Lemoore EKOIN.CO – Jatuhnya jet tempur siluman F-35C Amerika Serikat di dekat Pangkalan Udara Angkatan Laut Lemoore, California, pada Rabu (30/7/2025), kembali menambah daftar panjang kecelakaan pesawat canggih tersebut. Menurut Angkatan Laut AS, insiden ini melibatkan satu unit F-35C yang jatuh di wilayah California tengah, dengan pilot berhasil melontarkan diri dan selamat. Hingga kini, penyebab kecelakaan masih dalam penyelidikan tanpa rincian tambahan yang diberikan otoritas terkait.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Insiden tersebut tercatat sebagai kecelakaan ke-29 yang melibatkan jet tempur generasi kelima buatan Lockheed Martin, dengan 12 di antaranya mengalami kerusakan total atau dikenal sebagai hull loss. Data ini menambah kekhawatiran publik dan pengamat militer mengenai keselamatan jet tempur siluman yang dijuluki sebagai sistem senjata termahal sepanjang sejarah militer Amerika Serikat.
Kecelakaan Fatal Sejak 2018 Meningkat
Menurut Blake Stringer, direktur Pusat Studi Penerbangan, Teknik Mesin, dan Dirgantara di Universitas Negeri Ohio, jumlah kecelakaan F-35 yang terus bertambah sejak 2018 menandai masalah signifikan yang harus ditangani segera oleh pihak militer dan produsen pesawat. “Jumlah kecelakaan itu seharusnya tidak dapat diterima,” ujar Stringer, seperti dikutip USA Today, Jumat (1/8/2025).
Stringer menekankan bahwa situasi ini harus menjadi momen penting bagi para ahli untuk mengevaluasi data kecelakaan secara menyeluruh, mengidentifikasi pola dan tren, serta merumuskan langkah-langkah perbaikan guna meningkatkan keselamatan penerbangan militer. Ia menambahkan bahwa industri penerbangan secara keseluruhan kini tengah berada dalam pengawasan ketat pasca serangkaian insiden besar yang melibatkan pesawat militer, komersial, dan kecil sepanjang tahun 2025.
Dari 29 kecelakaan yang melibatkan F-35, mayoritas terjadi di lingkungan operasi Angkatan Bersenjata AS, termasuk Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Korps Marinir. Meningkatnya jumlah insiden ini dinilai berpotensi memperburuk citra program F-35 yang sejak awal digadang-gadang sebagai revolusi dalam strategi perang udara Amerika.
Program Baru dengan Tantangan Berat
Blake Stringer menjelaskan bahwa program F-35 masih tergolong baru dan tengah melalui proses adaptasi operasional yang kompleks. Menurutnya, F-35 dirancang dengan tujuan agar seluruh cabang militer AS dapat menggunakan satu jenis pesawat dengan badan standar, namun mampu memenuhi berbagai misi berbeda, dari pertempuran udara hingga serangan presisi darat.
Konsep keterjangkauan dalam pengembangan F-35 juga menjadi tantangan tersendiri, karena desain pesawat harus menyesuaikan dengan kebutuhan tiga matra militer sekaligus, yakni udara, laut, dan darat. Hal ini memunculkan berbagai kendala teknis, mulai dari pemeliharaan mesin hingga perangkat lunak misi yang rumit.
Di sisi lain, Angkatan Laut AS belum memberikan konfirmasi terkait apakah jet tempur yang jatuh itu terlibat dalam latihan rutin atau misi operasional tertentu. Juga belum diketahui apakah kerusakan yang terjadi berdampak pada jadwal operasional armada F-35C di masa mendatang.
Meski pilot selamat dalam kecelakaan di Lemoore, para ahli menilai setiap insiden harus ditanggapi serius karena berisiko tinggi terhadap jiwa personel militer dan efisiensi anggaran pertahanan. F-35 dikenal memiliki harga per unit sekitar USD 80 juta, belum termasuk biaya pemeliharaan dan pelatihan.
Faktor lain yang menjadi sorotan adalah sistem pelontar kursi pilot dan sistem navigasi otomatis yang seharusnya mampu mencegah kecelakaan fatal. Namun, kejadian ini menunjukkan bahwa masih ada celah dalam sistem keselamatan yang perlu diperbaiki secara menyeluruh.
F-35 juga dilengkapi teknologi siluman, sensor canggih, dan kemampuan serangan jarak jauh yang memungkinkan dominasi udara dalam peperangan modern. Namun, keunggulan teknologi ini menjadi tidak efektif bila kerap diwarnai insiden kecelakaan.
Pemerintah AS dan Lockheed Martin belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai langkah lanjutan pasca kecelakaan terbaru ini. Namun, diperkirakan akan ada evaluasi menyeluruh terhadap jadwal penerbangan dan misi pelatihan F-35 di seluruh unit.
Sementara itu, komunitas internasional juga ikut mencermati situasi ini, mengingat F-35 telah diekspor ke berbagai negara sekutu seperti Jepang, Korea Selatan, Inggris, dan Australia. Masalah keselamatan pada jet ini tentu menjadi perhatian global dalam pengadaan dan penggunaannya.
Hingga kini, belum ada informasi apakah kecelakaan di Lemoore berdampak pada pengiriman pesawat F-35 ke negara lain atau mempengaruhi kontrak internasional Lockheed Martin.
Dalam berbagai insiden sebelumnya, penyebab utama kecelakaan F-35 meliputi kesalahan sistem kontrol, kegagalan mesin, dan kesalahan manusia. Investigasi dari Badan Keselamatan Penerbangan Militer AS diharapkan mampu mengungkap penyebab insiden Lemoore secara rinci.
Kecelakaan ini juga memicu kekhawatiran terkait transparansi data kecelakaan dan kesiapan teknologi baru untuk menghadapi tekanan operasional di berbagai medan tempur.
Di tengah tingginya anggaran pertahanan AS, keberlanjutan program F-35 kini menghadapi tekanan untuk menjawab tantangan keselamatan, efisiensi, dan keandalan teknologi. Tanpa solusi yang jelas, risiko kecelakaan akan terus menghantui penerbangan militer modern.
jatuhnya F-35C di California mencerminkan tantangan besar bagi industri pertahanan dalam memastikan keamanan sistem persenjataan mutakhir. Evaluasi serius terhadap teknologi, pelatihan, dan proses operasional mutlak diperlukan.
Dalam jangka pendek, investigasi menyeluruh perlu dilakukan secara terbuka untuk mencegah spekulasi dan membangun kembali kepercayaan publik terhadap program jet tempur siluman ini.
Seluruh pihak, mulai dari pemerintah, produsen, hingga pengguna, diharapkan berkolaborasi menemukan solusi teknis dan kebijakan guna menekan angka kecelakaan di masa mendatang.
Program F-35 tidak hanya menjadi simbol kekuatan militer, tetapi juga ujian sejauh mana teknologi modern dapat memberikan hasil maksimal tanpa mengorbankan keselamatan.
Tanpa peningkatan keselamatan yang signifikan, program ini dikhawatirkan akan menghadapi resistensi baik di dalam negeri maupun di kalangan sekutu internasional yang mengandalkan jet ini sebagai tulang punggung pertahanan udara mereka. (*)