Semarang,EKOIN.CO- Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) mendapatkan dana hibah riset sebesar Rp 26 miliar dari Pemerintah Inggris untuk penelitian penyakit infeksi. Hibah ini difokuskan pada pengendalian bakteri multiresisten yang menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Program riset akan melibatkan jejaring rumah sakit tipe A, B, dan C di berbagai daerah. Gabung WA Channel EKOIN di sini.
Penelitian ini digagas untuk memperkuat strategi nasional dalam menghadapi ancaman resistensi antibiotik. Menurut data penelitian yang dilakukan Tauran dan timnya pada 2023 di Makassar, tingkat kematian akibat bakteri multiresisten mencapai 29,5 persen. Angka ini disebut jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat fatalitas Covid-19 pada periode 2020–2022 di Indonesia.
Penelitian Penyakit Infeksi Jadi Prioritas
Dana hibah dari Inggris akan digunakan untuk penelitian yang terintegrasi dengan rumah sakit pendidikan. FK Undip bersama jejaring rumah sakit tipe A, B, dan C di Indonesia akan melakukan pemetaan serta pengumpulan data klinis terkait kasus infeksi yang disebabkan bakteri multiresisten.
Pemerintah Inggris menilai kolaborasi ini penting karena penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Resistensi antibiotik memperburuk kondisi, sebab pasien sering kali tidak merespons pengobatan standar.
“Kasus bakteri multiresisten menjadi ancaman global yang harus ditangani bersama. Hibah ini diharapkan mempercepat lahirnya kebijakan berbasis riset,” ujar salah satu anggota tim peneliti FK Undip dalam pernyataan resminya.
Dampak Penelitian Terhadap Kebijakan Nasional
Sebelumnya, tim peneliti Undip juga pernah melakukan riset terkait resistensi antibiotik yang kemudian berkontribusi pada lahirnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba. Keberhasilan itu menjadi dasar kepercayaan pemerintah Inggris untuk kembali mendukung penelitian lanjutan di bidang penyakit infeksi.
Riset terbaru ini ditargetkan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan baru yang lebih komprehensif. Selain itu, hasil penelitian akan dipublikasikan secara internasional guna memperkuat posisi Indonesia dalam kontribusi global terhadap penanganan penyakit infeksi.
Tim peneliti menjelaskan, kolaborasi dengan rumah sakit tipe A, B, dan C memungkinkan diperolehnya gambaran nyata di lapangan. Setiap fasilitas kesehatan akan mengirimkan data pasien dengan infeksi serius, termasuk yang terpapar bakteri resisten.
Penguatan jejaring ini juga bertujuan memastikan sistem surveilans berjalan lebih akurat dan berkesinambungan. Data yang terkumpul dapat menjadi acuan dalam menentukan jenis antibiotik yang masih efektif.
Pakar kesehatan menilai, tingkat fatalitas yang tinggi akibat bakteri multiresisten harus segera diatasi. Angka 29,5 persen dari penelitian di Makassar menunjukkan bahwa ancaman ini lebih berbahaya dibandingkan wabah Covid-19.
Selain aspek kesehatan, penelitian juga diproyeksikan memberi dampak ekonomi. Biaya perawatan pasien dengan infeksi resisten jauh lebih tinggi karena membutuhkan antibiotik lini kedua atau ketiga yang harganya mahal.
Dengan adanya dana hibah Rp 26 miliar, FK Undip optimistis penelitian ini akan berjalan sesuai target. Dukungan dana memungkinkan tim memperluas cakupan penelitian hingga ke rumah sakit di luar Pulau Jawa.
Keterlibatan rumah sakit pendidikan juga akan memperkaya pengalaman mahasiswa kedokteran dalam menghadapi penyakit infeksi di lapangan. Hal ini dinilai penting untuk menyiapkan tenaga medis yang lebih siap dalam menghadapi ancaman resistensi antibiotik di masa depan.
Sejumlah kalangan menilai, riset ini sejalan dengan agenda pembangunan kesehatan nasional. Pemerintah Indonesia selama ini mendorong program pengendalian resistensi antibiotik melalui edukasi, peraturan, serta integrasi sistem kesehatan.
Kerja sama internasional seperti ini dipandang sebagai strategi yang efektif, karena penyakit infeksi tidak mengenal batas negara. Ancaman bakteri multiresisten sudah masuk kategori masalah lintas batas (cross-border health issue).
Dana hibah dari Inggris diharapkan juga dapat mendorong lahirnya inovasi baru, termasuk pemanfaatan teknologi laboratorium dan bioteknologi. Dengan riset yang kuat, Indonesia berpeluang mempercepat pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) di bidang kesehatan.
Kolaborasi Undip dengan jejaring rumah sakit diharapkan menjadi model yang bisa ditiru perguruan tinggi lain. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin besar peluang menghasilkan terobosan kebijakan yang efektif.
Penelitian penyakit infeksi tidak hanya menjadi isu medis, tetapi juga isu kemanusiaan. Angka kematian tinggi akibat resistensi antibiotik dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat secara signifikan.
Pada akhirnya, hibah Rp 26 miliar dari Inggris untuk FK Undip bukan sekadar bantuan riset, melainkan bentuk pengakuan atas kapasitas akademik Indonesia dalam memberikan kontribusi bagi kesehatan global.
Penelitian penyakit infeksi yang dilakukan FK Undip dengan dukungan dana hibah Rp 26 miliar dari Inggris menegaskan pentingnya kerja sama global menghadapi ancaman resistensi antibiotik.
Angka kematian tinggi akibat bakteri multiresisten, yang mencapai 29,5 persen, menunjukkan bahwa masalah ini harus segera menjadi prioritas nasional.
Kolaborasi dengan jejaring rumah sakit tipe A, B, dan C akan memberikan data yang lebih lengkap dan mendukung perumusan kebijakan baru.
Selain dampak kesehatan, penelitian ini juga akan mengurangi beban ekonomi masyarakat akibat biaya perawatan yang mahal.
Dukungan internasional diharapkan mempercepat langkah Indonesia menuju sistem kesehatan yang lebih tangguh menghadapi ancaman penyakit infeksi. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v