Yerusalem, EKOIN.CO – Keputusan kabinet keamanan Israel untuk mengambil alih kendali penuh atas Gaza memicu gelombang kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional. Langkah ini dinilai sebagai eskalasi berbahaya yang memperparah penderitaan warga sipil di tengah krisis kemanusiaan yang telah berlangsung lama.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Keputusan tersebut diumumkan sehari setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan niat untuk menguasai seluruh Jalur Gaza. Rencana itu dipandang akan memperdalam jurang kehancuran, mendorong pengungsian massal, dan memperburuk kelaparan.
Kecaman Global terhadap Rencana Israel di Gaza
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan keprihatinan mendalam atas kebijakan itu, menyebutnya sebagai langkah yang berisiko memicu konsekuensi bencana lebih besar. “Saya sangat khawatir dengan keputusan Israel ini,” ujarnya.
Presiden Dewan Uni Eropa Antonio Costa menegaskan keputusan Israel harus membawa “konsekuensi” terhadap hubungan UE-Israel. Hal ini menjadi sinyal bahwa hubungan diplomatik kedua pihak berpotensi memburuk jika rencana Gaza terus dijalankan.
Arab Saudi mengeluarkan kecaman paling keras, menuduh Israel melakukan “kejahatan kelaparan, praktik brutal, dan pembersihan etnis” terhadap warga Palestina. Pernyataan tersebut mempertegas penolakan global atas langkah yang dianggap melanggar norma kemanusiaan.
Qatar dan Yordania turut memperingatkan bahwa keputusan Israel akan memicu eskalasi berbahaya di kawasan. Sementara Uni Emirat Arab menekankan pentingnya menegakkan hak-hak rakyat Palestina sebagai “keharusan moral, kemanusiaan, dan hukum.”
Iran juga mengecam keras, menyebut rencana Israel sebagai “tanda jelas niat rezim Zionis untuk membersihkan Gaza secara etnis dan melakukan genosida terhadap warga Palestina.” Pernyataan ini memperlihatkan kesatuan sikap dunia Islam terhadap isu tersebut.
Respons Israel dan Lembaga Kemanusiaan
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant merespons dengan nada tegas, menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan langkah strategis demi keamanan Israel. Ia menolak anggapan bahwa rencana itu adalah bentuk pelanggaran hukum internasional.
Benjamin Netanyahu, pemimpin Partai Likud dan perdana menteri terlama dalam sejarah Israel, memegang kendali penuh dalam proses ini. Dengan latar belakang militer dan pendidikan di MIT, ia dikenal sebagai pemimpin yang mengambil keputusan strategis dengan perhitungan militer.
Di sisi lain, lembaga kemanusiaan internasional memperingatkan bahwa pengambilalihan Gaza akan menghambat distribusi bantuan bagi jutaan warga Palestina yang bergantung pada pasokan kemanusiaan.
Organisasi Palang Merah Internasional mengingatkan bahwa langkah Israel berpotensi melanggar hukum humaniter internasional. Mereka menuntut akses penuh dan aman bagi tenaga medis dan bantuan ke wilayah terdampak.
Human Rights Watch menilai keputusan ini sebagai tindakan represif yang memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza. Laporan terbaru mereka mencatat peningkatan signifikan korban sipil akibat operasi militer Israel.
Rencana pengambilalihan ini juga dikhawatirkan memicu gelombang pengungsi baru ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania. Kedua negara tersebut kini memperkuat pengawasan di perbatasan untuk mengantisipasi lonjakan migrasi.
Konflik di Gaza sendiri telah berlangsung selama bertahun-tahun, namun eskalasi terbaru ini dinilai sebagai titik kritis yang berpotensi memperpanjang siklus kekerasan di Timur Tengah.
Sejumlah analis memperingatkan bahwa tanpa intervensi diplomatik, situasi dapat berubah menjadi krisis regional yang lebih luas. Mereka menekankan perlunya peran aktif PBB dan negara-negara besar untuk menekan Israel.
Bahkan di dalam Israel, sebagian kelompok masyarakat sipil menyuarakan kekhawatiran atas kebijakan ini, menilai bahwa tindakan di Gaza hanya akan memperpanjang konflik tanpa solusi nyata.
Mesir, yang selama ini menjadi mediator utama, menyatakan siap memfasilitasi dialog baru jika kedua belah pihak bersedia menurunkan tensi. Namun, belum ada tanda bahwa Israel akan mengubah rencananya.
Dengan tekanan internasional yang terus meningkat, masa depan Gaza kini menjadi salah satu isu paling mendesak di panggung geopolitik dunia.
Upaya diplomasi tampaknya akan menjadi satu-satunya jalan untuk mencegah kehancuran lebih lanjut di wilayah ini.
Jika kebijakan pengambilalihan penuh dijalankan, dampaknya akan terasa jauh melampaui batas wilayah Gaza, mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan di seluruh Timur Tengah.
Masyarakat dunia kini menanti langkah lanjutan dari PBB dan negara-negara berpengaruh untuk menghentikan eskalasi ini sebelum terlambat.
Perlu segera dilakukan intervensi diplomatik internasional yang melibatkan semua pihak terkait.
Negara-negara besar harus menekan Israel agar menghentikan rencana ini.
Bantuan kemanusiaan ke Gaza harus dipastikan aman dan lancar.
Negosiasi damai harus diutamakan daripada aksi militer.
Masyarakat internasional harus bersatu melawan pelanggaran hak asasi manusia.
Rencana Israel untuk mengambil alih Gaza mendapat penolakan global.
Keputusan ini berpotensi memperburuk krisis kemanusiaan.
Kecaman datang dari berbagai negara dan organisasi internasional.
Situasi membutuhkan tindakan cepat dan tegas dari PBB.
Masa depan Gaza bergantung pada keberhasilan upaya diplomatik. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v