Jenin, Palestina EKOIN.CO – Bentrokan antara Pasukan Otoritas Palestina (PA) dan milisi lokal, termasuk kelompok Hamas dan Brigades Jenin, menunjukkan eskalasi serius terhadap konflik internal yang kini mengarah ke potensi perang saudara di wilayah Tepi Barat.
Insiden tersebut dipicu oleh operasi keamanan PA di kota-kota seperti Jenin, Tulkarm, Hebron, serta Nablus sejak akhir 2024 dan berlanjut hingga awal 2025 .
Pada 4 November 2024, otoritas PA berhasil menyita roket di Budrus dekat Ramallah, kemudian menindaklanjuti dengan menggagalkan bom rakitan di Tubas pada 5 November. Tindakan ini memicu ketegangan setelah milisi lokal menuduh PA menyerang perangkat perjuangan mereka.
Pada Desember 2024 menandai puncak konflik ketika PA melancarkan operasi besar di kamp pengungsi Jenin, memicu baku tembak paling intens dalam beberapa tahun terakhir. Bentrokan juga menyebar ke Nablus dan Tulkarm, mencerminkan skala konflik yang meningkat .
Hingga 27 Desember 2024, bentrokan terus berlangsung dan menyebabkan kematian serta penangkapan. PA menegaskan akan menindak tegas militan, sementara kelompok bersenjata membalas dengan serangan sporadis. Bentrokan ini disebut sebagai ancaman perang saudara oleh sejumlah analis
7 Januari 2025, terjadi bentrokan di Attil, Tulkarm, saat PA menembak kendaraan milisi. Beberapa hari kemudian, peristiwa serupa terjadi kembali di daerah itu, memperlihatkan ketegangan yang tidak kunjung reda .
PA sempat menghentikan operasi karena intervensi militer Israel di Jenin pada 21 Januari 2025, namun segera melanjutkannya. Untuk pertama kalinya, PA bekerja sama dengan pasukan Israel dalam serangkaian razia di Jenin, Ramallah, Tulkarm, Hebron, dan Qalqilya
Pada 10 Maret 2025, PA mengumumkan telah membunuh tokoh milisi Jenin Brigades, Abdul Rahman Abu Al‑Muna. Tindakan ini menandakan eskalasi kekerasan langsung PA terhadap faksi bersenjata dalam wilayahnya.
Sementara itu, konflik politik semakin memanas antara Fatah yang mendominasi PA dan Hamas yang menguasai Jalur Gaza. Fatah mengkritik Hamas sebagai pemicu kekacauan dan menuduhnya membiarkan pendudukan Israel berlanjut
Pada April 2025, Presiden Mahmoud Abbas menyebut Hamas sebagai “sons of dogs”, menuntut mereka mundur dari kekuasaan Gaza dan melepaskan sandera, serta menuduh Hamas memberi Israel alasan melanjutkan serangan terhadap Palestina
Perselisihan ini semakin rumit karena tekanan dari donor Barat kepada PA agar menekan Hamas. Diana Buttu, analis politik Palestina, menyebut pendekatan PA tidak efektif dan gagal memenangkan hati rakyat
Operasi keamanan yang dilakukan PA mengancam melegitimasi kritik dari Hamas dan simpatisannya bahwa Fatah berkolaborasi dengan Israel. Halo ini menimbulkan kemarahan publik, termasuk protes di kamp pengungsi Tulkarm .
Media Israel dan pakar hukum juga memperingatkan bahwa meningkatnya perpecahan internal Palestina berisiko memicu perang saudara, yang bisa merusak struktur politik dan sosial di wilayah itu
Menurut analis Gideon Levy di Haaretz, serangan PA dan kolaborasi intelijen dengan Israel menunjukkan niat untuk melemahkan kekuatan saingan, tetapi berisiko memecah belah masyarakat Palestina lebih jauh
Aharon Barak, mantan Ketua Mahkamah Agung Israel, memperingatkan potensi terjadinya perang saudara. Ia menyampaikan, “Pencegahan tirani mayoritas yang telah menyalahgunakan kekuasaannya” diperlukan untuk menghindari kehancuran
Demonstrasi di Tepi Barat mencoba menolak operasi PA. Beberapa video juga memperlihatkan kekerasan ketika aparat menahan demonstran, memicu pertanyaan tentang legitimasi tindakan PA .
Krisis ini diperparah oleh konflik bersenjata Israel-Hamas di Gaza. Fokus yang terbagi membuat PA semakin lemah dalam menenangkan wilayah Tepi Barat, sementara Hamas menegaskan akan terus melawan pendudukan Israel .
Rakyat sipil pun menjadi korban. Kehidupan di kamp-kamp pengungsi penuh ketidakpastian akibat kekerasan internal dan tekanan ekonomi dari blokade Israel serta konflik militer yang berlangsung
Situasi di Jenin dan kota lain memperlihatkan adanya yurisdiksi ganda: PA dan pasukan Israel terkadang berkordinasi, namun hal ini justru menimbulkan kebencian di antara warga lokal yang melihatnya sebagai pengkhianatan.
PBB dan mediator internasional telah memperingatkan bahwa konflik internal semacam ini akan melemahkan perjuangan Palestina secara keseluruhan dan menjadi senjata propaganda Israel untuk menjustifikasi intervensi lebih lanjut.
Konflik Internal dan Kekuatan yang Bertikai, Risiko Perang Saudara dan Dampaknya
Menghadapi kekerasan yang terus meningkat, seluruh pihak perlu menahan diri dan menghentikan operasi militer terhadap saudara sendiri. Rekonsiliasi politik menjadi penting agar fokus utama kembali kepada pencapaian kemerdekaan dan kesejahteraan bersama. Rakyat Palestina sangat membutuhkan stabilitas untuk memulihkan kehidupan dan membangun masa depan.
Berbagai organisasi internasional bisa memfasilitasi dialog antara Fatah dan Hamas agar konflik tidak berlanjut. Hanya dengan persatuan dan visi bersama, masyarakat Palestina bisa melawan tekanan eksternal dan internal.
Para pemimpin PA dan Hamas hendaknya mengedepankan komitmen persatuan, menghentikan kekerasan, serta mengutamakan perlindungan warga sipil. Perlu dimulai dialog penuh tanpa prasyarat guna mengurangi ketegangan dan mencegah eskalasi lebih jauh.
Dukungan internasional harus diarahkan untuk memperkuat perdamaian dan demokrasi, bukan memihak satu faksi. Masyarakat sipil perlu diberdayakan melalui program rekonsiliasi, pendidikan, dan ekonomi untuk meninjau kembali solidaritas nasional.
Kesimpulannya, konflik internal saat ini benar-benar mengancam stabilitas Palestina dan memperlemah posisi tawar dalam menghadapi pendudukan. (*)