BEIRUT, EKOIN.CO – Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sheikh Naim Qassem, menegaskan kelompoknya menolak rencana pelucutan senjata yang didorong oleh Amerika Serikat (AS) dan Israel. Ia menyebut kebijakan itu sebagai bentuk penyerahan kedaulatan Lebanon kepada pihak asing.
👉 Ikuti berita terkini EKOIN lewat WA Channel
Qassem memperingatkan bahwa rakyat Lebanon akan tetap mempertahankan senjatanya. Peringatan itu disampaikan dalam pidato yang disiarkan televisi pada Jumat (15/4), usai pertemuannya dengan Kepala Keamanan Tertinggi Iran, Ali Larijani.
Menurutnya, pelucutan senjata Hizbullah sejalan dengan agenda AS dan Israel untuk melemahkan perlawanan. “Pemerintah sedang melaksanakan perintah AS-Israel untuk mengakhiri perlawanan, bahkan jika itu mengarah pada perang saudara dan pertikaian internal,” kata Qassem.
Hizbullah Hadapi Tekanan Senjata
Kekuatan Hizbullah sebelumnya sudah melemah akibat perang dengan Israel tahun lalu. Meski demikian, kelompok itu masih menjadi kekuatan politik dan militer utama di Lebanon. Kini, tekanan semakin besar setelah Pemerintah Lebanon memerintahkan militer menyusun rencana pelucutan senjata Hizbullah.
Iran, yang dikenal sebagai sekutu utama Hizbullah dalam poros perlawanan, juga mengalami tekanan. Negeri itu terkena serangan terhadap situs nuklirnya oleh AS dalam konflik terakhir dengan Israel. Kondisi ini membuat daya dukung Hizbullah berkurang.
Qassem menegaskan bahwa setiap upaya untuk melucuti Hizbullah akan berujung pada krisis. Ia bahkan menyebut “tidak akan ada kehidupan” di Lebanon jika pemerintah terus mengikuti langkah yang ditentukan AS-Israel.
Dalam beberapa pekan terakhir, kelompok Hizbullah juga menggelar aksi protes sebagai bentuk penolakan. Massa menilai pelucutan senjata justru akan membuka jalan bagi Israel untuk lebih leluasa mengintervensi Lebanon.
Dialog Masih Jadi Opsi Hizbullah
Meski keras menolak rencana pemerintah, Hizbullah menyatakan masih melihat peluang untuk berdialog. Qassem mengingatkan bahwa penyelesaian politik lebih penting bagi stabilitas Lebanon daripada konfrontasi internal.
Namun, ia menekankan bahwa perlawanan tetap harus dipertahankan. Baginya, senjata bukan hanya alat pertahanan, tetapi juga simbol kedaulatan. Jika pelucutan senjata terjadi, maka yang akan diuntungkan hanyalah Israel dan sekutunya.
Situasi ini menambah ketegangan politik di Lebanon. Pemerintah berada di posisi sulit antara tekanan internasional dan menjaga stabilitas dalam negeri. Sebagian pihak khawatir rencana pelucutan senjata bisa memicu konflik horizontal.
Sementara itu, para pengamat menilai pertemuan Qassem dengan pejabat Iran menunjukkan bahwa Hizbullah masih mendapat dukungan eksternal, meski Iran sendiri sedang menghadapi tekanan besar.
Pernyataan terbaru Hizbullah memperlihatkan sikap keras terhadap setiap upaya melucuti senjata mereka. Ketegangan antara pemerintah dan kelompok itu diperkirakan masih akan berlangsung dalam waktu lama.
Ketegangan antara Hizbullah dan Pemerintah Lebanon terkait rencana pelucutan senjata menunjukkan bahwa isu ini bukan hanya soal keamanan, melainkan juga soal kedaulatan negara.
Kebijakan pelucutan senjata dipandang Hizbullah sebagai bentuk penyerahan Lebanon kepada kepentingan asing. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam negeri.
Dialog politik tetap menjadi salah satu opsi yang diusulkan Hizbullah, meski mereka menegaskan tidak akan menyerahkan senjata.
Jika pemerintah tetap memaksakan langkah itu, potensi konflik internal dikhawatirkan semakin besar.
Situasi Lebanon kini berada pada titik krusial, di mana keputusan politik akan menentukan arah masa depan keamanan negara tersebut. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v