Serang EKOIN.CO – Kepala Desa Kohod, Arsin, didakwa melakukan penyalahgunaan kewenangan dengan menyulap lautan seluas 300 hektar menjadi sertifikat hak milik (SHM) atas nama warga. Kasus dugaan korupsi lahan laut ini terungkap dalam sidang di Pengadilan Tipikor Serang pada Selasa (30/9/2025). Gabung WA Channel EKOIN.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banten, Faiq Nur Fiqri Sofa dan Subardi, memaparkan bahwa Arsin tidak bekerja sendirian. Ia diduga berkolaborasi dengan Sekdes Ujang Karta, pengacara Septian Prasetyo, serta seorang wartawan bernama Chandra Eka Agung Wahyudi. Mereka disebut menjual lahan laut tersebut kepada perusahaan swasta.
Menurut JPU, aksi itu dimulai sejak pertengahan 2022. Saat itu, Arsin menawarkan sebidang lahan pinggir laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, kepada PT Cakra Karya Semesta. Lahan tersebut masih berupa lautan dengan patok bambu sehingga awalnya perusahaan menolak.
Modus Perubahan Laut Jadi Lahan
Jaksa mengungkap cara Arsin bersama rekan-rekannya mengubah status lautan seakan menjadi daratan. Mereka menerbitkan Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) atas nama warga, kemudian mengurus Nomor Objek Pajak (NOP), hingga mendapatkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).
“Nantinya SPPT PBB telah diterbitkan oleh Bapenda Kabupaten Tangerang maka Arsin menerbitkan Surat Keterangan Riwayat Tanah (PM 1) untuk pengurusan Sertifikat ke BPN Kabupaten Tangerang,” kata Faiq dalam sidang.
Untuk melengkapi persyaratan, Ujang diminta mencari warga yang bersedia menyerahkan KTP dan KK. Dari upaya itu terkumpul 203 identitas yang dipakai sebagai dasar penerbitan dokumen. Dari data tersebut, berhasil dibuat 260 SHM yang kemudian diturunkan menjadi 243 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
Transaksi Puluhan Miliar Rupiah
Bermodal dokumen tersebut, PT Cakra Karya Semesta akhirnya membeli lahan dengan harga Rp10.000 per meter. Total nilai transaksi mencapai Rp33 miliar. Perjanjian pembayaran dilakukan dua tahap, 50 persen di muka dan sisanya setelah lahan dapat digunakan.
Uang hasil transaksi dibagi dengan pola 40 persen untuk warga, sedangkan 60 persen lainnya diterima para terdakwa bersama seorang perantara bernama Hasbi Nurhamdi. Skema pembagian ini diungkap JPU dalam dakwaan.
Arsin bersama tiga terdakwa lainnya kini dijerat Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 5 ayat (2) dan atau Pasal 9 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti, ancaman hukuman berat menanti.
Persidangan ini menjadi sorotan publik karena memperlihatkan modus baru penyalahgunaan kewenangan di wilayah pesisir. Proses hukum akan terus berlanjut, dengan agenda mendengar keterangan saksi dan pembuktian lebih lanjut dari pihak penuntut.
Kasus ini juga memberi pelajaran penting tentang perlunya pengawasan lebih ketat terhadap tata kelola lahan pesisir agar tidak disalahgunakan. Pemerintah daerah diharapkan memperkuat regulasi dan sistem administrasi pertanahan sehingga praktik serupa tidak terulang.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v