Jakarta, EKOIN.CO – Laju ekonomi Singapura menghadapi tantangan berat. Hal ini terlihat dari data terbaru yang dirilis pada Senin, 18 Agustus 2025, menunjukkan bahwa ekspor domestik non-migas negara tersebut mengalami penurunan tajam. Perlambatan ini dipicu oleh anjloknya pengiriman barang ke Amerika Serikat (AS), terutama pada sektor farmasi yang menjadi penopang utama ekspor.
Berdasarkan laporan yang dilansir dari AFP, ekspor domestik non-migas Singapura pada Juli 2025 merosot sebesar 4,6% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatat pertumbuhan 12,9%. Penurunan ini sejalan dengan anjloknya pengiriman barang non-migas ke AS hingga lebih dari 40%. Sektor farmasi menjadi penyumbang terbesar penurunan ini, memimpin kontraksi pada pengiriman nonelektronik.
Sebagai negara yang sangat bergantung pada perdagangan internasional, ekonomi Singapura menjadi sangat rentan terhadap perlambatan ekonomi global. Terlebih lagi, kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh beberapa negara besar kian memperburuk keadaan. Amerika Serikat, salah satu mitra dagang terbesar Singapura, menjadi penyebab utama anjloknya angka ekspor. Data pemerintah Singapura mengungkapkan bahwa kontraksi ekspor ke AS mencapai 42,7% pada Juli 2025, sebagian besar diakibatkan oleh penurunan pengiriman produk farmasi yang signifikan, yaitu sebesar 93,5%.
Menanggapi situasi ini, Enterprise Singapore, sebuah lembaga pemerintah yang mengurusi perdagangan, memberikan keterangan. “Anjloknya ekspor disebabkan oleh penurunan ekspor farmasi yang mencapai 93,5%,” kata Enterprise Singapore.
Di sisi lain, tidak hanya produk farmasi, ekspor mesin khusus juga tercatat turun sebesar 45,8%, dan produk olahan makanan anjlok 48,8%. Meskipun ekspor ke beberapa negara lain seperti Tiongkok dan Indonesia juga mengalami penurunan, ekspor ke Uni Eropa, Taiwan, Korea Selatan, dan Hong Kong justru menunjukkan peningkatan.
Pihak berwenang Singapura telah mewanti-wanti bahwa pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan melambat pada semester kedua 2025. Perkiraan ini muncul seiring dengan mulai berkurangnya peningkatan ekspor dan produksi yang sebelumnya digenjot untuk mengatasi tarif AS. Walaupun demikian, Enterprise Singapore pekan lalu telah merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi 2025 menjadi 1,5–2,5% dari perkiraan sebelumnya 0–2,0%. Kendati demikian, mereka mengingatkan bahwa prospek untuk sisa tahun ini masih diselimuti ketidakpastian global, yang mana sebagian besar diakibatkan oleh kebijakan tarif AS.
Secara terpisah, Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, juga menyampaikan keprihatinannya. Dalam pidato Hari Nasional Singapura pada Minggu, ia menyatakan, “Karena tidak ada yang tahu apakah, atau kapan, AS mungkin menaikkan tarif dasar itu, atau menetapkan tarif lebih tinggi untuk industri tertentu seperti farmasi dan semikonduktor.” Ia juga menambahkan, “Yang kita tahu adalah akan ada lebih banyak hambatan perdagangan di dunia. Itu berarti ekonomi kecil dan terbuka seperti kita akan semakin terjepit.” Pernyataan Wong ini menunjukkan kekhawatiran yang mendalam tentang masa depan ekonomi Singapura di tengah dinamika perdagangan global yang kian tidak menentu.