San’a ,EKOIN.CO – Kelompok Houthi kembali meningkatkan tekanan militer terhadap Israel dengan melancarkan serangan rudal ke Bandara Ben Gurion pada Kamis, 10 Juli 2025, setelah sebelumnya menenggelamkan dua kapal di wilayah Laut Merah awal pekan ini. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza yang masih berada dalam tekanan agresi Israel.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Houthi Serang Bandara Setelah Serang Kapal
Serangan terhadap Bandara Ben Gurion menggunakan rudal balistik diumumkan langsung oleh juru bicara militer Houthi, Yahya Saree. Ia menyebut bahwa operasi militer ini bertujuan memperluas tekanan terhadap Israel agar menghentikan serangan di Gaza. Pernyataan Saree disiarkan melalui media milik kelompok tersebut dan dikutip oleh Al Jazeera.
Menurut militer Israel, sistem pertahanan udara berhasil mencegat serangan rudal tersebut sebelum mencapai target. Hingga saat ini belum ada laporan mengenai korban jiwa atau kerusakan akibat serangan tersebut. Ini menandai peningkatan signifikan dalam cakupan serangan Houthi, dari wilayah laut menuju target udara di dalam negeri Israel.
Sebelumnya, kelompok Houthi juga mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap dua kapal komersial di Laut Merah, termasuk kapal Eternity C yang berbendera Liberia dan dioperasikan oleh perusahaan Yunani. Serangan terhadap kapal tersebut terjadi pada Senin, dan menewaskan sedikitnya empat pelaut.
Sumber keamanan maritim yang dikutip oleh kantor berita Reuters menyatakan bahwa kelompok Houthi menahan enam awak dari kapal tersebut. Penahanan ini menimbulkan keprihatinan di kalangan komunitas internasional, terutama terkait keselamatan para awak kapal yang masih belum ditemukan.
Korban Serangan Kapal dan Penahanan Awak
Menurut laporan dari Aspides, satuan tugas angkatan laut Uni Eropa yang beroperasi di kawasan tersebut, terdapat 25 orang di atas kapal Eternity C saat insiden terjadi. Dari jumlah itu, sepuluh orang berhasil diselamatkan hidup-hidup setelah kapal tenggelam pada Selasa.
Sebelas awak lainnya masih dilaporkan hilang, dan enam di antaranya diduga ditahan oleh kelompok Houthi. Belum ada informasi yang jelas mengenai kondisi para tahanan tersebut maupun apakah mereka akan dibebaskan dalam waktu dekat.
Kejadian ini menambah daftar panjang serangan Houthi terhadap kapal-kapal yang berlayar di jalur strategis Laut Merah. Serangan-serangan tersebut telah memicu peningkatan kehadiran militer negara-negara Barat di wilayah itu untuk melindungi lalu lintas pelayaran internasional.
Sejauh ini, Houthi menyatakan bahwa target mereka terbatas pada kapal-kapal yang memiliki kaitan dengan kepentingan Israel atau sekutunya. Mereka menyebut tindakan itu sebagai balasan atas serangan brutal yang terus dilakukan Israel di Jalur Gaza.
Komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah menyerukan agar semua pihak menahan diri demi menjaga stabilitas regional. Namun, serangan demi serangan terus terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Dampak dari serangan terhadap kapal-kapal dagang ini bukan hanya dirasakan oleh sektor pelayaran, tetapi juga oleh rantai pasok global yang mengandalkan jalur Laut Merah sebagai rute perdagangan utama.
Militer Israel sejauh ini belum memberikan komentar lebih lanjut mengenai langkah balasan atas serangan rudal ke Bandara Ben Gurion. Namun, keamanan di sekitar bandara dikabarkan telah diperketat sebagai tindakan pencegahan.
Beberapa maskapai komersial dilaporkan sempat menunda atau mengalihkan penerbangan sebagai respons atas laporan serangan rudal tersebut. Namun, aktivitas bandara secara keseluruhan tetap berjalan, menurut media lokal Israel.
Pihak berwenang Israel juga meningkatkan sistem pertahanan di beberapa titik strategis, mengantisipasi kemungkinan serangan lanjutan dari kelompok Houthi atau pihak lain yang mendukung Palestina.
Di sisi lain, perwakilan Houthi menegaskan bahwa operasi militer mereka akan terus berlanjut selama agresi Israel di Gaza tidak dihentikan. Mereka menuntut penghentian total operasi militer dan pembukaan akses kemanusiaan bagi warga Gaza.
Para analis menilai bahwa serangan terbaru ini menunjukkan kemampuan operasional Houthi yang meningkat dan menyebar keluar dari kawasan Yaman, tempat asal utama kelompok tersebut. Target mereka kini meluas hingga wilayah udara Israel.
Masyarakat internasional pun mulai menyoroti peran negara-negara yang kemungkinan mendukung logistik maupun intelijen untuk kelompok ini, meskipun belum ada bukti langsung yang dipublikasikan secara resmi.
Serangan Houthi terhadap Bandara Ben Gurion juga menambah tekanan terhadap Israel yang tengah menghadapi sorotan global atas serangan intensif di Gaza. Laporan kemanusiaan menunjukkan peningkatan korban jiwa di wilayah itu setiap harinya.
Dalam konteks ini, serangan balasan Houthi menjadi bagian dari dinamika yang lebih luas antara konflik regional, dukungan kepada Palestina, dan kepentingan strategis negara-negara besar di kawasan Timur Tengah.
Situasi yang berkembang dari Laut Merah hingga ke wilayah Israel menunjukkan peningkatan eskalasi yang berisiko meluas ke wilayah lain. Kelompok Houthi kini tidak hanya memfokuskan serangan pada kapal dagang, tetapi juga sasaran strategis seperti bandara.
Serangan terhadap Bandara Ben Gurion menunjukkan bahwa konflik di Gaza telah menarik keterlibatan aktor regional non-negara yang memiliki kemampuan militer signifikan. Hal ini dapat memperumit upaya diplomasi internasional yang tengah berjalan.
Dalam serangan terbaru terhadap kapal Eternity C, dampaknya tidak hanya pada korban jiwa dan penahanan awak, namun juga pada keamanan jalur pelayaran internasional. Hal ini berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi global.
Sementara Israel memperkuat sistem pertahanan, serangan rudal dari Houthi menandakan bahwa ancaman kini datang dari berbagai arah. Hal ini menambah beban militer Israel di tengah konflik yang masih berlangsung di Gaza.
Dengan meningkatnya ketegangan, komunitas internasional didorong untuk lebih aktif dalam menengahi konflik yang melibatkan berbagai aktor regional demi mencegah penyebaran konflik yang lebih luas.(*)