SINGAPURA, EKOIN.CO – Krisis biaya hidup kian terasa di Singapura. Penelitian terbaru mengungkap sekitar 60% pekerja di negara tersebut kini hidup dari gaji ke gaji tanpa memiliki tabungan berarti. Kondisi ini mencoreng reputasi Singapura yang selama ini dikenal sebagai negara dengan perencanaan keuangan yang matang dan tingkat tabungan tinggi.
[Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v]
Fenomena tersebut dipicu oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, perumahan, dan gaya hidup yang menuntut pengeluaran lebih besar. Banyak warga mengutamakan pengalaman dan perawatan diri ketimbang menabung untuk masa depan.
“Di akhir setiap bulan, saat gaji saya masuk, saya menggunakannya untuk membayar tagihan kartu kredit, uang saku orang tua, asuransi, dan investasi,” ujar Jovan Yeo, 31 tahun, pegawai perusahaan layanan perbankan digital, Kamis (14/8/2025). “Setelah semua itu, gaji saya kembali nol lagi,” tambahnya.
Yeo mengaku, sebagian penghasilan yang tersisa sering dialokasikan untuk perjalanan, makan di luar, dan kelas kebugaran. Meski memahami pentingnya menabung, ia mengatakan biaya hidup membuat hal itu semakin sulit.
Mayoritas Pekerja Kehabisan Uang di Akhir Bulan
Laporan 2025 dari perusahaan penggajian ADP menunjukkan 60% pekerja di Singapura berada dalam situasi serupa. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata Asia-Pasifik yang hanya 48%, serta melampaui China, Korea Selatan, Jepang, dan Indonesia.
Riset lain turut menguatkan temuan ini. Survei Forrester Research tahun 2021 mencatat 53% warga Singapura sudah hidup dari gaji ke gaji bahkan sebelum krisis inflasi global.
Sementara itu, laporan kesehatan finansial Oversea-Chinese Banking Corp (OCBC) akhir 2024 mengungkap penurunan jumlah warga usia produktif yang merencanakan keuangan pensiun. Angkanya lebih rendah dibandingkan tahun 2023.
Ekonom Maybank Research, Brian Lee, menilai kondisi tersebut tak lepas dari faktor struktural. “Singapura tetap memiliki salah satu biaya hidup tertinggi karena mahalnya perumahan dan biaya impor,” ujarnya.
Kenaikan Harga Perumahan Memperparah Tekanan
Indeks biaya hidup Numbeo menempatkan Singapura di peringkat kelima dunia dan pertama di Asia pada pertengahan 2025 dengan skor 85,3. Angka ini naik 11% dari tahun sebelumnya.
Survei YouGov April 2025 menunjukkan 72% warga Singapura menempatkan biaya hidup sebagai kekhawatiran utama, diikuti layanan kesehatan dan penuaan populasi.
Lee menjelaskan, “Biaya hidup telah meningkat lebih cepat daripada pendapatan sejak pandemi.” Data Maybank mencatat pendapatan median riil turun 0,4% per tahun antara 2019 dan 2024, berbalik dari tren positif 2,2% pada 2014–2019.
Meski pertumbuhan upah riil membaik pada 2024, proyeksi 2025 menunjukkan perlambatan, terutama di sektor perdagangan grosir dan manufaktur.
Harga jual kembali apartemen publik, yang menampung 80% penduduk Singapura, melonjak 9,6% pada 2024, hampir dua kali lipat kenaikan 2023. Kenaikan ini kian membebani rumah tangga yang sudah terhimpit biaya hidup.
Lee menambahkan, keterbatasan lahan, tingginya harga mobil, dan ketergantungan pada impor menjadikan Singapura sangat rentan terhadap inflasi global.
Dengan meningkatnya kebutuhan sehari-hari, banyak warga kini harus memilih antara menabung atau menikmati hidup. Bagi sebagian orang seperti Yeo, pengalaman hidup tetap menjadi prioritas meski berarti rekening tabungan kosong di akhir bulan.
- Kenaikan biaya hidup di Singapura telah membuat mayoritas pekerja hidup dari gaji ke gaji.
- Penelitian menunjukkan angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara Asia lainnya.
- Faktor struktural seperti mahalnya perumahan dan ketergantungan pada impor menjadi penyebab utama.
- Data pendapatan riil menunjukkan penurunan, memperburuk daya beli masyarakat.
- Jika tidak diatasi, tren ini dapat menggerus kestabilan finansial rumah tangga di Singapura.
- Pemerintah perlu memperluas kebijakan perumahan terjangkau.
- Program edukasi keuangan harus diperkuat di kalangan muda.
- Pengendalian harga pangan dan transportasi dapat membantu meringankan biaya hidup.
- Perusahaan dapat memberikan tunjangan tambahan untuk kebutuhan pokok.
- Masyarakat disarankan membuat perencanaan keuangan yang lebih disiplin.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v