Rakhine,EKOIN.CO- Serangan udara militer Myanmar menewaskan sedikitnya 18 orang di Rakhine, Senin (15/9/2025). Jet tempur dilaporkan membom dua sekolah swasta, sebagian besar korban merupakan siswa berusia belasan tahun. Tragedi ini memperlihatkan dampak paling nyata dari perang saudara yang berkepanjangan.
Gabung WA Channel EKOIN untuk update berita terbaru
Menurut keterangan kelompok bersenjata Tentara Arakan (AA), sasaran serangan adalah Sekolah Menengah Swasta Pyinnyar Pan Khinn dan A Myin Thit di Desa Thayet Thapin, Kyauktaw. “Sebagian besar korban adalah siswa berusia 17 hingga 18 tahun,” ujar juru bicara AA, Khaing Thukha, dikutip Associated Press.
AA menyebutkan jet tempur menjatuhkan dua bom tepat di area sekolah. Ledakan tidak hanya menewaskan para siswa, tetapi juga melukai puluhan orang serta merusak rumah-rumah di sekitar lokasi.
“Kami merasa sama sedihnya dengan keluarga korban atas kematian para mahasiswa tak berdosa,” tulis AA melalui pernyataan resmi di Telegram.
Perang saudara dan korban sipil
Seorang relawan kemanusiaan setempat, Wai Hun Aung, mengatakan beberapa korban termasuk pengungsi yang berlindung di sekolah. Ia mencatat 21 orang luka-luka, enam di antaranya dalam kondisi kritis.
UNICEF pun mengecam keras serangan tersebut. “Serangan brutal tersebut menambah pola kekerasan yang semakin menghancurkan di Rakhine, dengan anak-anak dan keluarga menanggung akibatnya,” tegas lembaga itu dalam pernyataan resmi, Sabtu (13/9/2025).
Serangan ini semakin menegaskan bahwa perang saudara di Myanmar terus merenggut nyawa warga sipil. Anak-anak dan remaja yang seharusnya belajar justru menjadi korban konflik.
Konteks konflik di Rakhine
Sejak akhir 2023, AA berhasil menguasai sebagian besar wilayah Rakhine. Kelompok ini menuntut otonomi lebih luas dari pemerintah pusat Myanmar. Pertempuran dengan militer pun meningkat tajam, menimbulkan penderitaan luas di kalangan masyarakat sipil.
Wilayah Rakhine sendiri sudah lama dikenal sebagai pusat konflik etnis. Sebelum bentrokan AA dengan militer, wilayah ini menjadi sorotan dunia karena krisis Rohingya. Kini, warga sipil kembali harus menghadapi gelombang kekerasan baru.
Myanmar masih terjebak dalam kekacauan sejak kudeta militer 1 Februari 2021. Data lembaga swadaya masyarakat menyebut lebih dari 7.200 orang telah tewas akibat represi pasukan keamanan.
Dengan serangan terbaru ini, jumlah korban diperkirakan akan terus meningkat. Perang saudara membuat setiap tempat, termasuk sekolah, tidak lagi aman bagi anak-anak.
Organisasi internasional diminta lebih aktif mendorong penghentian kekerasan. Namun hingga kini, upaya diplomasi belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Jika konflik terus berlanjut, korban sipil akan semakin bertambah dan masa depan generasi muda Myanmar makin terancam. Situasi ini menuntut perhatian serius komunitas global agar tragedi serupa tidak terulang. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v