Jakarta EKOIN.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan persekongkolan dalam kasus korupsi pengadaan lahan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Tahun Anggaran 2018-2020. Lembaga antirasuah menemukan indikasi persekongkolan yang terjadi melalui percakapan di aplikasi pesan singkat WhatsApp, jauh sebelum proses pengadaan lahan berjalan. Fakta ini menjadi pintu masuk baru dalam penyidikan kasus yang merugikan negara hingga Rp205,14 miliar.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penyidik memeriksa pihak swasta Slamet Budi Hartadji pada Kamis (11/9). Dari pemeriksaan itu, ditemukan adanya komunikasi antar tersangka yang mengindikasikan pengaturan proses pengadaan lahan.
“Saksi hadir dan penyidik mendalami percakapan-percakapan melalui WhatsApp yang diduga mengindikasikan adanya persekongkolan para tersangka,” ujar Budi kepada wartawan dalam keterangan tertulis, Jumat (12/9).
WhatsApp Jadi Sarana Persekongkolan
Budi menegaskan, percakapan para tersangka tidak hanya terjadi menjelang pengadaan, melainkan sudah berlangsung sejak jauh hari. Hal ini memperkuat dugaan adanya skenario bersama sebelum pelaksanaan proyek JTTS.
“(Percakapan, red) sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum pengadaan lahan dilakukan,” tegasnya.
Sebelumnya, KPK menahan Direktur Utama PT Hutama Karya, M. Rizal Sutjipto, pada 6 Agustus lalu. Ia ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa penyidik. Penahanan ini menambah daftar panjang pihak yang terjerat dalam kasus pengadaan lahan tol tersebut.
Selain Rizal, KPK juga menahan Bintang Perbowo, mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya sekaligus Ketua Tim Pengadaan Lahan. Ia disebut berperan penting dalam membuka akses pengaturan lahan yang akan dibeli perusahaan.
Kerugian Negara dari Skema Lahan
Dalam kasus ini, KPK turut menetapkan tersangka lain, yakni Iskandar Zulkarnaen, pemilik PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ), serta korporasi STJ. Namun, proses hukum terhadap Iskandar dihentikan karena ia meninggal dunia pada 8 Agustus 2024.
Penyidikan mengungkap bahwa setelah diangkat menjadi Direktur Utama PT Hutama Karya pada April 2018, Bintang segera menggelar rapat direksi. Salah satu hasil rapat adalah membahas strategi pembelian lahan di sekitar Bakauheni, Lampung, yang dimiliki oleh Iskandar.
Bintang kemudian memperkenalkan Iskandar kepada jajaran direksi. Ia juga meminta Iskandar memperluas lahan dengan membeli tanah dari masyarakat sekitar agar bisa dijual langsung ke PT Hutama Karya atau PT STJ.
Pada September 2018, PT Hutama Karya membayar tahap pertama sebesar Rp24,6 miliar untuk lahan Bakauheni. Namun, pembayaran itu dilakukan tanpa tercatat dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2018.
Menurut penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), penyimpangan dalam pengadaan lahan JTTS ini menimbulkan kerugian negara hingga Rp205,14 miliar. Nilai itu memperlihatkan besarnya dampak dari persekongkolan yang disusun sejak awal melalui WhatsApp.
KPK menegaskan akan terus menelusuri pola komunikasi dan aliran dana yang terlibat. Penyidikan juga akan dikembangkan untuk memastikan tidak ada pihak lain yang lolos dari jerat hukum.
Kasus ini menunjukkan bagaimana teknologi komunikasi, seperti WhatsApp, bisa disalahgunakan menjadi sarana persekongkolan dalam tindak pidana korupsi berskala besar. KPK menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas agar kerugian negara tidak semakin meluas.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v