Jakarta EKOIN.CO – Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu mengungkap adanya keterlibatan perusahaan travel haji dan umrah dalam dugaan kasus korupsi kuota haji. Penyimpangan ini berawal pada 2023 ketika pemerintah Indonesia bertemu Raja Arab Saudi untuk membahas penambahan kuota haji.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pada pertemuan tersebut, Indonesia mendapat persetujuan kuota tambahan sebanyak 20 ribu untuk jemaah reguler. Menurut Asep, aturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 menetapkan pembagian 92 persen kuota untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun, realisasi di lapangan justru berbeda. Pemerintah membagi masing-masing 10 ribu untuk kuota reguler dan 10 ribu untuk kuota khusus. Asep menegaskan pembagian tersebut tidak sesuai ketentuan, sehingga menjadi dugaan perbuatan melawan hukum.
Menurutnya, pembagian kuota haji khusus memberikan keuntungan besar kepada pihak travel. Hal ini lantaran biaya haji khusus jauh lebih tinggi dibandingkan kuota reguler, sehingga pendapatan yang diterima juga lebih besar.
KPK kemudian menelusuri adanya aliran dana dari keuntungan pembagian kuota khusus tersebut kepada perusahaan travel. Asep menjelaskan bahwa pembagian dilakukan melalui asosiasi travel haji dan umrah.
Ia menambahkan bahwa porsi kuota yang diterima setiap travel berbeda. Perusahaan besar mendapat jatah lebih banyak, sedangkan yang kecil memperoleh lebih sedikit. Mekanisme pembagian ini kini menjadi fokus penyelidikan KPK.
Pemeriksaan terhadap Asosiasi Travel
Asep juga menyebut, setiap agen travel menetapkan harga berbeda untuk kuota haji khusus. Perbedaan inilah yang sedang ditelusuri untuk memastikan jumlah kuota tambahan yang dibagikan kepada masing-masing travel.
Proses pembuktian dilakukan dengan menelusuri data tambahan kuota haji khusus yang diterima tiap agen pada 2024. Dari situ, penyidik mencoba mengidentifikasi distribusi total 10 ribu kuota haji khusus.
Sebelumnya, KPK telah memanggil sejumlah pihak travel untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi kuota haji. Pemeriksaan berlangsung pada Selasa, 5 Agustus 2025.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, pihaknya memeriksa penyelenggara travel yang terlibat langsung dalam operasional haji. Pemeriksaan ini bertujuan memetakan mekanisme pembagian kuota di lapangan.
Menurut Budi, penyimpangan kuota haji terjadi pada 2024, saat sebagian kuota reguler dialihkan menjadi kuota khusus. Langkah ini diduga menguntungkan pihak tertentu melalui cara yang melanggar hukum.
Nama-nama yang Diperiksa KPK
Dalam pemeriksaan tersebut, KPK memanggil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP Amphuri) Muhammad Farid Aljawi.
Selain itu, Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri) Asrul Aziz juga dimintai keterangan. Keduanya hadir untuk menjelaskan peran asosiasi dalam pengelolaan kuota haji khusus.
Budi menuturkan, keterangan dari asosiasi sangat penting untuk mengetahui bagaimana kuota tambahan tersebut dibagi dan siapa saja yang mendapatkan keuntungan.
Hingga kini, KPK masih mengumpulkan bukti terkait aliran dana dari kuota haji khusus tersebut. Fokus penyidikan diarahkan pada pihak yang diduga menerima keuntungan secara tidak sah.
Asep menegaskan bahwa proses penelusuran akan mencakup semua pihak yang terlibat. KPK berkomitmen menindaklanjuti setiap temuan sesuai hukum yang berlaku.
Ia berharap kerja sama dari semua pihak travel agar proses pemeriksaan berjalan lancar dan transparan.
KPK juga mengimbau masyarakat untuk melaporkan jika memiliki informasi terkait dugaan penyimpangan kuota haji.
Upaya penelusuran ini diharapkan dapat mengungkap secara tuntas skema yang menyebabkan kerugian negara serta merugikan jemaah haji.
Kesimpulan dari temuan awal menunjukkan adanya pola pembagian kuota yang menyimpang dari ketentuan resmi.
Dalam konteks ini, KPK menegaskan akan terus bekerja untuk memastikan penyelenggaraan haji berjalan sesuai peraturan.
yang dapat diberikan adalah agar pemerintah memperketat pengawasan pembagian kuota haji di masa mendatang. Langkah ini penting untuk menutup celah yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan.
Selain itu, asosiasi travel diharapkan lebih transparan dalam melaporkan penerimaan kuota dan biaya yang dikenakan.
Koordinasi yang baik antara pemerintah dan pelaku usaha perjalanan haji akan meminimalkan risiko penyimpangan.
Masyarakat juga perlu meningkatkan kesadaran hukum dengan melaporkan indikasi pelanggaran.
Dengan langkah-langkah tersebut, penyelenggaraan haji di masa depan diharapkan lebih bersih, adil, dan transparan. (*)