Tokyo EKOIN.CO – Pemerintah Jepang menetapkan kenaikan upah minimum nasional sebesar 66 yen per jam mulai April 2025. Dengan demikian, rata-rata upah minimum di seluruh prefektur kini mencapai 1.121 yen per jam, atau setara Rp125 ribu. Kenaikan ini menjadi yang tertinggi sepanjang beberapa tahun terakhir.
Bila dihitung, seorang pekerja dengan jam kerja enam jam per hari bisa mengantongi sekitar Rp21 juta per bulan. Kebijakan ini diharapkan mampu meringankan beban masyarakat yang menghadapi biaya hidup semakin tinggi.
Menurut laporan Japan Today, kenaikan upah minimum tersebut mencapai 6,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meski begitu, angka itu masih di bawah target pemerintah yang menuntut pertumbuhan rata-rata 7,3 persen per tahun hingga 2029.
Upah Minimum dan Biaya Hidup
Kenaikan upah minimum di Jepang tak lepas dari melonjaknya harga barang dan jasa dalam beberapa tahun terakhir. Tekanan inflasi membuat rumah tangga semakin sulit menjaga kestabilan anggaran, sehingga pemerintah didesak memperkuat daya beli pekerja.
Perdana Menteri Shigeru Ishiba menegaskan komitmennya untuk mendorong pertumbuhan upah di atas laju inflasi. “Pemerintah akan melakukan upaya maksimal mendukung usaha kecil yang bersedia menaikkan upah,” ucap Ishiba di hadapan wartawan.
Meskipun memberikan keuntungan bagi pekerja, kebijakan ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha. Usaha kecil dan menengah dinilai akan merasakan beban lebih besar karena harus menyesuaikan struktur gaji dengan pendapatan yang relatif terbatas.
Perbedaan Upah Antarwilayah di Jepang
Data Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang menunjukkan perbedaan upah minimum antarwilayah cukup signifikan. Tokyo menjadi prefektur dengan upah tertinggi, yakni 1.226 yen per jam.
Sementara itu, prefektur Kochi, Miyazaki, dan Okinawa mencatatkan upah terendah dengan 1.023 yen per jam. Meski demikian, rata-rata nasional tetap terdongkrak berkat kenaikan di wilayah metropolitan seperti Tokyo dan Osaka.
Sistem penetapan upah minimum di Jepang dilakukan melalui panel pemerintah yang menetapkan pedoman nasional. Selanjutnya, panel di tiap prefektur menyesuaikan keputusan sesuai kondisi lokal sebelum disahkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
Kebijakan ini akan diterapkan mulai Oktober 2025, meski waktu pemberlakuannya bisa berbeda di tiap prefektur. Pemerintah berharap penyesuaian bertahap mampu mengurangi beban dunia usaha.
Ekonom menilai kenaikan ini akan menjadi faktor penting dalam menstabilkan konsumsi masyarakat, meskipun risikonya adalah meningkatnya tekanan biaya produksi di sektor swasta. Pemerintah Jepang pun berupaya menyeimbangkan kepentingan pekerja dan pelaku usaha.
Dengan target 1.500 yen per jam pada akhir dekade 2020-an, Jepang masih perlu menjaga pertumbuhan upah agar sesuai arah kebijakan ekonomi jangka panjang. Para pekerja menaruh harapan besar agar kenaikan ini benar-benar berdampak nyata pada kesejahteraan mereka. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v