Jakarta,EKOIN.CO- Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital mengeluarkan peringatan resmi terkait maraknya konten hoaks yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam bentuk video maupun gambar yang beredar di media sosial, khususnya selama berlangsungnya aksi unjuk rasa dalam beberapa waktu terakhir. Peringatan ini disampaikan guna mengantisipasi manipulasi opini publik yang dapat memicu keresahan di tengah masyarakat.
Gabung WA Channel EKOIN untuk berita terkini
Menurut Kementerian Komunikasi dan Digital, penyebaran konten hoaks berbasis AI mengalami peningkatan signifikan sejak beberapa aksi massa dilakukan di sejumlah kota. Beberapa di antaranya berupa video yang telah dimodifikasi untuk menampilkan peristiwa yang tidak benar. Gambar yang diproduksi dengan AI juga dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi tertentu yang tidak sesuai fakta.
Kondisi tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kebingungan, bahkan mendorong tindakan provokatif di lapangan. Pemerintah menekankan bahwa masyarakat harus lebih kritis dan waspada sebelum mempercayai serta membagikan konten serupa.
Hoaks dan AI dalam Aksi Massa
Pihak kementerian menegaskan bahwa konten hoaks yang menggunakan AI mampu meniru wajah, suara, hingga suasana kejadian dengan sangat mirip. Hal ini membuat masyarakat sulit membedakan antara fakta dan manipulasi digital.
Dalam keterangan tertulis, pemerintah menyebut, “Teknologi ini memang berkembang pesat, tetapi jika disalahgunakan untuk tujuan menyesatkan, maka dapat membahayakan ketertiban umum.” Pernyataan tersebut menegaskan perlunya kontrol sosial serta peningkatan literasi digital di kalangan masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga mencatat bahwa hoaks tidak hanya muncul di platform besar seperti Facebook, Instagram, atau TikTok, melainkan juga tersebar di grup pesan instan. Mekanisme penyebaran yang cepat memperbesar dampak yang bisa terjadi dalam hitungan jam saja.
Sejumlah pihak menilai bahwa AI memberikan tantangan baru dalam menjaga keutuhan informasi publik. Bukan hanya karena tingkat realisme yang tinggi, tetapi juga karena kemampuannya dalam meniru konten berita sehingga tampak seolah-olah resmi.
Upaya Pemerintah dan Peran Masyarakat
Kementerian Komunikasi dan Digital menyatakan akan meningkatkan kerja sama dengan platform media sosial untuk mengidentifikasi serta menurunkan konten hoaks yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan.
Langkah lain yang ditempuh adalah memperkuat sistem pemantauan digital. “Kami akan menggunakan teknologi deteksi otomatis untuk melacak konten manipulatif yang menyebar, terutama selama periode sensitif seperti demonstrasi,” ujar perwakilan kementerian.
Sementara itu, masyarakat diminta agar tidak mudah terpancing oleh informasi yang belum jelas kebenarannya. Pemerintah mengimbau warga untuk memverifikasi sumber berita dari kanal resmi dan media kredibel sebelum membagikan informasi.
Literasi digital dipandang sebagai benteng utama dalam menghadapi arus informasi palsu. Melalui pendidikan dan pelatihan, diharapkan publik semakin mampu mengenali ciri konten hoaks, termasuk yang dihasilkan oleh AI.
Pengamat komunikasi menekankan bahwa aksi demonstrasi merupakan bagian dari hak demokrasi. Namun, masuknya konten manipulatif dalam momen tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman antara peserta aksi, aparat, maupun masyarakat umum.
Situasi ini mendorong berbagai kalangan untuk meminta adanya regulasi lebih tegas terkait penyalahgunaan AI. Meski teknologi ini memiliki manfaat luas, risikonya terhadap keamanan informasi perlu diantisipasi sejak dini.
Organisasi masyarakat sipil pun turut mendorong kolaborasi antara pemerintah, media, dan masyarakat. Dengan begitu, penanganan hoaks berbasis AI tidak hanya bergantung pada regulasi, tetapi juga kesadaran bersama.
Para ahli menilai fenomena ini akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Karena itu, perlindungan terhadap ruang digital menjadi hal penting agar masyarakat tidak mudah terjebak pada narasi palsu.
Sementara itu, sejumlah universitas telah mulai mengembangkan riset untuk mendeteksi hoaks AI. Langkah ini diharapkan bisa memberikan dukungan bagi kebijakan pemerintah dalam melindungi masyarakat dari dampak negatif manipulasi digital.
Kasus terbaru yang terdeteksi, misalnya, memperlihatkan potongan video aksi massa yang direkayasa sehingga tampak lebih ricuh dari kejadian sebenarnya. Meski terbukti palsu, video tersebut sempat menyebar luas di berbagai platform.
Pakar keamanan siber menyebut bahwa ancaman AI hoaks tidak bisa dianggap remeh. “Ke depan, teknik manipulasi digital akan semakin sulit dikenali, sehingga penting ada kerja sama internasional dalam menghadapi masalah ini,” ungkapnya.
Masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak langsung mempercayai konten provokatif yang beredar di tengah demonstrasi. Kehati-hatian menjadi kunci untuk mencegah dampak sosial yang lebih luas
Peringatan pemerintah terkait maraknya hoaks berbasis AI saat aksi unjuk rasa menunjukkan bahwa teknologi digital membawa dampak serius terhadap ruang informasi publik.
Fenomena ini membuktikan bahwa kemajuan teknologi tidak hanya memberikan manfaat, tetapi juga menghadirkan tantangan besar.
Pencegahan hoaks berbasis AI memerlukan kolaborasi antara pemerintah, media, platform digital, dan masyarakat.
Meningkatkan literasi digital merupakan langkah penting agar publik dapat lebih kritis dalam menghadapi arus informasi.
Jika tidak diantisipasi, penyebaran hoaks dapat merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi dan memicu instabilitas sosial. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v