Jakarta EKOIN.CO – Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem mengkritik keras Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis. Kritikan ini muncul dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI dengan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kritik ini dilatarbelakangi oleh timing OTT yang dinilai tidak tepat karena bertepatan dengan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Nasdem di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (7/8/2025) malam. Abdul Azis sendiri merupakan kader Partai Nasdem. OTT ini terkait dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyatakan secara terbuka bahwa penangkapan dilakukan pada momen yang salah. Sahroni menekankan, waktu OTT seharusnya tepat agar penegakan hukum terlihat adil dan profesional.
Dalam konferensi pers yang digelar sehari sebelum OTT, Sahroni menyebut bahwa kader Partai Nasdem tidak terjerat kasus. Pada saat itu, Abdul Azis bahkan duduk di sampingnya, menunjukkan tidak ada indikasi pelanggaran yang sedang berlangsung.
Protes Nasdem Soal Waktu OTT
Sahroni menambahkan, menurut pemahamannya, OTT seharusnya dilakukan saat seseorang tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau segera setelah tindak pidana dilakukan. Namun Abdul Azis ditangkap di dalam kamar sehari sebelum Rakornas yang berlangsung 8–10 Agustus 2025.
“Penegakan hukum yang bapak lakukan kita dukung 1.000 persen, Pak. Tindak pidana siapapun pelakunya sikat, Pak, tanpa pandang bulu,” kata Sahroni menegaskan dukungannya terhadap hukum sambil tetap menyoroti ketepatan waktu.
Protes ini tidak hanya muncul dari DPR, tetapi juga menjadi sorotan media nasional. Para pengamat hukum menilai bahwa timing OTT yang bersamaan dengan agenda politik bisa menimbulkan persepsi negatif di publik.
Dinamika Politik dan Penegakan Hukum
Partai Nasdem menilai bahwa kasus ini berpotensi mempengaruhi citra partai menjelang Rakornas. Kader lain juga menyuarakan keprihatinan atas cara OTT yang dinilai mengganggu agenda internal partai.
KPK sendiri tetap bersikukuh bahwa penangkapan adalah bagian dari upaya pemberantasan korupsi. Namun, komunikasi terkait waktu dan lokasi OTT menjadi titik kritik utama.
Momen OTT ini sekaligus memunculkan perdebatan antara kepatuhan hukum dan sensitivitas politik. Para pengamat menekankan pentingnya penegakan hukum yang transparan agar tidak memicu dugaan politik balas dendam.
Selain itu, Sahroni menegaskan bahwa dukungan DPR tetap diberikan untuk proses hukum, tetapi meminta KPK lebih mempertimbangkan timing agar tidak menimbulkan kontroversi.
Beberapa pengamat politik menyebut bahwa publik akan memantau secara seksama dinamika ini, terutama terkait integritas partai dan penegakan hukum yang adil.
OTT terhadap Abdul Azis juga menimbulkan diskusi internal di Nasdem mengenai strategi menghadapi pengawasan hukum sambil menjaga agenda politik berjalan lancar.
Dari sisi hukum, kasus dugaan korupsi DAK RSUD Kolaka Timur akan menjadi fokus KPK berikutnya. Analisis kasus ini penting untuk memastikan setiap langkah hukum sesuai prosedur.
Sementara itu, dukungan publik terhadap KPK tetap tinggi, tetapi penilaian terhadap timing OTT menjadi bahan evaluasi bagi lembaga antirasuah.
meski kritik muncul dari DPR dan partai politik, penegakan hukum tetap menjadi prioritas. Evaluasi timing OTT dapat meningkatkan kredibilitas KPK.
Pertimbangkan koordinasi lebih baik sebelum OTT, komunikasikan secara transparan, hindari benturan dengan agenda politik, pertahankan independensi hukum, dan edukasi publik tentang proses hukum.(*)