Jakarta, EKOIN.CO – Negara bagian Terengganu, Malaysia, kini secara resmi memberlakukan sanksi penjara bagi pria Muslim yang tidak melaksanakan salat Jumat tanpa alasan yang dapat dibenarkan. Aturan ini merupakan bagian dari revisi hukum syariah setempat yang mulai berlaku pekan ini. Diberitakan oleh The Guardian, hukuman bagi pelanggar pertama kali dapat berupa penjara hingga dua tahun, denda sebesar 3.000 ringgit (sekitar Rp11,5 juta), atau keduanya.
Pengumuman mengenai aturan baru ini disampaikan oleh Partai Islam Se-Malaysia (PAS) yang saat ini memegang kekuasaan. Sebelumnya, sanksi bagi mereka yang tiga kali berturut-turut tidak melaksanakan salat Jumat hanya sebatas hukuman penjara maksimal enam bulan atau denda hingga 1.000 ringgit (sekitar Rp3,5 juta).
Informasi terkait aturan tersebut akan disebarluaskan kepada publik melalui papan pengumuman di setiap masjid. Penegakan hukumnya akan didasarkan pada laporan dari masyarakat serta patroli keagamaan yang dilakukan dalam sebuah operasi gabungan bersama Departemen Urusan Islam Terengganu.
Namun, kebijakan ini tidak luput dari kritik sejumlah aktivis hak asasi manusia. Phil Robertson, direktur Asia Human Rights and Labour Advocates (AHRLA), menyatakan keprihatinannya. “Undang-undang seperti ini mencoreng nama baik Islam,” ungkapnya. Lebih lanjut, dia menambahkan, “Kebebasan beragama dan berkeyakinan juga memiliki makna kebebasan untuk tidak berkeyakinan atau berpartisipasi, sehingga otoritas Terengganu terang-terangan melanggar hak asasi manusia dengan undang-undang yang kejam ini.” Atas dasar itu, Phil Robertson mendesak Perdana Menteri Anwar Ibrahim agar mencabut sanksi yang telah ditetapkan.
Di sisi lain, Muhammad Khalil Abdul Hadi, seorang anggota DPRD Terengganu, memberikan klarifikasi kepada media lokal Berita Harian bahwa hukuman penjara tersebut akan menjadi pilihan terakhir. “Pengingat ini penting karena shalat Jumat bukan hanya simbol keagamaan, tetapi juga bentuk ketaatan umat Islam,” pungkasnya.