Kryvyi Rig, EKOIN.CO – Rusia kembali meluncurkan serangan udara besar-besaran ke berbagai wilayah di Ukraina pada Selasa malam hingga Rabu pagi, 15-16 Juli 2025 waktu setempat. Gelombang serangan yang menggunakan ratusan drone, rudal balistik, dan tembakan artileri ini terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyampaikan ultimatum kepada Rusia agar menghentikan perang dalam waktu 50 hari.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Militer Ukraina melaporkan bahwa sedikitnya 400 drone ditembakkan oleh Rusia dalam kurun waktu tersebut. Serangan itu mencakup penggunaan satu rudal balistik Iskander yang diluncurkan dari wilayah Crimea, wilayah yang telah diduduki Rusia sejak 2014.
Di Kryvyi Rig, kota asal Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, serangan tersebut menyebabkan gangguan serius pada pasokan air dan listrik. Selain itu, sebanyak 15 warga dilaporkan terluka, termasuk seorang remaja berusia 17 tahun yang mengalami luka parah di bagian perut.
Wali Kota Kryvyi Rig, Oleksandr Vilkul, mengungkapkan bahwa korban remaja tersebut segera dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis. “Sekarang dokter sedang berjuang menyelamatkan nyawanya,” kata Vilkul melalui kanal Telegram resminya.
Menurut Vilkul, Rusia meluncurkan satu rudal balistik dan 28 drone Shahed secara bersamaan dalam satu waktu. “Ini belum pernah terjadi sebelumnya,” tegasnya. Drone Shahed yang digunakan merupakan buatan Iran yang kerap dipakai Rusia dalam konflik sejak 2022.
Tak hanya Kryvyi Rig, kota Vinnytsia juga menjadi sasaran serangan drone. Akibatnya, delapan orang mengalami luka-luka dan sejumlah bangunan sipil rusak berat akibat ledakan.
Sementara itu, di Kharkiv, tiga warga sipil juga menjadi korban luka akibat serangan serupa. Kota di timur laut Ukraina ini telah menjadi salah satu sasaran utama dalam rangkaian eskalasi serangan Rusia selama musim panas.
Situasi ini terjadi di tengah kebuntuan diplomatik antara Ukraina dan Rusia. Upaya mediasi gencatan senjata yang sebelumnya difasilitasi oleh Amerika Serikat belum menghasilkan kemajuan konkret.
Trump sebelumnya telah mengancam akan memberlakukan tarif sebesar 100 persen terhadap produk asal Rusia jika Moskow tidak menghentikan perang dalam 50 hari. Namun, ultimatum itu tampaknya tidak berpengaruh pada strategi militer Kremlin.
Mantan Presiden AS itu juga mengungkapkan frustrasinya terhadap sikap Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menuduh Putin berpura-pura ingin damai, padahal memperkuat serangan terhadap kota-kota Ukraina.
Di Washington, Trump menyebut bahwa dirinya telah mencapai kesepakatan dengan Sekretaris Jenderal NATO untuk mempercepat distribusi sistem pertahanan udara dan senjata ke Ukraina. Menurutnya, bantuan tersebut sangat mendesak di tengah intensitas serangan Rusia yang terus meningkat.
Sementara itu, Kremlin menyatakan bahwa Rusia masih terbuka terhadap dialog lanjutan, meskipun belum ada agenda baru untuk pertemuan perdamaian dengan Ukraina. Terakhir kali pertemuan serupa berlangsung lebih dari sebulan lalu.
Selain ancaman tarif langsung, Trump juga mengancam akan menerapkan tarif sekunder terhadap negara-negara yang tetap membeli minyak dan komoditas dari Rusia. Namun belum ada respons dari negara-negara ketiga yang kemungkinan terdampak.
Hingga kini, serangan Rusia terus berlanjut dan menyebabkan kerusakan infrastruktur sipil yang luas. Ukraina berulang kali meminta dukungan lebih besar dari komunitas internasional, terutama dalam bentuk sistem pertahanan udara dan bantuan kemanusiaan.
Serangan besar-besaran ini menunjukkan bahwa eskalasi konflik belum akan reda dalam waktu dekat. Upaya negosiasi masih menemui jalan buntu, sementara kedua belah pihak terus mempersiapkan diri untuk konfrontasi yang lebih intens.
Di berbagai kota Ukraina, warga sipil terus mengalami penderitaan akibat serangan udara. Pemerintah Ukraina menyebut bahwa serangan ini menyasar fasilitas sipil secara langsung dan melanggar hukum internasional.
Pihak militer Ukraina menyatakan bahwa sistem pertahanan udara mereka berhasil menjatuhkan sebagian besar drone dan rudal yang diluncurkan, tetapi tetap saja banyak yang berhasil menghantam target.
Banyak warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Di beberapa wilayah, pengungsian massal terjadi karena ketakutan akan serangan susulan.
eskalasi militer Rusia di Ukraina semakin memprihatinkan. Serangan udara dengan ratusan drone dan rudal menimbulkan korban dan kerusakan signifikan, terutama di Kryvyi Rig, Vinnytsia, dan Kharkiv. Ketiadaan kemajuan diplomatik serta respons minim terhadap ultimatum Trump membuat situasi kian genting. Di tengah konflik yang terus memanas, warga sipil menjadi korban utama. Pemerintah Ukraina terus mendesak dukungan militer dan diplomatik lebih besar dari sekutu Barat.
diperlukan tekanan internasional yang lebih tegas terhadap Rusia untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur sipil. Negara-negara mitra NATO dan Uni Eropa sebaiknya mempercepat pengiriman bantuan pertahanan ke Ukraina. Organisasi internasional juga diharapkan dapat mendorong negosiasi damai melalui pendekatan diplomatik multilateral. Bantuan kemanusiaan perlu ditingkatkan di wilayah terdampak agar korban sipil mendapatkan perlindungan maksimal. Terakhir, keterlibatan negara-negara non-NATO dalam mediasi konflik bisa membuka jalan baru untuk penyelesaian damai yang berkelanjutan. (*)