Al Arish EKOIN.CO – Kapal bantuan kemanusiaan terbesar yang dikirim oleh Uni Emirat Arab (UEA), bernama Khalifa, telah tiba di Pelabuhan Al Arish, Mesir, pada 5 Agustus 2025. Kapal ini membawa rumah sakit lapangan lengkap dan 7.166 ton pasokan penting untuk warga Gaza, Palestina, yang tengah menghadapi krisis kemanusiaan akibat konflik berkepanjangan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kedatangan kapal Khalifa disambut oleh sejumlah pejabat kemanusiaan dari UEA, termasuk Sekretaris Jenderal Bulan Sabit Merah UEA, Ahmed Sari Al Mazrouei, bersama pejabat pemerintah Mesir. Delegasi tersebut turut dihadiri kelompok amal dan relawan yang siap menyalurkan bantuan ke Gaza.
Bantuan Komprehensif UEA untuk Warga Palestina
Dikutip dari The National, kapal Khalifa bertolak dari Pelabuhan Khalifa di Abu Dhabi pada 21 Juli 2025. Kapal ini membawa 4.372 ton bahan makanan, 1.433 ton perlengkapan tempat tinggal, 860 ton pasokan medis, dan 501 ton peralatan kesehatan, termasuk rumah sakit lapangan berfasilitas lengkap.
Bantuan tersebut merupakan bagian dari “Operasi Gallant Knight 3”, kampanye bantuan kemanusiaan yang diluncurkan oleh UEA menyusul pecahnya perang antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober 2023. Sejak saat itu, UEA telah mengirim delapan kapal bantuan ke Mesir sebagai titik distribusi ke Jalur Gaza.
Menurut keterangan resmi Kementerian Luar Negeri UEA, negara Teluk tersebut telah mengucurkan lebih dari 1,5 miliar dolar AS bantuan ke Gaza sejak konflik meletus. Total bantuan mencapai lebih dari 80.000 ton, mencakup kebutuhan pokok untuk meringankan penderitaan masyarakat Gaza.
Distribusi bantuan melalui Mesir dilakukan mengingat akses ke Gaza sangat terbatas. Jalur pengiriman bantuan ini menjadi tumpuan utama dalam memastikan tersalurnya makanan, obat-obatan, dan fasilitas kesehatan ke wilayah yang terdampak.
Krisis Kemanusiaan Kian Parah di Gaza
Kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza terus memburuk. Berdasarkan laporan WAFA, hingga Selasa, 6 Agustus 2025, korban tewas akibat agresi Israel sejak Oktober 2023 telah mencapai 61.020 jiwa. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu, korban luka mencapai 150.671 orang.
Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) mencatat, rata-rata 28 anak tewas setiap hari di Gaza. UNICEF mengungkapkan bahwa kematian anak-anak terjadi tidak hanya akibat pemboman, tetapi juga karena malnutrisi, kelaparan, serta kurangnya akses terhadap bantuan dan layanan vital.
“Kematian akibat pemboman. Kematian akibat malnutrisi dan kelaparan. Kematian akibat kurangnya bantuan dan layanan vital,” tulis UNICEF melalui akun X resminya.
UNICEF menambahkan, “Anak-anak Gaza membutuhkan makanan, air, obat-obatan dan perlindungan. Lebih dari segalanya, mereka membutuhkan gencatan senjata, sekarang.”
Di sisi lain, pengiriman rumah sakit lapangan oleh UEA ini menjadi langkah krusial karena fasilitas kesehatan di Gaza mengalami kehancuran parah. Sebagian besar rumah sakit tidak lagi beroperasi secara penuh karena kekurangan peralatan medis dan tenaga medis.
Pemerintah Mesir bekerja sama dengan otoritas UEA dan organisasi internasional untuk mempercepat pengiriman bantuan ke wilayah Gaza. Koordinasi ini dinilai penting untuk memastikan bantuan tidak terhambat dan dapat segera menjangkau masyarakat yang sangat membutuhkan.
Beberapa sumber kemanusiaan menyebutkan, logistik dari kapal Khalifa akan diprioritaskan bagi anak-anak, perempuan, dan lansia yang mengalami dampak terburuk dari konflik. Rumah sakit lapangan ini diproyeksikan dapat menampung ratusan pasien dalam sekali waktu.
Pengiriman kapal bantuan oleh UEA ini juga mendapat dukungan dari berbagai organisasi kemanusiaan global. Kolaborasi multilateral dinilai penting untuk memperkuat jalur bantuan yang aman dan cepat menuju Gaza.
Sementara itu, belum ada tanda-tanda gencatan senjata permanen antara Israel dan Hamas, meski tekanan internasional semakin meningkat. Negara-negara di kawasan, termasuk Mesir dan Yordania, terus mendorong upaya diplomatik untuk meredakan situasi.
Banyak pihak berharap agar langkah kemanusiaan seperti yang dilakukan UEA dapat diikuti oleh negara-negara lain, guna meringankan beban rakyat Palestina di tengah keterbatasan dan penderitaan yang mendalam.
Hingga berita ini diturunkan, pengiriman bantuan masih berlangsung, dan konvoi truk bantuan dari Al Arish menuju Gaza dipersiapkan secara bertahap. Pemerintah Mesir memastikan jalur distribusi aman dan terkoordinasi dengan baik.
Kehadiran kapal Khalifa membawa harapan bagi jutaan warga Gaza yang masih terjebak dalam krisis panjang. Bantuan ini juga menjadi simbol solidaritas dunia terhadap penderitaan rakyat Palestina yang terus berlangsung.
yang dapat diambil dari kejadian ini adalah pentingnya kolaborasi internasional dalam menghadapi krisis kemanusiaan. Negara-negara dengan kapasitas dan sumber daya harus berperan aktif memberikan dukungan nyata bagi korban konflik, tanpa menunggu proses politik yang panjang.
Kebutuhan mendesak seperti makanan, air, layanan medis, dan perlindungan terhadap warga sipil tidak boleh tertunda. Setiap langkah bantuan dapat menyelamatkan nyawa dan mengurangi penderitaan yang terjadi secara masif.
Upaya diplomasi untuk menghentikan perang harus sejalan dengan penyediaan bantuan langsung yang efisien dan cepat. Krisis di Gaza telah menunjukkan betapa rentannya kelompok sipil, terutama anak-anak, dalam situasi konflik bersenjata.
Dunia internasional harus menaruh perhatian serius terhadap kondisi kemanusiaan yang memburuk, dan mendesak semua pihak untuk mengedepankan hak asasi manusia serta perlindungan terhadap warga sipil.
Langkah UEA harus menjadi inspirasi global dalam memobilisasi bantuan yang bukan hanya bersifat simbolik, tetapi memberikan dampak nyata di lapangan, demi menyelamatkan masa depan rakyat Gaza.
(*)