Bandung EKOIN.CO – Institut Teknologi Bandung (ITB), PT Pertamina (Persero), PT Pindad (Persero), dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait pengembangan bahan bakar nabati pada Kamis (7/8/2025). Kegiatan ini berlangsung di sela agenda Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025, yang turut dihadiri Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Penandatanganan MoU tersebut menjadi tonggak awal kolaborasi strategis lintas sektor antara dunia akademik, industri energi, dan manufaktur pertahanan. Langkah ini diarahkan untuk memperkuat ekosistem energi terbarukan nasional sekaligus mendorong riset dan inovasi di bidang energi ramah lingkungan.
Baca juga : Kemitraan Kementerian PU dan Perguruan Tinggi untuk Infrastruktur Nasional
Acara tersebut dihadiri Rektor ITB Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T., Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri, Direktur Utama PT Pindad Sigit P. Santosa, dan Direktur Utama BPDP Eddy Abdurrachman. Penandatanganan dilakukan langsung oleh masing-masing pimpinan sebagai bentuk komitmen bersama.
Menurut Prof. Tata, kerja sama ini merupakan bagian dari misi ITB sebagai institusi pendidikan tinggi untuk berperan aktif menjawab tantangan energi berkelanjutan. “ITB siap berkontribusi melalui riset-riset strategis dan inovatif untuk mendukung pengembangan bahan bakar nabati yang ramah lingkungan dan berdaya saing,” ujarnya.
Simon Aloysius Mantiri menekankan pentingnya sinergi antara industri dan akademisi. “Kami menyambut baik kolaborasi ini sebagai bagian dari komitmen Pertamina terhadap transisi energi dan pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia,” jelasnya.
Sigit P. Santosa dari PT Pindad menambahkan, kontribusi perusahaannya di bidang teknologi industri nasional akan semakin kuat dengan dukungan riset akademik. “Melalui kolaborasi ini, kami optimistis akan lahir inovasi yang aplikatif dan mendukung kemandirian energi nasional,” kata Sigit.
Eddy Abdurrachman dari BPDP menyatakan, pihaknya melihat peluang besar dari pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan bakar ramah lingkungan. BPDP siap mendukung pengembangan teknologi dan transfer pengetahuan yang relevan.
Kolaborasi ini mencakup bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dengan fokus utama pada pengembangan bahan bakar nabati. Selain itu, ruang lingkup kerja sama meliputi pertukaran pengetahuan, pengembangan teknologi, dan pelibatan afiliasi masing-masing pihak.
Presiden Prabowo Subianto yang hadir dalam acara tersebut mengapresiasi langkah ini. Ia menyebut kolaborasi lintas sektor akan menjadi katalis dalam memperkuat posisi Indonesia di arena transisi energi global.
Seperti dilaporkan dari panitia KSTI 2025, kegiatan ini dirancang untuk mempertemukan pemangku kepentingan dari berbagai bidang, mulai dari akademisi, industri, hingga pemerintah. Tujuannya, mendorong lahirnya inovasi yang mendukung kemandirian energi.
Peran Strategis dalam Transisi Energi
Kerja sama ini diharapkan mampu menciptakan rantai pasok yang terintegrasi untuk bahan bakar nabati, mulai dari riset awal hingga penerapan skala industri. Pengolahan minyak nabati menjadi energi terbarukan juga dinilai dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Selain itu, implementasi program ini diproyeksikan mendukung target penurunan emisi karbon nasional. Pertamina sendiri telah memiliki roadmap transisi energi yang sejalan dengan agenda pemerintah.
PT Pindad sebagai perusahaan manufaktur pertahanan akan berkontribusi pada pengembangan peralatan dan teknologi pendukung. Kolaborasi ini juga membuka peluang kerja sama internasional di bidang energi bersih.
ITB akan mengintegrasikan riset terkait dalam program akademik dan mengajak mahasiswa berperan aktif. Program magang, penelitian bersama, dan publikasi ilmiah menjadi bagian dari kesepakatan ini.
BPDP akan memastikan ketersediaan pasokan bahan baku minyak nabati yang berkualitas. Dengan begitu, proses konversi menjadi bahan bakar nabati dapat berjalan optimal.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan
Penerapan bahan bakar nabati diharapkan memberi dampak positif pada perekonomian daerah penghasil minyak nabati. Petani kelapa sawit, misalnya, dapat memperoleh nilai tambah dari hasil panen mereka.
Penggunaan bahan bakar nabati juga berpotensi mengurangi pencemaran udara. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam perjanjian internasional terkait perubahan iklim.
Industri otomotif nasional pun disebut dapat beradaptasi dengan inovasi ini. Penggunaan bahan bakar nabati pada kendaraan bermesin diesel menjadi salah satu langkah nyata.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diharapkan turut mengawal implementasi proyek ini. Sinergi lintas kementerian dinilai akan mempercepat realisasi target energi bersih.
Langkah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk asosiasi industri energi terbarukan. Mereka melihat peluang besar untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.
Sebagai saran, seluruh pemangku kepentingan sebaiknya menyusun rencana kerja yang terukur dengan target jangka pendek, menengah, dan panjang. Evaluasi berkala akan memastikan kesesuaian dengan visi awal.
Pemerintah juga dapat memperluas insentif bagi pelaku usaha yang berpartisipasi dalam pengembangan bahan bakar nabati. Hal ini akan mendorong lebih banyak investasi.
Selain itu, edukasi publik perlu ditingkatkan agar kesadaran terhadap energi bersih semakin meluas. Kampanye yang tepat sasaran akan membantu mempercepat adopsi teknologi baru.
Kolaborasi ini bisa menjadi contoh bagi sektor lain untuk mengembangkan inovasi berbasis sumber daya lokal. Integrasi riset, industri, dan kebijakan menjadi kunci keberhasilan.
Dengan langkah awal yang sudah dilakukan, masa depan pengembangan bahan bakar nabati di Indonesia tampak menjanjikan. Sinergi yang terbentuk akan menjadi modal penting dalam perjalanan menuju kemandirian energi.( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v