Jakarta ,EKOIN.CO – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Luar Negeri kembali menyelenggarakan Monthly Economic Diplomacy Meeting untuk membahas peluang strategis pemanfaatan tarif ekspor rendah milik Timor Leste ke Amerika Serikat. Pertemuan ini diadakan pada Sabtu, 12 Juli 2025, sebagai langkah konkret mempererat hubungan ekonomi bilateral dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global melalui skema re-export.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Wakil Ketua Umum Bidang Diplomasi Multilateral Kadin Indonesia, Andi Anzar Cakra Wijaya, mewakili Ketua Umum Anindya Bakrie dan Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Luar Negeri James Riady dalam acara tersebut. Ia menyampaikan bahwa forum ini menjadi momen penting untuk memetakan peluang kerja sama ekonomi jangka panjang antara Indonesia dan Timor Leste.
Dalam pidatonya, Andi Anzar menekankan bahwa hubungan erat kedua negara selama puluhan tahun menjadi fondasi kokoh dalam menjajaki kerja sama dagang yang lebih adil dan saling menguntungkan. Menurutnya, kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat membuka peluang besar melalui Timor Leste.
“Kita banyak belajar menjadi saudara bersama Timor Leste selama puluhan tahun dan hari ini kita mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan tarif ekspor yang lebih rendah. Ini sedang kita jajaki bersama,” ujarnya sebagaimana disampaikan dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu, 12 Juli.
Peluang Skema Re-Export Indonesia ke AS
Dalam forum ini, skema re-export atau ekspor ulang melalui Timor Leste menjadi salah satu pembahasan utama. Skema ini dinilai dapat menjadi jalan strategis bagi pelaku usaha Indonesia untuk masuk pasar Amerika Serikat dengan biaya tarif lebih rendah.
Andi Anzar menambahkan bahwa neraca perdagangan antara Indonesia dan Timor Leste saat ini masih mencatatkan defisit di pihak Timor Leste. Oleh karena itu, diperlukan langkah bersama agar hubungan perdagangan lebih seimbang.
“Kita harus saling bantu sebagai tetangga dekat, agar neraca perdagangan ini bisa mendekati keseimbangan,” katanya.
Menteri Perdagangan dan Industri (MCI) Timor Leste, Nino Filipus Pereira, menyambut baik inisiatif ini dan menyampaikan bahwa Timor Leste menawarkan insentif tarif ekspor sekitar 10% ke pasar Amerika Serikat. Hal tersebut, menurutnya, dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha Indonesia.
“Melalui kerja sama ini, kita harap pengusaha Indonesia bisa memakai Timor Leste sebagai tempat transit ekspor ke Amerika Serikat agar keduanya mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih besar,” ujar Nino.
Potensi Investasi di Kawasan Industri Timor Leste
Selain skema ekspor ulang, Pemerintah Timor Leste juga membuka peluang kerja sama di berbagai sektor strategis lainnya. Menurut Nino, sektor industri, pertanian, dan perikanan menawarkan potensi besar yang bisa dikembangkan bersama.
Ia menyebut bahwa Timor Leste sedang membangun kawasan industri baru yang dinilai sangat menarik bagi para investor Indonesia. “Kami sedang mengembangkan kawasan industri dan ini adalah peluang menarik bagi investor Indonesia,” tambah Nino.
Timor Leste juga berharap dapat memperkecil defisit perdagangan dengan Indonesia melalui peningkatan ekspor produknya ke pasar Indonesia. Upaya ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang agar perdagangan kedua negara menjadi lebih berimbang.
“Beberapa produk Timor Leste sudah mulai dipersiapkan untuk masuk ke pasar Indonesia. Ini bagian dari langkah kami memperkecil kesenjangan defisit perdagangan,” pungkasnya.
Dalam pertemuan tersebut, ekonom senior yang juga Komisaris Utama MIND ID, Fuad Bawazier, memberikan pandangan mengenai perlunya Indonesia belajar dari negara seperti Tiongkok. Ia menekankan bahwa Indonesia sebaiknya tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga harus membangun kapasitas sebagai produsen.
“Negara seperti Tiongkok dulu hanya dikenal memproduksi barang-barang sederhana. Namun sekarang, mereka sudah menjadi produsen teknologi maju. Kita harus belajar dari sana,” ungkap Fuad.
Menurut Fuad, momen kerja sama dengan Timor Leste ini seharusnya dimanfaatkan tidak hanya untuk ekspor, tetapi juga membangun ekosistem produksi dan inovasi bersama. Hal ini penting agar Indonesia tidak selalu bergantung pada negara lain dalam rantai pasok global.
Fuad juga menambahkan bahwa upaya seperti re-export perlu disertai dengan kebijakan industri nasional yang kuat agar manfaatnya berkelanjutan. Ia menyebut pentingnya mendorong sektor produksi dalam negeri melalui kolaborasi lintas negara.
Kadin Indonesia menyampaikan bahwa inisiatif forum ekonomi diplomatik ini akan terus dilanjutkan setiap bulan untuk memperkuat konektivitas dagang Indonesia ke berbagai wilayah, termasuk Asia Tenggara dan Pasifik.
Pertemuan seperti ini diharapkan dapat mendorong pemahaman bersama antara pelaku usaha dan pemerintah dalam memanfaatkan kebijakan internasional yang sedang berlaku, termasuk skema preferensi tarif negara-negara berkembang.
Kadin juga menyebut bahwa keterlibatan aktif dari dunia usaha sangat penting agar strategi dagang seperti re-export tidak hanya sebatas konsep, namun bisa diimplementasikan dengan efektif dan efisien.
Diharapkan pula, Indonesia dapat memosisikan dirinya sebagai mitra regional yang proaktif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan dengan pendekatan kerja sama yang saling menguntungkan.
Melalui forum seperti ini, Kadin berkomitmen mempertemukan kepentingan strategis negara dengan kebutuhan konkret dunia usaha untuk menciptakan hasil yang nyata dalam pembangunan ekonomi.
Peluang kerja sama dengan Timor Leste bukan hanya strategi dagang sesaat, namun juga bagian dari pembangunan ekonomi kolektif yang berbasis kedekatan sejarah dan geopolitik regional.
Kerja sama Indonesia-Timor Leste ke depan dapat mendorong pembangunan kawasan ekonomi baru di perbatasan yang akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kedua negara.
Sebagai langkah konkret, diperlukan roadmap kerja sama jangka panjang yang melibatkan sektor swasta, lembaga pembiayaan, dan pemerintah kedua negara secara terintegrasi.
Mekanisme re-export melalui Timor Leste juga dapat menjadi model yang diterapkan dengan negara lain yang memiliki preferensi tarif ekspor rendah, seperti beberapa negara Afrika dan Karibia.
Kerja sama ini membuka peluang Indonesia memperluas pasar ekspornya secara tidak langsung, dengan tetap menjaga daya saing produk nasional di tengah persaingan global yang semakin kompleks.
Penting bagi Indonesia untuk membangun kapasitas industri hilir, agar kerja sama perdagangan seperti ini tidak berhenti di ekspor bahan mentah, tetapi juga menyertakan produk bernilai tambah.
Upaya ini memerlukan harmonisasi kebijakan perdagangan, penguatan diplomasi ekonomi, dan kolaborasi antar institusi agar dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Forum diplomasi ekonomi yang digelar oleh Kadin Indonesia menunjukkan inisiatif strategis untuk memperluas pasar ekspor melalui kemitraan regional yang saling menguntungkan. Pemanfaatan tarif rendah Timor Leste ke Amerika Serikat menjadi peluang konkret yang dapat diakses pelaku usaha Indonesia. Langkah ini menunjukkan arah baru dalam pendekatan perdagangan internasional Indonesia.
Pentingnya kolaborasi antar pemerintah dan pelaku usaha menjadi fondasi agar skema re-export dapat diterapkan dengan optimal. Selain itu, pembukaan kawasan industri baru di Timor Leste juga menambah potensi kerja sama jangka panjang di sektor riil. Kadin Indonesia juga mendorong keterlibatan aktif pengusaha dalam menciptakan hubungan dagang yang berkelanjutan.
Timor Leste sendiri berinisiatif memperkecil defisit perdagangan dengan Indonesia, memperlihatkan semangat mutualisme ekonomi kedua negara. Hal ini mencerminkan kedekatan historis yang kini diterjemahkan dalam kerja sama konkret yang menguntungkan kedua belah pihak.
Dukungan dari tokoh ekonomi seperti Fuad Bawazier menunjukkan pentingnya memperkuat basis industri dalam negeri agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar pasif. Pembelajaran dari negara-negara maju menjadi cermin untuk pembangunan industri Indonesia ke depan.
Dengan forum yang digelar secara rutin, Kadin Indonesia menegaskan komitmennya memperluas jejaring diplomasi ekonomi untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar internasional. Hal ini menjadi modal penting menuju kemandirian dan daya saing ekonomi nasional yang lebih kuat.(*)