Lombok EKOIN.CO – Indonesia belum memiliki kapal induk bekas dari Prancis. Namun pada 28 Januari 2025, kapal induk nuklir Prancis Charles de Gaulle (R91) melakukan kunjungan historis ke wilayah perairan Indonesia, tepatnya di Pelabuhan Gili Mas, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB)
Kunjungan ini berlangsung dalam rangka Routine Visit sebagai bagian dari operasi CLEMENCEAU 25 dan menandai pertama kalinya kapal induk Prancis berlabuh di Indonesia
. Kapal itu membawa sekitar 1.780 awak serta dilengkapi pesawat tempur Rafale M, helikopter, dan sistem pertahanan udara mutakhir
Kedatangan Charles de Gaulle juga kebetulan bersamaan dengan peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Prancis yang dimulai sejak 4 Januari 1950. Kerja sama strategis kedua negara semula terjalin sejak tahun 2011
Komandan French Carrier Strike Group, Rear Admiral Jacques Mallard, menyampaikan bahwa kedatangan ini bertujuan memperkuat hubungan bilateral di sektor pertahanan dan keamanan maritim Indo‑Pasifik
Kedatangan kapal tersebut disambut resmi oleh pihak TNI AD dan pejabat Forkopimda NTB. Kepala Staf Korem 162/Wira Bhakti, Kolonel Infanteri Wirawan Eko Prasetyo, menyatakan bahwa kunjungan ini menjadi momentum bersejarah bagi NTB dan mempererat hubungan maritim bilateral
Bagi TNI AL, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin melakukan kunjungan langsung ke kapal induk pada 1 Februari 2025, didampingi Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan KSAL Laksamana Muhammad Ali. Mereka meninjau sistem manajemen tempur (combat management system) serta berbagai fasilitas kapal
Menurut Brigadir Jenderal TNI Frega Wenas Inkiriwang, rombongan Menhan menggunakan alutsista buatan Prancis seperti helikopter Caracal dan pesawat Falcon untuk menuju kapal
Para pejabat Indonesia dan Prancis sepakat untuk membangun kolaborasi lebih lanjut dalam bidang pertahanan serta memperkuat hubungan profesional antar angkatan bersenjata kedua negara
Walaupun berita kunjungan ini sempat memicu pertanyaan apakah Indonesia sudah membeli kapal induk bekas dari Prancis, hingga kini belum ada pengadaan kapal induk dalam bentuk kepemilikan. Justru yang terjadi adalah penyambutan ekstensi kerja sama pemanfaatan kunjungan diplomatik antarmaritim.
Di pihak lain, sejumlah pengamat seperti Khairul Fahmi dari ISESS menyatakan bahwa pemerintah perlu mengkaji pendekatan diplomatik jika ingin memiliki kapal induk, agar tidak menimbulkan persepsi ancaman dari negara lain di kawasan dan sebaliknya memperkuat stabilitas kawasan
Fahmi menambahkan bahwa model yang paling realistis bagi Indonesia adalah kapal induk ringan seperti Landing Helicopter Dock (LHD), bukan kapal induk besar seperti Charles de Gaulle, mengingat keterbatasan anggaran dan doktrin pertahanan nasional yang bersifat defensif
Selama berada di Lombok, awak kapal Francais juga dijadwalkan mengunjungi destinasi wisata lokal seperti Gili Trawangan, Mandalika, dan Air Terjun Benang Kelambu. Kemudian pihak TNI AD menyatakan kesiapan mendukung aspek keamanan selama kunjungan berlangsung
Secara tegas, hingga Juli 2025, Indonesia belum memiliki kapal induk bekas Prancis. Yang terjadi adalah kunjungan diplomatik dan militer, bukan pengadaan atau transfer kepemilikan. Sampai saat ini belum muncul kontrak atau proposal resmi berupa akuisisi kapal induk bekas
Secara keseluruhan, seluruh informasi dalam laporan ini bersumber dari media resmi seperti Kompas.com, Antara, Rmol dan Metrotvnews, dan Pejabat pemerintahan serta militer RI
Korelasi Diplomasi dan Kunjungan Kapal Induk
Kunjungan kapal induk Charles de Gaulle merupakan titik puncak kerja sama pertahanan Indonesia dan Prancis yang telah berjalan sejak 2011, sekaligus menandai momentum diplomatik istimewa di 75 tahun hubungan kedua negara. Mallard menyampaikan bahwa kunjungan tersebut bertujuan memperkuat stabilitas keamanan kawasan maritim via kemitraan strategis
Realitas Pengadaan Kapal Induk untuk Indonesia
Beberapa pakar seperti Khairul Fahmi menilai pengadaan kapal induk besar tidak realistis saat ini. Strategi yang lebih efektif bagi Indonesia adalah mengembangkan kapal induk ringan LHD yang sesuai dengan kapasitas anggaran dan orientasi pertahanan defensif nasional
Indonesia sejauh ini hanya menjadi tuan rumah kunjungan kapal induk asing, dan belum memiliki kapal induk milik sendiri. Setiap langkah ke depan memerlukan skema diplomatik matang agar tidak menimbulkan interpretasi negatif dari negara tetangga.
Pemerintah perlu menyusun roadmap diplomatik apabila serius mengejar kemampuan kapal induk, agar kunjungan bersifat transparan dan tidak menimbulkan kekhawatiran regional.
Pendekatan bertahap melalui kapal induk ringan seperti LHD akan lebih selaras dengan kebutuhan dan kapasitas pertahanan nasional.
Pembangunan kemampuan pendukung seperti kapal pengawal, sistem logistik, pelatihan personel, dan infrastruktur dasar mutlak dipersiapkan.
Penting pula memperkuat dialog regional untuk menjelaskan tujuan pertahanan Indonesia agar tidak dipandang sebagai eskalasi militer.
Seluruh langkah idealnya dibangun di atas kerjasama teknologi, pelatihan, dan produksi bersama sebelum mempertimbangkan kepemilikan asset besar seperti kapal induk.
( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v