Jakarta, EKOIN.CO – Obat-obatan herbal dan teknik urut tradisional semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia dalam mengatasi gangguan rematik dan kram di tubuh. Di berbagai wilayah, pendekatan alami ini banyak dipilih karena dinilai minim efek samping dan lebih terjangkau secara ekonomi.
Kram dan rematik merupakan dua jenis gangguan tubuh yang sering dialami, terutama oleh kelompok usia lanjut. Namun, kini keluhan tersebut juga banyak diderita oleh usia produktif akibat pola hidup, aktivitas fisik berat, hingga stres.
Di kawasan Jakarta Timur, sejumlah tukang urut tradisional mengaku mengalami peningkatan jumlah pasien yang datang mengeluhkan nyeri rematik dan kram otot. “Rata-rata mereka datang karena sudah capek minum obat, takut ginjal rusak. Jadi mereka cari cara alami,” ujar Wahyudi, seorang terapis pijat tradisional di kawasan Klender, Jakarta Timur, Sabtu (15/6/2025).
Menurut Wahyudi, teknik pijat yang digunakan bertujuan melancarkan peredaran darah dan meredakan ketegangan otot. Proses ini biasanya dilakukan menggunakan minyak gosok dari bahan alami seperti campuran minyak kayu putih, jahe, dan sereh.
Pakar pengobatan tradisional, dr. Siti Haryani, M.HKes, menjelaskan bahwa kram dan rematik pada dasarnya terjadi akibat peradangan atau ketidakseimbangan sirkulasi. “Pendekatan herbal bisa menjadi pilihan selama digunakan sesuai takaran dan tidak mengabaikan kondisi medis lainnya,” kata Siti saat ditemui di Klinik Herbal Sehat, Jakarta Selatan.
Ia menambahkan, beberapa jenis tanaman yang biasa digunakan untuk mengatasi rematik dan kram antara lain jahe merah, daun salam, daun sirsak, dan kunyit. “Semua itu mengandung zat antiinflamasi alami yang membantu mengurangi nyeri,” jelasnya.
Selain itu, masyarakat juga banyak memanfaatkan ramuan dari rebusan daun salam dan sereh yang dikonsumsi secara rutin untuk mengurangi gejala nyeri sendi. “Saya minum air rebusan daun salam setiap pagi. Sekarang lebih ringan badan saya,” ujar Rukiyah, warga Cipinang, Jakarta Timur.
Di Pasar Jatinegara, penjual jamu tradisional mengaku permintaan ramuan anti-rematik meningkat dalam dua bulan terakhir. “Biasanya saya jual satu-dua bungkus sehari, sekarang bisa lima sampai tujuh,” kata Mbah Darmi, penjual jamu keliling.
Sementara itu, di Yogyakarta, komunitas pengobatan tradisional terus menyosialisasikan manfaat urut dan herbal kepada warga. Dalam setiap pelatihan, peserta diajarkan cara membuat minyak urut sendiri dari bahan dapur yang mudah didapat.
“Minyak urut dari jahe dan cengkeh bisa langsung dioles ke bagian yang nyeri,” ujar Budi Santosa, pelatih urut tradisional dari komunitas Jamu Sehat Jogja.
Menurut data yang dihimpun dari Dinas Kesehatan DIY, terdapat peningkatan penggunaan pengobatan alternatif sebesar 17% sepanjang semester pertama tahun 2025. Banyak warga yang mulai beralih ke terapi herbal untuk gangguan ringan hingga sedang.
Di Bandung, klinik pengobatan alternatif milik Lembaga Pengobatan Islam juga menyediakan paket terapi rematik yang menggabungkan bekam, urut, dan konsumsi herbal. “Pasien kami merasa lebih tenang karena tidak mengonsumsi obat kimia,” ujar Ustaz Fauzan, pengelola klinik.
Beberapa klinik di Surabaya bahkan telah mengembangkan produk minyak rempah yang diproduksi dari bahan lokal. Produk ini telah mendapat izin edar dari Dinkes setempat dan mulai dipasarkan ke luar daerah.
“Permintaan dari Bali, Kalimantan, dan Sulawesi juga sudah ada. Ini menunjukkan masyarakat mulai percaya kembali ke warisan nenek moyang,” tutur Nuraini, pengusaha minyak herbal di Surabaya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes RI juga mengakui bahwa penggunaan herbal sebagai terapi komplementer menunjukkan tren positif. Namun mereka tetap mengimbau agar penggunaan tetap dalam pengawasan tenaga profesional.
Menurut riset Balitbangkes, senyawa aktif dalam jahe, kunyit, dan serai terbukti memiliki efek analgesik dan antiinflamasi. Hasil ini menunjukkan relevansi pengobatan tradisional dalam menangani keluhan seperti rematik dan kram.
Dalam upaya pengembangan herbal, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga terus mengkaji potensi tanaman lokal sebagai obat. Penelitian terbaru mereka menemukan kombinasi temulawak dan daun salam efektif menurunkan nyeri sendi secara signifikan.
Sementara itu, masyarakat diminta tetap berhati-hati terhadap produk herbal tanpa izin BPOM. Banyak laporan mengenai peredaran obat palsu atau dicampur bahan kimia berbahaya di pasar online.
“Pastikan membeli produk herbal dari sumber terpercaya dan jika bisa, konsultasikan dengan tenaga kesehatan,” ujar dr. Ade Firmansyah dari Ikatan Dokter Indonesia.
Di sisi lain, terapi urut pun mengalami pembaruan metode. Kini banyak terapis yang menggabungkan teknik akupresur dengan pijat refleksi untuk hasil yang lebih maksimal. Teknik ini disebut mampu menstimulasi titik saraf yang berkaitan langsung dengan pusat nyeri.
Di Depok, komunitas ibu rumah tangga mengadakan pelatihan pembuatan balsem herbal berbahan dasar kelapa, kapulaga, dan cengkeh. Produk ini dipakai secara lokal dan bahkan dipasarkan di bazar UMKM.
Salah satu peserta, Ibu Fitri, mengaku balsem buatannya banyak dipesan oleh teman-teman senamnya. “Mereka bilang hangatnya pas dan nyerinya cepat hilang,” ujarnya.
Kram dan rematik juga banyak diderita oleh pekerja kantoran yang duduk terlalu lama. Karena itu, banyak dari mereka yang menggunakan plester herbal atau minyak urut sebagai pertolongan pertama.
Tidak sedikit juga yang mulai rutin berendam kaki dengan air hangat yang dicampur garam dan minyak esensial seperti peppermint atau lavender. Ini disebut mampu merilekskan otot dan melancarkan peredaran darah.
Di sisi akademis, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga tengah mengembangkan kapsul herbal untuk rematik dari kombinasi temulawak, jahe merah, dan sambiloto. Produk ini masih dalam tahap uji klinis.
Menurut dosen peneliti, dr. Laila Farhana, jika uji klinis sukses, maka kapsul ini dapat diproduksi massal sebagai alternatif terapi nyeri sendi berbasis herbal.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus mendukung integrasi pengobatan tradisional ke sistem layanan primer. Puskesmas di sejumlah daerah mulai memiliki poli pengobatan tradisional.
“Kami ingin masyarakat memiliki pilihan pengobatan yang holistik dan aman,” kata Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, dr. Diah Marsaidah.
Hingga kini, edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan ramuan yang tepat dan prosedur urut yang aman terus digencarkan oleh berbagai pihak, termasuk akademisi dan komunitas.
Banyak harapan bahwa kearifan lokal Indonesia yang kaya akan herbal bisa dikembangkan lebih serius menjadi bagian dari solusi kesehatan nasional.
Meski demikian, penting bagi masyarakat untuk tidak meninggalkan pemeriksaan medis jika gejala rematik dan kram terus berulang atau semakin parah. Diagnosis yang akurat tetap menjadi dasar pengobatan.
Sebagai bagian dari kesimpulan, penggunaan obat herbal dan terapi urut tradisional menjadi alternatif yang kian diminati masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan alami tetap memiliki tempat penting dalam sistem kesehatan sehari-hari.
Masyarakat diharapkan bisa terus menggali potensi tanaman lokal yang berkhasiat sambil tetap memperhatikan aspek keamanan dan dosis yang tepat.
Kolaborasi antara terapis tradisional, akademisi, dan otoritas kesehatan menjadi kunci dalam menciptakan layanan yang seimbang antara modern dan tradisional.
Pendidikan dan pelatihan penggunaan bahan herbal secara benar perlu diperluas agar pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak negatif.
Dengan pendekatan yang bijak dan terarah, ramuan alami serta teknik urut tradisional bisa menjadi solusi efektif bagi penderita kram dan rematik di Indonesia.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v