Teheran, EKOIN.CO - Iran melancarkan gelombang rudal presisi tinggi ke wilayah Israel, menyusul serangan udara AS ke tiga fasilitas nuklir di Natanz, Isfahan, dan Fordow.
Conflict eskalasi ini bermula pada Minggu dini hari waktu setempat, 22 Juni 2025, ketika Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) mengerahkan sekitar 40 rudal, termasuk rudal balistik multihulu generasi terbaru Kheibar Shekan dan Khorramshahr-4. Peluncuran dilakukan sebagai respon langsung atas serangan bunker-buster AS, dan dalam rangkaian Operasi True Promise III yang telah memasuki putaran ke-20
Kronologi serangan Iran
IRGC melalui Press TV menyatakan rudal Kheibar Shekan diluncurkan dalam gelombang kedua sekitar pukul 09.25 WIB ke arah Bandara Ben Gurion, fasilitas penelitian biologi rezim Israel, dan lokasi komando militer Selain itu, Khorramshahr-4 ikut diluncurkan, memperkuat intensitas serangan. Sirene pun terdengar di wilayah Tel Aviv dan Haifa, memicu kepanikan warga .
Respon Amerika Serikat dan ancaman balasan
Amerika Serikat menyerang tiga lokasi nuklir Iran menggunakan bunker‑buster bomb via B‑2 Spirit dan rudal Tomahawk dari kapal selam pada 22 Juni 2025. Pentagon menegaskan operasi ini menghantam fasilitas militer tanpa menyasar warga sipil Sebagai tanggapan, parlemen Iran setuju menutup Selat Hormuz, memperingatkan dampak pada perdagangan minyak global
Skala dan teknologi rudal Iran
Menurut analisis Kompas.id & IISS, serangan ini menegaskan kemampuan rudal hipersonik Iran—seperti Fattah, Emad, dan Kheibar Shekan—yang kini setara dengan persenjataan Rusia dan China Fattah, khususnya, mampu mencapai kecepatan hingga Mach 15, menembus sistem pertahanan seperti Iron Dome.
Dampak di dalam negeri dan internasional
IRGC menyebut serangan ini sebagai pembalasan atas kematian lebih 400 warga Iran akibat ofensif Israel sejak 13 Juni Israel melaporkan ratusan luka-luka, sebagian di Tel Aviv dan Haifa . Sementara itu, dunia memantau situasi di Selat Hormuz yang berpotensi terganggu.
Pernyataan pejabat
Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari dari parlemen Iran menegaskan bahwa penutupan Selat Hormuz akan diputuskan Dewan Keamanan Tertinggi Nasional . Di Pentagon, Jenderal Dan Caine menilai serangan terhadap fasilitas nuklir Iran berhasil dan rahasia, sementara Menteri Pertahanan Pete Hegseth memuji keberhasilan misi
Reaksi global
PBB dan banyak negara menyerukan de‑eskalasi, mengingat konflik bisa merembet ke timbulkan krisis minyak & stabilitas regional . Protes anti‑perang juga muncul di sejumlah kota AS Proyeksi konflik selanjutnya
Para analis menyatakan Iran kini tak sekadar menggunakan proxy, melainkan siap berkonfrontasi langsung menggunakan teknologi hipersonik. Global harus bersiap menghadapi era baru perang rudal presisi
Dampak regional
Penutupan Selat Hormuz bisa memicu lonjakan harga minyak dan mengganggu distribusi gas alam cair dari Qatar dan Oman . Keputusan ini akan ditetapkan Dewan Keamanan Iran dalam waktu dekat.
Ringkasan teknis operasi
IRGC menyatakan rudal multihulu mampu bermanuver dan meluncurkan beberapa hulu ledak secara simultan, membuat sistem pertahanan lawan sulit mengantisipasi
Seruan diplomatik
Meski situasi memanas, menlu Iran Abbas Araghchi terbuka untuk diplomasi, namun menuntut Israel dan AS berhenti menyerang . Negosiasi nuklir dijadwalkan, namun kini goncang akibat aksi militer.
Ancaman lanjutan
Trump menyatakan kemungkinan perubahan rezim di Iran bila dewasa ini Tehran tak “Make Iran Great Again” . Paris dan pemimpin dunia lain memberi peringatan atas eskalasi konflik.
Konflik ini menampilkan eskalasi militer paling serius antara Iran, Israel, dan AS sejak bertahun‑tahun terakhir. Gelombang serangan rudal serta penutupan jalur strategis Selat Hormuz menaikkan risiko konflik regional dan memperumit akses energi global. Perkembangan teknologi hipersonik Iran memberi tekanan baru pada pertahanan negara-negara tetangga dan aliansi Barat.
Diplomasi menjadi satu-satunya jalan keluar yang realistis saat ini. Seruan dunia agar segera de-eskalasi harus direspons serius oleh semua pihak, termasuk Iran dan AS. Mendekatkan dialog nuklir dan menghentikan sikap koersif militer adalah krusial untuk meredam ketegangan.
Di tingkat global, penting untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan kontrol senjata lintas jalur strategis demi menjaga stabilitas. Data teknis mengenai perkembangan rudal Iran perlu dijadikan bahan evaluasi strategi pertahanan oleh negara-negara pengawas.
Kesadaran publik akan ancaman tersebut juga harus ditingkatkan agar tekanan dari rakyat menjadi pendorong penghentian konflik. Akhirnya, menjaga jalur diplomasi tetap terbuka, dengan mediasi pihak netral seperti PBB atau Uni Eropa, kini menjadi prioritas demi menghindari bencana kemanusiaan dan ekonomi. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v