Jakarta,EKOIN.CO- Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang menanggapi sorotan publik terkait data yang menyebut hanya 34 dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) dari total 8.583 dapur yang beroperasi. Ia mempertanyakan asal-usul data tersebut yang sebelumnya disampaikan oleh Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari.
Gabung WA Channel EKOIN di sini
“Kan katanya, siapa, Pak Qodari apa siapa itu nyebut. Saya juga enggak tahu data dari mana. Tapi, dalam arti saya enggak tahu Pak Qodari ini datanya dari mana,” ujar Nanik saat ditemui di Gedung BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
BGN tegaskan juknis dapur MBG setara SLHS
Nanik menjelaskan bahwa sejak awal, BGN sudah menyiapkan petunjuk teknis (juknis) yang wajib dipenuhi setiap dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Menurutnya, standar dalam juknis BGN sama dengan SLHS yang diterbitkan Dinas Kesehatan (Dinkes).
Ia merinci, pemeriksaan SLHS meliputi Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), pengelolaan sampah, kualitas udara, dan kondisi ruang dapur. Semua hal tersebut juga tercantum dalam juknis BGN. Karena itu, Nanik menegaskan hampir seluruh dapur MBG sudah memenuhi standar teknis tersebut untuk bisa beroperasi.
“Jadi kontennya SLHS itu kan yang diperiksa juga IPAL, kemudian sampahnya berapa meter, bagaimana udaranya, ruangannya. Kemudian, dimasukkan dalam juknis yang harus dipenuhi oleh mitra. Jadi sebetulnya, kalau sekarang ini tinggal kayak Dinkes ngelihat saja, nyamain, tinggal mengeluarkan suratnya saja,” kata Nanik.
Ia menambahkan, setiap dapur MBG dapat mengajukan SLHS ke Dinkes jika diperlukan. Namun, menurutnya, kebutuhan program sebenarnya sudah bisa dijalankan karena standar teknis telah dipenuhi, hanya saja belum diikuti dengan dokumen formalitas berupa sertifikat SLHS.
KSP soroti kesenjangan keamanan pangan MBG
Pernyataan berbeda sebelumnya datang dari Kepala KSP Muhammad Qodari. Ia menegaskan pentingnya SLHS sebagai syarat standar mutu dan keamanan pangan di seluruh dapur MBG. Berdasarkan rilis resmi KSP pada Senin (22/9/2025), disebutkan bahwa dari 8.583 dapur MBG, hanya 34 yang telah mengantongi SLHS hingga 22 September 2025.
“Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” ujar Qodari.
Qodari juga menyinggung catatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai kesenjangan besar dalam penerapan standar keamanan pangan. Dari 1.379 dapur MBG yang ditinjau, hanya 413 yang memiliki prosedur operasi standar (SOP) keamanan pangan, dan hanya 312 yang benar-benar menjalankannya.
“Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada, SOP keamanan pangan harus ada dan dijalankan,” tambahnya.
Ia menegaskan, setiap dapur MBG wajib memiliki SOP sekaligus SLHS sebagai prasyarat operasional untuk menjamin keamanan makanan yang disajikan kepada penerima manfaat.
Selain itu, Qodari menyebut bahwa regulasi terkait sebenarnya sudah ada, diterbitkan oleh BGN dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, tantangan utama saat ini terletak pada aspek pengawasan dan kepatuhan pelaksana di lapangan.
“Bahwa dari sisi regulasi dan aturan telah diterbitkan oleh BGN dan dibantu oleh BPOM, PR-nya adalah sisi aktivasi dan pengawasan kepatuhan,” jelas Qodari.
Qodari menekankan perlunya langkah cepat dan tegas untuk mencegah kasus keracunan pangan di tengah implementasi program MBG. Pasalnya, beberapa kasus keracunan pangan sudah pernah terjadi di berbagai daerah, sehingga standar keamanan dianggap tidak boleh diabaikan.
Persoalan data SLHS pada dapur MBG memperlihatkan adanya perbedaan pandangan antara BGN dan KSP. BGN menekankan bahwa juknis yang mereka buat sudah setara dengan SLHS, sementara KSP menilai formalitas sertifikasi tetap penting untuk menjamin kepastian standar.
Kebingungan ini berpotensi menimbulkan keraguan publik terhadap mutu penyelenggaraan MBG. Apalagi, angka yang disebut KSP menunjukkan kesenjangan cukup besar antara jumlah dapur yang ada dengan yang memiliki SLHS resmi.
Jika tak segera disinkronkan, dualisme data dan pandangan ini dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat, khususnya terkait keamanan pangan yang disajikan kepada anak-anak sekolah.
Karena itu, perlu ada verifikasi data yang jelas dan konsolidasi antar lembaga agar implementasi MBG berjalan sesuai standar keamanan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Dengan begitu, tujuan utama program MBG, yakni memastikan asupan gizi aman dan sehat bagi generasi muda, bisa benar-benar tercapai. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v