Jakarta, EKOIN.CO – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius Nicholas Stephanus Kosasih pada Senin (6/10/2025). Ia dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi investasi fiktif Taspen tahun 2019 yang merugikan keuangan negara hingga Rp1 triliun.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Ketua Majelis Hakim Purwanto Abdullah menyatakan Kosasih terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum. “Kosasih terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer penuntut umum,” ujar Purwanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
BACA JUGA: Tuntutan Penjara 9 Tahun Kasus Investasi Fiktif Taspen
Selain pidana penjara, Kosasih juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. Putusan ini sejalan dengan tuntutan yang sebelumnya diajukan oleh jaksa penuntut umum.
Vonis 10 Tahun Penjara untuk Kasus Investasi Fiktif Taspen
Majelis Hakim juga menghukum Kosasih untuk membayar uang pengganti sebesar Rp29,15 miliar, ditambah berbagai mata uang asing, di antaranya 127.057 dolar Amerika Serikat (AS), 283.002 dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 pound Inggris, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, 1,26 juta won Korea, dan Rp2,87 juta.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata Hakim Ketua. Majelis menilai bahwa perbuatan Kosasih dilakukan dengan modus operandi yang kompleks, terstruktur, serta melibatkan berbagai pihak untuk menyembunyikan jejak transaksi.
Hakim menambahkan, sebagai Direktur Investasi PT Taspen saat itu, Kosasih seharusnya menjadi teladan dalam penerapan prinsip kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik. Namun, justru menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi. “Perbuatan terdakwa telah menurunkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana pensiun Aparatur Sipil Negara,” ujar Purwanto.
Perbuatan tersebut juga dinilai bertentangan dengan prinsip pemberantasan tindak pidana korupsi serta merusak kepercayaan terhadap lembaga pengelola dana pensiun di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Selain itu, Majelis Hakim menilai Kosasih tidak menunjukkan itikad baik untuk mengembalikan kerugian negara secara sukarela. Hal tersebut memperkuat pandangan hakim bahwa vonis pidana berat layak dijatuhkan.
Kerugian Negara dan Pihak yang Diuntungkan
Dalam perkara ini, jaksa menilai bahwa Kosasih bersama Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM) periode 2016—2024, Ekiawan Heri Primaryanto, secara bersama-sama melakukan investasi fiktif guna memperkaya diri sendiri dan pihak lain. Tindakan tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1 triliun.
Secara rinci, kasus ini memperkaya Kosasih senilai Rp28,45 miliar, 127.037 dolar AS, 283 ribu dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 20 pound Inggris, 128 yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,26 juta won Korea. Sementara itu, Ekiawan turut diuntungkan sebesar 242.390 dolar AS.
Majelis juga mencatat beberapa pihak lain yang turut menerima keuntungan, antara lain Patar Sitanggang sebesar Rp200 juta, PT Insight Investment Management (IIM) sebesar Rp44,21 miliar, PT Pacific Sekuritas Indonesia Rp108 juta, PT KB Valbury Sekuritas Indonesia Rp2,46 miliar, Sinar Emas Sekuritas Rp44 juta, serta PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPSF) senilai Rp150 miliar.
Selain vonis utama, Majelis juga mempertimbangkan sejumlah faktor meringankan. Di antaranya, terdakwa belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, serta bersikap sopan selama persidangan berlangsung. Namun, faktor tersebut tidak cukup menghapus beratnya dampak perbuatannya terhadap keuangan negara.
Jaksa menegaskan bahwa Kosasih melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut jaksa, kerugian negara yang timbul akibat tindakan Kosasih harus menjadi peringatan bagi para pejabat BUMN agar tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan. Penegakan hukum yang konsisten diharapkan dapat menimbulkan efek jera.
Majelis Hakim menyebutkan bahwa perbuatan terdakwa tidak hanya berdampak pada kerugian finansial, tetapi juga pada kepercayaan masyarakat terhadap dana pensiun ASN yang dikelola Taspen. “Terdakwa telah mencederai amanah publik atas dana pensiun yang semestinya digunakan untuk kesejahteraan ASN,” tutur Hakim Ketua.