Jakarta, EKOIN.CO – Sebuah video menampilkan uang pecahan Rp 50.000 bertuliskan cacian terhadap koruptor beredar luas di media sosial, khususnya Instagram. Unggahan dari akun @ben****** pada Sabtu (12/4/2025) memperlihatkan uang dengan tulisan “Koruptor Bang**t” pada sisi belakang, tepat di bawah angka nominal “50000”.
Transisi ke bagian visual lainnya memperlihatkan upaya mencuci uang tersebut dengan air mengalir. Meskipun begitu, tulisan tidak luntur ataupun memudar. Uang tersebut kemudian disandingkan dengan uang pecahan Rp 50.000 lainnya yang normal, di mana seharusnya terdapat tulisan “EMISI 2022” sebagai penanda tahun emisi.
Masih di hari yang sama, akun Instagram @goj1n******** juga mengunggah video serupa. Dalam unggahan itu, uang bertuliskan cacian untuk koruptor tersebut diperiksa menggunakan sinar ultraviolet (UV). Hasilnya menunjukkan adanya elemen keamanan seperti tulisan “BI” dan gambar bunga Jepun Bali. Keterangan dalam video itu menyatakan, “Setelah di pastikan uang itu adalah uang asli dan sudah di cek sesuai standar.”
Menanggapi hal tersebut, Bank Indonesia (BI) memberikan pernyataan resmi. Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, M. Anwar Bashori, menyebut bahwa keaslian uang tidak bisa dipastikan hanya dari video atau foto yang beredar di media sosial.
“Pemeriksaan keaslian uang Rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia secara langsung menggunakan metode 3D dan atau didukung alat bantu,” kata Anwar kepada Kompas.com, Minggu (13/4/2025).
Ia menambahkan bahwa selama ini uang palsu yang ditemukan memiliki kualitas sangat rendah dan tidak dilengkapi unsur pengaman seperti yang diterapkan BI. Oleh karena itu, masyarakat dihimbau untuk membawa uang yang diragukan keasliannya ke kantor perbankan atau Bank Indonesia terdekat.
Untuk mengecek keaslian uang, BI menganjurkan metode 3D, yaitu Dilihat, Diraba, dan Diterawang. Menurut Anwar, uang asli memiliki beberapa fitur, antara lain angka nominal, gambar pahlawan, dan burung Garuda yang terlihat jelas saat dilihat. Gambar bunga yang dicetak menggunakan tinta khusus OVMI dapat berubah warna ketika dilihat dari sudut tertentu. Selain itu, benang pengaman dengan microtext “BI” dan nominal angka tertanam dalam uang kertas.
“Pada benang pengaman, terdapat mini teks BI dan angka nominal,” ujar Anwar.
Dengan diraba, area seperti gambar pahlawan dan kode tunanetra akan terasa kasar. Sedangkan ketika diterawang, masyarakat dapat melihat watermark berupa gambar pahlawan dan angka nominal sebagai electrotype image. Fitur rectoverso yang berupa logo BI juga akan tampak utuh bila diarahkan ke cahaya.
Selain itu, BI menjelaskan bahwa uang Rupiah asli akan memendar jika diperiksa menggunakan sinar ultraviolet, menunjukkan ornamen seperti bunga Jepun Bali, tanda tangan pejabat negara, dan tulisan “BANK INDONESIA”.
Semua ciri keamanan tersebut telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 24/9/PBI/2022 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Rupiah Kertas Pecahan 50.000 Tahun Emisi 2022.
Terkait pencoretan atau perubahan pada uang, seperti yang terjadi pada uang bertuliskan cacian tersebut, Anwar mengingatkan bahwa hal itu melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam Pasal 35 disebutkan bahwa tindakan merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dapat dikenakan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.
Selain itu, UU tersebut juga mengatur sanksi pidana terhadap pemalsuan, penyimpanan, pengedaran, maupun peniruan uang, dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda mencapai Rp 50 miliar.
Anwar menegaskan pentingnya menjaga kehormatan Rupiah sebagai simbol kedaulatan negara. “Dalam hal masyarakat meragukan keaslian uang Rupiah, masyarakat dihimbau untuk meminta perbankan atau Bank Indonesia terdekat untuk melakukan klarifikasi atas uang yang diragukan keasliannya,” tandasnya.
Pihak Bank Indonesia juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan informasi yang beredar di media sosial tanpa verifikasi resmi. Sebab, selain berisiko menimbulkan keresahan, penyebaran informasi yang belum pasti kebenarannya dapat berdampak negatif terhadap kepercayaan publik terhadap mata uang nasional.
Anwar menyebutkan bahwa tindakan seperti mencoret atau menambahkan tulisan pada uang Rupiah, meskipun bertujuan menyampaikan kritik sosial, tetap tidak dibenarkan secara hukum. Rupiah, kata dia, bukan sekadar alat transaksi, tetapi juga simbol kedaulatan negara yang harus dijaga martabat dan keutuhannya.
“Uang Rupiah bukan media ekspresi atau protes. Tindakan mencorat-coret, apalagi dengan kalimat kasar, termasuk pelanggaran terhadap undang-undang,” ungkap Anwar.
Seiring viralnya kasus ini, pihak kepolisian juga mulai melakukan pemantauan terhadap unggahan video yang menampilkan uang tersebut. Hingga saat ini belum ada laporan resmi yang masuk mengenai penemuan uang dengan tulisan tersebut secara fisik, namun penyelidikan tetap dilakukan untuk mengetahui apakah kasus ini merupakan bentuk pelanggaran atau hanya sekadar rekayasa visual.
Sementara itu, sejumlah netizen menyatakan rasa penasaran terhadap keaslian uang tersebut dan mempertanyakan bagaimana uang bisa tercetak dengan tulisan seperti itu. Ada juga yang berspekulasi bahwa tulisan tersebut mungkin ditambahkan menggunakan teknik sablon atau tinta khusus yang menempel kuat pada permukaan uang.
Menanggapi hal ini, BI kembali menegaskan bahwa segala bentuk perusakan, termasuk penambahan elemen visual apapun pada uang Rupiah, merupakan pelanggaran serius. Apabila terbukti dilakukan dengan sengaja, pelaku dapat dijerat hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebagai upaya pencegahan, Bank Indonesia menyarankan masyarakat untuk melaporkan temuan uang yang mencurigakan ke kantor BI setempat atau melalui perbankan. Masyarakat juga didorong untuk memahami dan menyebarkan edukasi mengenai ciri-ciri uang asli sebagai bagian dari literasi keuangan nasional.
“Ini juga menjadi momen penting untuk mengingatkan kembali bahwa perlakuan terhadap uang tidak boleh sembarangan. Selain nilai ekonomis, uang memiliki nilai simbolik sebagai alat pemersatu bangsa,” pungkas Anwar. (*)