MOSKOW EKOIN.CO – Rusia resmi keluar dari kesepakatan nuklir Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) yang sebelumnya diteken bersama Amerika Serikat (AS), seperti diumumkan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia pada 6 Agustus 2025. Langkah ini memicu kekhawatiran global mengenai dimulainya kembali perlombaan senjata, khususnya di kawasan Eropa dan Asia-Pasifik.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
INF merupakan perjanjian bersejarah yang melarang pengembangan dan penyebaran rudal berbasis darat dengan jangkauan menengah dan pendek, termasuk rudal berhulu ledak nuklir. Perjanjian ini menjadi pilar utama dalam pengendalian senjata sejak ditandatangani pada 1987. Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa negaranya akan mempertimbangkan pengerahan rudal ke berbagai wilayah strategis setelah keluarnya dari INF.
Putin menyampaikan bahwa langkah ini diambil sebagai respons terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh manuver militer AS dan sekutunya. “Kami tidak akan tinggal diam terhadap penyebaran senjata ofensif di dekat wilayah kami,” kata Putin dalam pernyataannya yang disiarkan oleh kantor berita TASS.
Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa tidak adanya INF berarti tidak ada lagi batasan terhadap pengembangan rudal jarak menengah. Keputusan ini membuka jalan bagi Rusia untuk mengembangkan sistem persenjataan baru, yang disebut akan digunakan untuk menjaga keamanan nasional.
Perlombaan Senjata Mengancam Stabilitas Dunia
Tanpa INF, baik Rusia maupun AS kini bebas memproduksi dan menempatkan rudal jarak menengah di berbagai wilayah. Rudal-rudal ini memiliki kecepatan tinggi dan mampu menyerang target dalam hitungan menit, sehingga meningkatkan risiko salah hitung atau serangan tidak disengaja.
Pakar hubungan internasional dari Universitas Moskow, Andrei Klimov, memperingatkan bahwa dunia akan kembali ke situasi berbahaya seperti pada era Perang Dingin. “Tanpa kerangka hukum, tidak ada jaminan bahwa ketegangan tidak akan meningkat secara drastis,” ujar Klimov.
Sejumlah negara, termasuk China dan India, juga dinilai dapat terdorong untuk memperkuat militernya akibat kekosongan regulasi pasca-INF. Analis pertahanan menyebutkan bahwa ini bisa memicu efek domino, dengan negara-negara lain ikut memperbesar kekuatan militer sebagai langkah antisipatif.
Ketegangan juga meningkat di Eropa dan Asia-Pasifik. Langkah AS yang mengerahkan sistem rudal Typhon ke Filipina, serta latihan militer bersama Australia, dianggap Rusia sebagai ancaman langsung terhadap keamanan regional. Rusia menyatakan siap menempatkan rudal jarak menengah di Asia-Pasifik sebagai respons strategis.
Arsitektur Keamanan Global Terancam Runtuh
Runtuhnya INF menimbulkan dampak signifikan terhadap sistem pengendalian senjata global. Selain INF, perjanjian lain seperti New START dan Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT) kini juga terancam stabilitasnya.
Menurut pernyataan dari Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), hilangnya INF memperlemah legitimasi hukum internasional dalam mengatur kekuatan nuklir. SIPRI juga memperingatkan bahwa kepercayaan internasional terhadap diplomasi pengendalian senjata akan mengalami kemunduran tajam.
Selain risiko militer, ketegangan diplomatik dan ekonomi ikut meningkat. Negara-negara diperkirakan akan meningkatkan anggaran pertahanan secara drastis. Hal ini dapat memicu tekanan fiskal dan memperparah ketegangan perdagangan global, serta memperkuat blok-blok geopolitik baru.
Di Eropa Timur, negara-negara NATO dilaporkan tengah bersiap meningkatkan pertahanan dan memperkuat aliansi militer. Langkah ini sebagai respons terhadap potensi penyebaran rudal Rusia di wilayah yang berbatasan langsung dengan Eropa.
Situasi di Asia-Pasifik juga memburuk dengan kemungkinan pengerahan rudal oleh Rusia. Hal ini memicu kekhawatiran negara-negara di kawasan yang sebelumnya tidak menjadi bagian dari ketegangan INF, kini harus menyesuaikan postur pertahanannya.
Rusia menekankan bahwa langkah ini bukanlah awal dari agresi, melainkan upaya untuk mempertahankan keseimbangan strategis global. “Kami tidak mencari konflik, tapi kami tidak akan membiarkan ketidakseimbangan mengancam kedaulatan kami,” tegas juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia.
Sementara itu, Amerika Serikat belum memberikan tanggapan resmi atas keputusan Rusia tersebut. Namun, sejumlah pejabat pertahanan AS telah menyatakan keprihatinannya atas potensi perlombaan senjata yang tidak terkendali.
Laporan dari Defense News mencatat bahwa Kongres AS kini sedang mempertimbangkan alokasi anggaran tambahan untuk pengembangan sistem rudal jarak menengah guna mengimbangi ancaman baru dari Rusia.
Organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang pengendalian senjata, Arms Control Association, menyerukan agar negara-negara besar segera memulai negosiasi perjanjian baru untuk menggantikan INF demi menghindari eskalasi lebih lanjut.
Tanpa adanya pengganti INF, dunia dihadapkan pada risiko keamanan yang belum pernah terjadi sejak berakhirnya Perang Dingin. Runtuhnya kesepakatan ini menandai babak baru dalam geopolitik global yang berpotensi lebih tidak stabil.
Ketegangan ini tidak hanya berdampak pada bidang militer, tapi juga pada sektor ekonomi dan politik global. Negara-negara dipaksa mengambil langkah protektif, yang pada akhirnya bisa mempersempit ruang diplomasi dan memperbesar risiko konflik berskala besar.
Dunia menghadapi realitas baru, yaitu kekosongan dalam pengaturan senjata strategis. Hal ini dapat memicu kecurigaan dan mempercepat proses persenjataan kembali di berbagai belahan dunia.
Perubahan lanskap keamanan global pasca-INF memerlukan respons cepat dan diplomasi intensif untuk mencegah konflik terbuka. Masa depan keamanan internasional kini bergantung pada kemampuan negara-negara besar menahan diri dan membangun kembali kepercayaan.
untuk menghadapi kondisi ini adalah perlunya diplomasi intensif antarnegara besar untuk segera membentuk kesepakatan pengganti INF yang bisa mengatur pengembangan senjata secara ketat. Dialog multilateral yang melibatkan lebih banyak negara, termasuk China dan India, juga menjadi langkah krusial demi stabilitas global.
Negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dan Eropa perlu meningkatkan kapasitas diplomasi pertahanan dan memperkuat kerja sama regional guna meminimalisasi risiko konflik bersenjata. Komitmen terhadap transparansi dalam pengembangan militer juga penting untuk membangun kepercayaan internasional.
Masyarakat internasional, termasuk organisasi non-pemerintah dan lembaga pengawas, harus terus menekan pemerintah-pemerintah dunia untuk menahan diri dari perlombaan senjata. Pengawasan publik menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga keamanan global.
Kehilangan INF adalah pengingat bahwa perdamaian memerlukan usaha terus-menerus dan kerja sama global. Oleh karena itu, negara-negara harus segera memulai proses rekonstruksi sistem keamanan internasional yang lebih kuat dan adil.
Hanya dengan komitmen bersama, dunia dapat terhindar dari bencana nuklir dan kembali membangun tatanan global yang aman dan stabil. (*)