Indramayu EKOIN.CO – Sebuah konflik keluarga mencuat di Blok Wanasari, Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, setelah seorang kakek menggugat cucu kandungnya sendiri yang masih berusia 12 tahun terkait sengketa kepemilikan tanah dan rumah. Gugatan itu juga mencakup kakak kandung sang cucu dan ibu mereka.
Gugatan hukum ini menyasar Zaki Fasa Idan (12), Heryatno (20), dan Rastiah (37) yang merupakan cucu, anak, dan menantu dari sang kakek penggugat. Permasalahan ini muncul setelah meninggalnya kepala keluarga pada tahun 2023 lalu.
Berdasarkan pantauan Tribuncirebon.com, rumah yang menjadi objek sengketa terletak tepat di depan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong. Lokasinya cukup strategis dan telah ditempati keluarga ini selama lebih dari 15 tahun.
Bangunan rumah ini memiliki luas 162 meter persegi, terdiri dari empat kamar tidur, dapur, kamar mandi, serta warung nasi campur dan tempat pembakaran ikan di bagian depan. Rumah ini menjadi tumpuan utama ekonomi keluarga.
Heryatno, anak sulung dari Rastiah, mengatakan bahwa bangunan rumah tersebut sepenuhnya dibangun oleh orang tuanya sendiri. Tanah tempat rumah itu berdiri sebelumnya merupakan empang yang telah diuruk.
Untuk dokumen kepemilikan, sertifikat tanah diketahui tercatat atas nama kakek dan nenek mereka. Hal ini terjadi karena dalam proses pembelian tanah sekitar tahun 2008, orang tua dari pihak kakek menyumbang sebagian besar dana.
“Dari harga Rp 35 juta waktu itu, kakek dan nenek saya menyumbang Rp 23 juta, sisanya Rp 12 juta dari orang tua saya,” ungkap Heryatno saat ditemui pada Senin (7/7/2025).
Meskipun demikian, menurut Heryatno, semasa hidup ayahnya sudah berniat mengganti dana yang dikeluarkan kakek dan neneknya. Namun niat itu ditolak oleh sang kakek dengan alasan hubungan keluarga.
“Katanya gak usah diganti karena kakek saya cuma bisa ngasih tanah saja, tapi bangunan rumahnya disuruh bangun sendiri,” ujar Heryatno menirukan pernyataan kakeknya dahulu.
Rumah Tempat Usaha Kini Jadi Objek Gugatan
Konflik muncul setelah ayah dari Zaki dan Heryatno meninggal dunia. Sebelumnya, menurut keluarga, tidak pernah ada permasalahan menyangkut hak atas tanah tersebut.
Heryatno menyampaikan bahwa rumah yang sekarang disengketakan merupakan satu-satunya tempat tinggal sekaligus tempat usaha keluarganya. Di sana, mereka menjalankan usaha warung nasi campur dan ikan bakar.
“Makanya kalau pergi bukan cuma tempat tinggal, tapi usaha untuk kebutuhan sehari-hari juga hilang,” tuturnya dengan nada berat.
Menurutnya, gugatan ini mengejutkan dan sulit diterima secara emosional. Apalagi, cucu bungsu mereka, Zaki Fasa Idan, masih sangat belia dan baru menginjak usia 12 tahun.
Sementara itu, Rastiah selaku ibu dari Zaki dan Heryatno hingga saat ini masih berupaya mencari jalan damai. Namun belum ada titik temu sejak gugatan dilayangkan oleh pihak kakek.
Dalam catatan hukum, ketiga pihak tergugat, yakni Zaki, Heryatno, dan Rastiah, kini tengah menyiapkan pendampingan hukum untuk menghadapi proses peradilan yang akan berjalan dalam waktu dekat.
Keluarga Kecil Terancam Kehilangan Sumber Penghidupan
Selain menghadapi tekanan emosional, keluarga ini juga menghadapi ketidakpastian ekonomi. Rumah tersebut bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga pusat ekonomi kecil yang mereka kelola.
Dengan adanya gugatan, mereka merasa terancam kehilangan segala hal yang selama ini mereka perjuangkan. Terlebih, usaha kecil yang dijalankan di rumah itu menjadi sumber nafkah utama keluarga.
“Saya gak habis pikir bisa sampai seperti ini. Selama ini gak pernah ada masalah apa-apa,” ucap Heryatno lirih.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kakek belum memberikan keterangan resmi terkait alasan utama menggugat cucu, anak, dan menantu sendiri ke jalur hukum.
Warga sekitar juga enggan berkomentar banyak, meski menyayangkan adanya konflik keluarga yang dibawa hingga ke meja hijau.
Konflik ini menjadi perhatian karena menyangkut hubungan keluarga dekat dan kondisi anak di bawah umur yang turut terseret dalam proses hukum.
Pihak desa Karangsong belum memberikan tanggapan resmi atas konflik yang terjadi di warganya tersebut. Namun situasi di lokasi rumah masih berjalan normal.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
sebaiknya semua pihak duduk bersama dengan kepala dingin untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Meskipun secara hukum memungkinkan, namun menyertakan anak di bawah umur dalam gugatan bisa menimbulkan dampak psikologis jangka panjang.
Pihak keluarga penggugat sebaiknya mempertimbangkan kembali nilai kemanusiaan dan sejarah bersama atas rumah tersebut. Memperdebatkan aset keluarga di pengadilan bisa memperpanjang konflik yang seharusnya bisa diselesaikan secara damai.
Pemerintah desa atau tokoh masyarakat bisa mengambil peran sebagai mediator untuk mencari jalan tengah. Mediasi bisa menjadi jalan lebih cepat dan bijak dibandingkan sengketa berlarut di pengadilan.
Lembaga perlindungan anak juga dapat turun tangan mengingat Zaki masih di bawah umur dan berpotensi mengalami tekanan emosional. Pendampingan psikologis sangat dibutuhkan dalam situasi seperti ini.
konflik keluarga semacam ini sebaiknya dihindari agar tidak menimbulkan luka batin antar generasi. Warisan tidak hanya soal harta, tetapi juga warisan nilai kekeluargaan yang harus dijaga bersama.(*)