Jakarta EKOIN.CO – Kejaksaan Negeri Jakarta Barat kembali melanjutkan proses hukum gugatan pembatalan perkawinan antara seorang Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) asal Arab Saudi. Sidang kedua yang digelar di Pengadilan Agama Jakarta Barat mengagendakan jawaban turut tergugat sekaligus pembuktian, memperjelas langkah hukum Kejaksaan dalam melindungi kepentingan umum dari dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok perkawinan rekayasa. Kehadiran Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam perkara ini menegaskan peran Kejaksaan sebagai pelindung hukum bagi masyarakat, khususnya korban yang rentan dieksploitasi.
JPN Kejari Jakarta Barat bertindak sebagai penggugat berdasarkan kuasa dari Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Hendri Antoro. Tim JPN diwakili oleh Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun), Anggara Hendra Setya Ali, beserta tim. Persidangan ini juga dihadiri oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Cengkareng selaku Turut Tergugat. Sementara itu, kedua tergugat, Hamad Saleh dan Alifah Futri, tidak hadir di persidangan meskipun telah dipanggil secara sah melalui rogatori karena berdomisili di Arab Saudi.
Sesuai ketentuan hukum yang berlaku, sidang tetap dilanjutkan meskipun para tergugat tidak hadir. Langkah ini menunjukkan bahwa proses hukum akan terus berjalan demi tegaknya keadilan. Kejaksaan Negeri Jakarta Barat memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan pembatalan perkawinan ini berdasarkan Staatsblad 1922 Nomor 522, Pasal 123 Ayat (2) HIR, serta merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Pasal-pasal tersebut memberikan kewenangan kepada jaksa untuk bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara dalam perkara perdata untuk dan atas nama negara, pemerintah, maupun kepentingan umum. Kewenangan ini menjadi dasar kuat bagi Kejaksaan untuk mengambil peran aktif dalam kasus-kasus yang melibatkan perlindungan masyarakat. Dalam kasus ini, peran tersebut sangat vital karena berkaitan dengan dugaan eksploitasi dan tindak pidana serius.
Perlindungan Korban Dugaan TPPO Lewat Perkawinan Rekayasa
Dalam perkara ini, JPN bertindak untuk melindungi kepentingan umum, terutama korban yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus perkawinan rekayasa. Gugatan pembatalan perkawinan diajukan berdasarkan informasi dari Atase Hukum KBRI Riyadh, yang mengindikasikan adanya dugaan TPPO. Korban, seorang WNI, diduga dieksploitasi oleh pasangannya, WNA asal Arab Saudi.
Pemeriksaan awal JPN menemukan indikasi bahwa pernikahan tidak dilaksanakan sesuai prosedur hukum yang diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Temuan ini menjadi landasan kuat bagi Kejaksaan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Jakarta Barat. Langkah ini menunjukkan komitmen Kejaksaan dalam menegakkan aturan hukum dan melindungi warga negara dari praktik-praktik yang merugikan.
Implikasi Hukum dan Langkah Kejaksaan Selanjutnya
Kasus ini memiliki implikasi hukum yang luas, khususnya dalam upaya pemberantasan TPPO dan perlindungan warga negara. Penggunaan modus perkawinan rekayasa untuk mengeksploitasi seseorang merupakan tantangan baru bagi penegakan hukum. Dengan mengambil langkah hukum ini, Kejaksaan mengirimkan pesan tegas bahwa praktik semacam itu tidak akan ditolerir.
Agenda persidangan selanjutnya dijadwalkan pada Selasa, 2 September 2025, dengan agenda musyawarah majelis. Tahapan ini akan menjadi penentu apakah gugatan pembatalan perkawinan ini akan dikabulkan atau tidak. Proses persidangan akan terus dipantau, mengingat pentingnya kasus ini dalam memberikan kepastian hukum bagi korban dan mencegah praktik serupa di masa depan.
Keberanian Kejaksaan untuk mengambil alih kasus ini menunjukkan bahwa lembaga penegak hukum memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak individu dan menjaga ketertiban sosial. Gugatan pembatalan perkawinan ini menjadi contoh nyata bagaimana hukum dapat digunakan sebagai alat untuk memerangi kejahatan terorganisir yang bersembunyi di balik institusi sakral seperti pernikahan.
Baca Juga : Bebas dari Penjara, Tom Lembong Gugat Hakim ke MA
Melalui kasus ini, Kejaksaan juga menegaskan pentingnya kolaborasi antar-lembaga, termasuk dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), dalam memecahkan masalah lintas negara. Informasi dari Atase Hukum KBRI Riyadh menjadi kunci dalam mengidentifikasi dugaan TPPO dan memulai proses hukum yang krusial ini.
Baca Juga : Brasil Siap Gugat di ICJ Bongkar Kejahatan Israel
Keputusan Kejaksaan untuk mengajukan gugatan ini bukan sekadar tindakan formalitas, melainkan cerminan dari komitmen institusi untuk melindungi warga negara, khususnya mereka yang berada di posisi rentan. Dengan demikian, gugatan pembatalan perkawinan ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan menjadi preseden penting dalam penegakan hukum di Indonesia.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v