Jakarta EKOIN.CO – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mendorong terciptanya sinergisitas kuat antara Kementerian Transmigrasi (Kementrans) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dorongan ini ditujukan untuk mengakselerasi pengembangan kawasan ekonomi terintegrasi di seluruh Indonesia. Langkah strategis ini menyusul penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) mengenai Pengembangan Kawasan Ekonomi Transmigrasi Terintegrasi (KETT) yang dilaksanakan di Kantor Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jakarta, pada Jumat, 26 September 2025. Menko AHY secara langsung menyampaikan apresiasi atas kolaborasi dua kementerian strategis tersebut.
Menko AHY menegaskan bahwa lembaganya senantiasa membuka peluang selebar-lebarnya untuk memfasilitasi kerjasama antar-kementerian. “Kami di Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan senantiasa membuka ruang seluas-luasnya untuk mendorong hadirnya sinergi dan kolaborasi,” ujar Menko AHY, menekankan peran koordinator yang diembannya. Sinergi ini dianggap krusial untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru yang merata.
AHY selanjutnya menjelaskan bahwa penguatan sektor industri merupakan salah satu kunci utama untuk mencapai target ambisius pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8 persen, sebagaimana dicanangkan oleh Presiden Prabowo. Menurutnya, kolaborasi yang terjalin dengan program transmigrasi membuka peluang besar untuk menciptakan wilayah ekonomi baru yang berbasis industri, sekaligus menghadirkan kesejahteraan yang lebih merata bagi masyarakat di daerah-daerah.
Menko AHY berharap agar kerja sama formal ini segera ditindaklanjuti dengan pelaksanaan proyek-proyek percontohan di lapangan. Implementasi nyata dibutuhkan untuk menguji model pengembangan kawasan ini.
“Mudah-mudahan ini menjadi awal yang baik, dan kita segera membidik sejumlah pilot project sebagai cikal bakal kerja sama antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Transmigrasi. Ini bisa menjadi model pengembangan wilayah yang didukung oleh infrastruktur dasar serta sarana transportasi atau konektivitas yang sangat dibutuhkan bagi ekosistem perindustrian dan ekonomi daerah agar semakin berkelanjutan,” tegasnya, menunjukkan pentingnya pembangunan infrastruktur sebagai penopang utama ekosistem industri.
Transmigrasi Modern dan Kebutuhan Industri
Menteri Transmigrasi, Iftitah Sulaiman, menyampaikan perubahan paradigma dalam pelaksanaan program transmigrasi. Beliau menegaskan bahwa transmigrasi saat ini bukan lagi sekadar upaya memindahkan penduduk dari satu tempat ke tempat lain, melainkan sebuah strategi yang berfokus pada pembangunan kualitas manusia dan penciptaan kawasan ekonomi terintegrasi.
“Tidak lagi tradisional dan konvensional, tetapi berbasis data, riset, dan sains. Penandatanganan kerja sama dengan Kementerian Perindustrian adalah bagian dari program Trans Gotong Royong,” jelas Menteri Iftitah, menggarisbawahi pendekatan modern dan ilmiah yang kini digunakan.
Menteri Iftitah menjelaskan titik temu sinergi antara Kementrans dan Kemenperin. Pihaknya membutuhkan mitra dari sektor industri karena industri memiliki tiga keunggulan penting, yaitu modal, teknologi, dan posisi sebagai policy maker. Sementara itu, kekuatan utama dari program transmigrasi adalah ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang siap ditempatkan di wilayah baru. Inilah yang menjadi dasar kolaborasi. “Inilah titik temu kita: transmigrasi dan industri kita sinergikan untuk melahirkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru,” pungkasnya.
Senada dengan Menteri Iftitah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai bahwa penandatanganan MoU ini merupakan langkah konkret yang esensial untuk memperkuat sinergi kedua kementerian. Ruang lingkup kerja sama ini sangat luas, mencakup pengembangan industri di kawasan transmigrasi, pemberdayaan masyarakat lokal dan sumber daya setempat, hingga upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ditempatkan di sana.
Menteri Agus Gumiwang menambahkan, pelaksanaan MoU ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap terwujudnya visi pembangunan nasional yang tertuang dalam Asta Cita. Secara spesifik, kerja sama ini mendukung Asta Cita kelima, yaitu melanjutkan hilirisasi industri berbasis sumber daya alam untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Selain itu, kolaborasi ini juga mewujudkan Asta Cita keenam, yakni membangun dari desa dan dari bawah demi tercapainya pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan pengentasan kemiskinan yang efektif.
Mewujudkan Kawasan Ekonomi Terintegrasi
Sinergi yang didorong oleh Menko AHY ini memiliki potensi besar untuk mengubah peta perekonomian Indonesia. Dengan menggabungkan penyediaan lahan dan tenaga kerja dari program transmigrasi dengan modal, teknologi, dan pasar dari sektor industri, kawasan ekonomi terintegrasi baru dapat tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan. Keberadaan pusat-pusat industri baru di luar Jawa akan mengurangi disparitas pembangunan antara wilayah barat dan timur Indonesia.
Aspek infrastruktur dasar dan konektivitas, seperti yang ditekankan Menko AHY, memainkan peran kunci dalam kesuksesan model KETT ini. Jalan, pelabuhan, jaringan energi, dan akses telekomunikasi yang memadai harus dipastikan tersedia di lokasi-lokasi transmigrasi. Tanpa infrastruktur yang handal, ekosistem perindustrian tidak akan dapat berkembang, dan investasi modal akan terhambat.
Turut hadir menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman ini sejumlah pejabat tinggi dari kedua kementerian dan Kemenko Infrastruktur. Mereka adalah Sekjen Kementerian Transmigrasi Edi Gunawan, Sekjen Kementerian Perindustrian Eko S.A. Cahyanto, Sekretaris Kemenko Ayodhia G.L. Kalake, Deputi Nazib Faizal, serta jajaran Staf Khusus dan Tenaga Ahli Menko AHY. Kehadiran para pimpinan ini menunjukkan komitmen institusional yang kuat terhadap kolaborasi yang baru saja diresmikan.
Kemitraan antara Kementrans dan Kemenperin ini merupakan langkah maju dalam menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Dengan fokus pada hilirisasi industri berbasis sumber daya alam di kawasan transmigrasi, hasil bumi dari daerah akan langsung diolah menjadi produk jadi. Hal ini akan memperkuat struktur manufaktur nasional, meningkatkan pendapatan daerah, dan membuka lapangan kerja berkualitas bagi penduduk transmigran dan masyarakat lokal.
Program KETT ini adalah upaya merespons tantangan pembangunan kewilayahan secara komprehensif. Kawasan ekonomi terintegrasi bukan hanya sekadar zona industri, tetapi sebuah komunitas yang memiliki akses pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sosial yang memadai. Dengan begitu, kesejahteraan yang dijanjikan akan terwujud secara holistik.
Sinergi antara Kementerian Transmigrasi dan Kementerian Perindustrian yang difasilitasi oleh Menko AHY merupakan langkah maju yang sangat strategis dalam upaya menciptakan kawasan ekonomi terintegrasi. Pendekatan modern yang menggabungkan lahan, tenaga kerja, modal, dan teknologi ini diharapkan menjadi model ampuh untuk mempercepat pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Penting untuk memastikan bahwa pilot project yang akan segera dibidik dan dilaksanakan harus memiliki perencanaan yang matang, terutama dalam aspek infrastruktur dasar dan konektivitas. Keberhasilan proyek percontohan akan menjadi kunci untuk mereplikasi model KETT ini secara massal di berbagai wilayah transmigrasi lain. Pengawasan ketat juga dibutuhkan agar implementasi di lapangan selaras dengan tujuan Asta Cita.
Selain pembangunan fisik, fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di kawasan transmigrasi harus menjadi prioritas. Tenaga kerja yang terampil dan berdaya saing akan menjadi penentu utama keberhasilan industri yang beroperasi di wilayah tersebut. Program pelatihan dan pendidikan vokasi harus diintegrasikan dengan kebutuhan spesifik industri mitra.
Kolaborasi ini membuktikan bahwa program transmigrasi telah berevolusi menjadi instrumen pembangunan wilayah yang canggih, tidak lagi konvensional, dan berbasis pada ilmu pengetahuan dan data. Dengan demikian, stigma lama terhadap transmigrasi dapat dihilangkan, dan program ini dapat dipandang sebagai mesin pencetak pertumbuhan ekonomi baru.
Pada akhirnya, keberhasilan KETT akan diukur dari dampaknya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan disparitas antar-wilayah. Semua pihak, mulai dari kementerian terkait hingga pemerintah daerah dan investor swasta, harus bekerja dalam semangat Trans Gotong Royong untuk mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v