Jakarta EKOIN.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dua aset mewah milik Haryanto, mantan staf ahli Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) era Menteri Yassierli. Penyitaan ini dilakukan sebagai bagian dari pengusutan kasus dugaan pemerasan dalam penerbitan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Gabung WA Channel EKOIN
Menurut penyidik, aset yang disita berupa satu rumah mewah di kawasan Jakarta Selatan dan sebuah kontrakan bernilai miliaran rupiah. Kedua aset tersebut diduga diperoleh dari hasil pemerasan terhadap perusahaan yang mengurus izin tenaga kerja asing.
Langkah penyitaan itu diklaim penting untuk memastikan aliran dana hasil tindak pidana tidak lagi dikuasai oleh pihak terkait. “Kami telah mengamankan sejumlah aset yang diduga kuat berkaitan dengan tindak pidana,” kata juru bicara KPK, Jumat (26/9/2025).
Dugaan Pemerasan RPTKA
Kasus dugaan pemerasan RPTKA ini melibatkan sejumlah pejabat Kemenaker. Haryanto disebut berperan sebagai penghubung antara perusahaan dan pihak yang dapat mempercepat penerbitan izin kerja.
Dalam modusnya, perusahaan yang membutuhkan RPTKA diminta menyetor sejumlah uang agar proses perizinan lebih cepat. Uang hasil setoran itulah yang diduga digunakan Haryanto untuk membeli aset mewah.
KPK menegaskan bahwa penyitaan aset bukanlah langkah terakhir. Penyidik masih menelusuri kemungkinan adanya aset lain di berbagai daerah yang juga terkait kasus ini.
Selain itu, sejumlah saksi telah dipanggil untuk memberikan keterangan. Mereka berasal dari kalangan pegawai Kemenaker dan pihak swasta yang pernah mengurus RPTKA.
Kaitan dengan Era Yassierli
Nama Yassierli ikut terseret dalam kasus ini karena Haryanto menjabat sebagai staf ahli saat dirinya menjabat menteri. Meski begitu, hingga kini belum ada bukti yang mengaitkan langsung Yassierli dengan aliran dana pemerasan.
KPK menyatakan bahwa penyidikan difokuskan pada individu yang terlibat langsung. “Setiap orang yang terbukti menikmati hasil tindak pidana akan kami tindak,” ujar penyidik.
Publik diingatkan untuk tidak berspekulasi berlebihan sebelum proses hukum selesai. Namun, kasus ini menambah daftar panjang skandal korupsi yang melibatkan pejabat di sektor tenaga kerja.
Pakar hukum menilai langkah KPK menyita aset sangat krusial untuk mengembalikan kerugian negara. Selain itu, penyitaan diharapkan memberi efek jera bagi pejabat lain agar tidak menyalahgunakan wewenang.
Jika terbukti bersalah, Haryanto terancam hukuman pidana berat, termasuk pencabutan hak politik dan perampasan seluruh aset hasil tindak pidana.
Kasus penyitaan aset mewah Haryanto menunjukkan komitmen KPK dalam menindak praktik pemerasan di lingkup perizinan tenaga kerja.
Langkah ini sekaligus menjadi pengingat bahwa jabatan publik tidak boleh digunakan untuk memperkaya diri sendiri.
Transparansi perizinan RPTKA harus terus diperkuat agar tidak menjadi ladang korupsi.
Masyarakat diharapkan turut mengawasi proses hukum agar berjalan adil dan tanpa intervensi.
KPK perlu mempercepat proses ini agar kepastian hukum segera tercapai. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v