Jakarta, EKOIN.CO – Dalam rangka memperingati Hari Jamu Nasional yang jatuh setiap tanggal 27 Mei, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional (PR BBOOT), Organisasi Riset Kesehatan, mengadakan Bincang Riset II secara daring pada Senin (27/5).
Kegiatan ini mengusung tema “Menguatkan Peran Jamu dalam Kesehatan dan Kebudayaan Indonesia” dan diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan dari kalangan peneliti, akademisi, pelaku usaha, hingga praktisi kesehatan. Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, NLP Indi Dharmayanti.
Dalam sambutannya, Indi menyampaikan bahwa jamu merupakan bagian integral dari budaya bangsa Indonesia serta memiliki peran penting dalam sistem kesehatan nasional. Ia menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor untuk pengembangan jamu secara ilmiah dan berkelanjutan.
“Pencanangan Hari Jamu Nasional dilakukan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2008, yang mengatakan jamu perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem pengobatan modern yang berbasis pada sains dan teknologi,” ujar Indi.
Ia juga menyoroti pengakuan UNESCO terhadap Budaya Sehat Jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia pada 2023 sebagai langkah penting dalam memperkuat posisi jamu secara internasional.
Momentum Pelestarian dan Inovasi
Kepala PR BBOOT BRIN, Sofa Fajriah, menyampaikan bahwa Hari Jamu Nasional menjadi momentum penting dalam mempertemukan nilai budaya, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. BRIN, menurutnya, terus mendorong inovasi berbasis riset untuk menjamin mutu, keamanan, dan efektivitas jamu.
“Kami mendorong inovasi berbasis riset dan penyediaan bahan baku yang terstandar serta berkelanjutan, sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu,” ujar Sofa.
Dalam sesi pemaparan ilmiah, peneliti PR BBOOT BRIN, Agung Eru Wibowo, menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam pengembangan jamu. Ia menyatakan bahwa jamu memiliki nilai strategis dalam bidang kesehatan, sosial, ekonomi, dan budaya.
“Jamu bukan sekadar ramuan, tetapi bagian dari jati diri bangsa yang perlu dijaga dan dikembangkan dengan pendekatan multidisiplin,” jelas Agung.
Ia juga menyinggung hasil RISTOJA (Riset Tumbuhan Obat dan Jamu) yang telah mendokumentasikan ribuan ramuan dan tumbuhan obat dari ratusan etnis di Indonesia, sebagai bukti kekayaan warisan jamu nusantara.
Dukungan Regulasi dan Kelembagaan
Lebih lanjut, Agung mendorong pembentukan institusi pendidikan tinggi khusus bidang jamu, seperti School of Indonesian Traditional Medicine, guna mencetak sumber daya manusia yang unggul dan berkompeten di bidang ini.
Dalam sesi panel, hadir pula Sekretaris Jenderal Dewan Jamu Indonesia (DJI), Fajar Prasetya. Ia menyoroti pentingnya penguatan jamu sebagai mahakarya budaya dan spiritualitas bangsa.
Fajar juga menyebut tradisi Djampi Oesodo sebagai salah satu bentuk praktik jamu yang mencerminkan kearifan lokal serta kombinasi unsur budaya dan pengobatan tradisional.
“Perlu ada pembuktian ilmiah dan dokumentasi yang baik agar nilai budaya dan kesehatan dari jamu bisa diakui secara lebih luas,” ucap Fajar.
Ia juga menyerukan sinergi antar pelaku usaha, pemerintah, dan akademisi dalam membentuk ekosistem industri jamu yang sehat dan kompetitif di pasar domestik maupun global.
Jamu dan Wisata Kesehatan
Puspita Laksmintari dari Klinik Utama UPF Yankestrad RSUP Dr. Sardjito turut membahas integrasi jamu dalam skema wisata kesehatan berbasis budaya. Ia menyatakan bahwa jamu memiliki potensi besar sebagai bagian dari medical wellness tourism.
“Jamu juga berperan strategis dalam penguatan ekonomi dan pelestarian budaya bangsa, serta diakui secara global melalui inskripsi Budaya Sehat Jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO,” ujar Puspita.
Ia menyebutkan bahwa integrasi jamu dalam layanan kesehatan konvensional serta promosi melalui jalur pariwisata budaya dapat memberikan nilai tambah besar bagi perekonomian nasional.
Bincang Riset II yang berlangsung selama lebih dari dua jam ini menjadi ajang bertukar gagasan serta penguatan jejaring antar pemangku kepentingan dalam mendorong riset, inovasi, dan kebijakan terkait jamu.
BRIN menegaskan komitmennya untuk terus mengembangkan riset jamu berbasis bukti ilmiah sebagai upaya mendukung kemandirian kesehatan nasional.
Jamu tidak hanya memiliki nilai historis dan budaya, tetapi juga potensi besar dalam menunjang kesehatan masyarakat. Dukungan regulasi dan pendidikan menjadi kunci utama agar pengembangan jamu tidak berhenti sebagai wacana, namun dapat diimplementasikan secara nyata.
Kolaborasi antara lembaga riset, dunia pendidikan, pelaku usaha, serta pemerintah harus terus diperkuat untuk membentuk ekosistem jamu yang berdaya saing dan berdampak luas. Pengembangan berbasis data ilmiah juga menjadi kunci penerimaan jamu dalam sistem kesehatan nasional dan global.
Peringatan Hari Jamu Nasional bukan hanya seremonial, namun menjadi pengingat bahwa warisan budaya bangsa bisa menjadi pilar pembangunan masa depan. Dengan pendekatan sains dan inovasi, jamu dapat menjadi kekuatan lokal yang mendunia.(*)