibuka, aplikasi tersebut menjalankan program yang memungkinkan pelaku mengakses informasi finansial pengguna.
Pelaku kejahatan siber pun menyasar nama-nama besar seperti MyTelkomsel. Mereka membuat aplikasi palsu yang meminta izin akses ke berbagai fitur ponsel. Setelah diizinkan, pelaku dapat melihat foto, video, SMS, dan bahkan data keuangan pengguna.
Taktik Baru Lewat Bank, VCS, dan Kode QR
Taktik lain yang digunakan adalah mengirim pengumuman dari bank. Modus ini berisi informasi palsu mengenai perubahan biaya transfer. Korban diarahkan membuka tautan palsu yang tampak seperti situs resmi untuk kemudian memberikan informasi rahasia.
Selain itu, penipuan melalui ajakan video call sex (VCS) dari nomor tidak dikenal menjadi bentuk baru pemerasan digital. Setelah menerima undangan VCS, korban bisa direkam atau diperas menggunakan video yang dimanipulasi.
Modus dengan QR Code kini juga marak. Kombinasi QR dan Quishing digunakan untuk mengarahkan korban memindai kode menuju situs palsu. Dari sana, data pribadi dan perbankan bisa dicuri tanpa sepengetahuan korban.
Penipuan-penipuan ini sebagian besar menggunakan celah dari ketidaktahuan pengguna. Ketika seseorang tidak menyadari ancaman dari file APK atau tautan yang mencurigakan, risiko menjadi korban meningkat.
CNBC Indonesia pada 2 Juli 2025 menyampaikan bahwa para penjahat siber terus mengembangkan cara-cara baru untuk menjangkau calon korbannya. Mereka tidak lagi menyasar satu platform saja, tetapi menyebar ke berbagai kanal digital.
Para ahli keamanan siber menyarankan pengguna untuk tidak sembarangan mengunduh file dari sumber yang tidak dikenal, serta selalu mengecek alamat pengirim dan keaslian informasi sebelum mengambil tindakan.
Banyak dari penipuan ini sebenarnya bisa dicegah jika pengguna lebih berhati-hati terhadap kiriman file atau tautan dari nomor asing. Selain itu, gunakan fitur keamanan tambahan di perangkat seperti verifikasi dua langkah untuk melindungi akun.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus mengimbau masyarakat untuk melaporkan penipuan digital melalui kanal resmi seperti aduankonten.id atau akun media sosial resmi instansi.
Modus penipuan ini juga berkembang mengikuti tren digitalisasi masyarakat Indonesia. Ketika lebih banyak aktivitas dilakukan secara daring, peluang bagi penjahat digital juga makin besar.
Penggunaan aplikasi pihak ketiga yang tidak berasal dari Google Play Store juga menjadi penyebab utama infeksi malware. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau hanya mengunduh aplikasi dari sumber resmi.
Selain menghindari APK mencurigakan, pengguna juga disarankan memperbarui sistem keamanan di ponselnya secara rutin. Patch keamanan dari produsen biasanya sudah memperbaiki celah yang dimanfaatkan oleh penipu.
Korban penipuan digital juga sering kali merasa malu dan tidak melaporkan kejadian. Padahal, laporan ini penting agar pelaku bisa dilacak dan dicegah berulang.
Sebagai tindakan pencegahan, sebaiknya aktifkan fitur pengaman tambahan seperti App Lock dan gunakan antivirus terpercaya yang bisa mendeteksi file mencurigakan.
Pengguna juga harus memahami bahwa tidak semua pengirim pesan adalah orang yang dapat dipercaya, walaupun tampilannya terlihat resmi atau menyertakan logo institusi tertentu.
Mengembangkan kebiasaan kritis dan tidak terburu-buru mengklik tautan dapat mengurangi kemungkinan menjadi korban. Jika merasa ragu, lebih baik konfirmasi ulang ke pihak resmi.
Dengan kesadaran digital yang tinggi dan kerja sama masyarakat, pemerintah, serta platform digital, potensi kerugian akibat penipuan daring bisa ditekan secara signifikan.
Selalu waspada terhadap pesan masuk, bahkan jika berasal dari kontak yang dikenal. Kemungkinan akun tersebut telah diretas dan digunakan untuk menyebarkan file berbahaya juga sangat tinggi.
Meningkatkan literasi digital adalah langkah paling penting dalam menangkal penipuan yang menyebar melalui aplikasi seperti WhatsApp dan Telegram. Masyarakat harus lebih kritis terhadap setiap informasi, tautan, atau file yang dikirim oleh pengirim yang tak dikenal.
Langkah pencegahan juga perlu ditingkatkan dengan penggunaan aplikasi resmi, serta pengamanan ganda pada perangkat dan akun pribadi. Fitur verifikasi dua langkah kini menjadi keharusan, bukan pilihan.
Pemerintah dan lembaga keuangan juga diharapkan lebih aktif menyosialisasikan jenis-jenis penipuan terbaru agar masyarakat tidak menjadi korban. Kampanye literasi digital harus terus digencarkan secara luas dan menyeluruh.
Saling mengingatkan antar anggota keluarga dan lingkungan kerja juga bisa mencegah meluasnya korban. Komunikasi menjadi kunci dalam membentuk budaya waspada di tengah arus digital yang terus berkembang.
Terakhir, jika sudah menjadi korban, jangan diam. Laporkan ke pihak berwenang dan bagikan pengalaman kepada publik agar kasus serupa tidak terulang pada orang lain.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v