Beijing, EKOIN.CO – Wabah flu burung (virus influenza H5N1) yang menyerang manusia dan hewan di berbagai negara kini menjadi sorotan dunia kesehatan. Awal Juni 2025, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan potensi peningkatan penularan virus ini dari hewan ke manusia, seiring bertambahnya kasus baru di Amerika, Eropa, dan Asia .
Menurut laporan, sejak 1996 virus H5N1 telah menyebar ke sedikitnya 23 negara. Sepanjang 2024, penularannya meningkat tajam pada unggas, sapi perah, kucing, bahkan manusia di Amerika Serikat.
Di AS, 66 orang dilaporkan terinfeksi secara sporadis, mayoritas pekerja peternakan atau yang mengonsumsi susu mentah , Sementara tingkat kematian akibat H5N1 mencapai 30 %, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius .
Kasus paling memprihatinkan terjadi pada remaja 13 tahun di Kanada pada November 2024, yang mengalami gagal multi‑organ dan memerlukan ECMO, tetapi berhasil pulih setelah pengobatan agresif.
Para ahli mencatat adanya kemungkinan varian D1.1 pada H5N1 yang mengalami mutasi genetik, membuat penularannya ke manusia dan antar manusia menjadi lebih berisiko .
Jennifer Nuzzo dari Universitas Brown mengatakan, “Ini adalah hasil yang sangat mengkhawatirkan yang seharusnya lebih kita khawatirkan,” menekankan potensi penularan lintas spesies yang semakin nyata.
Meski hingga saat ini belum ada bukti penularan antar manusia, deteksi berkali‑kali pada hewan dan manusia mencerminkan risiko mutasi virus yang bisa menyesuaikan diri dengan saluran pernapasan manusia.
Para pakar NIH dan NIAID AS menekankan praktik “kewaspadaan tinggi tanpa panik”, sambil terus memantau mutasi genomik melalui sequencing cepat.
Empat kunci pengendalian wabah ini diantaranya: kolaborasi lintas sektor manusia–hewan–lingkungan, genom sequencing cepat, pengembangan vaksin dan terapi antivirus, serta penerapan langkah pencegahan paparan pada populasi berisiko tinggi.
Hingga kini, H5N1 belum menyebabkan pandemi global seperti Covid‑19. Namun penularannya ke hewan mamalia seperti sapi perah, kuda, dan kucing menandai fase baru evolusi virus ini.
Virus ini berbahaya karena cepat menular melalui udara, terutama lewat droplet batuk atau bersin dari hewan terinfeksi, menjangkiti manusia yang kontak langsung.
Simak subjudul detail berikut untuk memahami penularan, gejala, pencegahan, dan solusi menghadapinya secara lengkap.
Penyebaran lintas spesies
- H5N1 pertama kali muncul pada unggas sejak 1996 dan menyebar ke Eropa, Amerika, dan Asia hingga Maret 2024.
- Infeksi tercatat pada sapi perah di 16 negara bagian AS, memperluas jangkauan penularan.
- Hewan mamalia seperti kucing, kuda, dan sapi kini juga terdeteksi positif, menyusul kematian massal hewan liar serta hewan ternak .
Kasus manusia dan dampaknya
- 66 kasus manusia dilaporkan di AS sepanjang 2024, dengan kematian sekitar 30% dari total pasien.
- Kasus remaja Kanada di rumah sakit menunjukkan komplikasi parah, namun berhasil sembuh dengan terapi obat antivirus dan ECMO .
Risiko mutasi dan kewaspadaan
- Varian D1.1 menunjukkan perubahan genetik yang memudahkan adaptasi pada saluran pernapasan manusia.
- Ahli menyebut bahwa sirkulasi terus‑menerus pada manusia bisa memicu mutasi yang membuat virus menular antar manusia lebih mudah.
Strategi pengawasan medis
- Genome sequencing pada hewan dan manusia secepat mungkin dianggap kunci untuk mendeteksi mutasi awal.
- Kolaborasi penyelidikan lintas disiplin di sumber penularan—manusia, hewan, dan lingkungan—menjadi keharusan.
Pengembangan vaksin dan terapi
- Vaksin H5N1 yang ada dapat menetralkan galur beredar, namun distribusinya masih terbatas.
- Obat antivirus juga terbukti efektif mengurangi tingkat keparahan infeksi, meskipun produksi massal belum optimal .
Langkah pencegahan paparan
- Orang yang bekerja dengan unggas dan sapi harus memakai alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, dan pelindung mata.
- Masyarakat dihimbau mencuci tangan dengan sabun setelah kontak hewan, dan menghindari konsumsi susu mentah atau unggas yang tidak dimasak sempurna.
Risiko pada populasi umum
- Walaupun risiko rendah bagi masyarakat umum, mereka yang bekerja di peternakan atau konsumsi produk hewan berpotensi tinggi terkena.
- Kasus hewan ke manusia dan potensi mutasi membuat ancaman ini bukan sekadar teori, melainkan target pengendalian serius saat ini .
Perbandingan dengan HMPV dan penyakit lain
- Berbeda dengan HMPV yang menyebabkan ISPA ringan, H5N1 dapat memicu kematian tinggi dan komplikasi berat.
- HIV, malaria, dan TB tetap jadi ancaman utama, namun virus flu burung memiliki potensi cepat menular dan memicu krisis baru.
Pengamatan global menunjukkan
- Di Eropa dan AS, kematian massal unggas dan mamalia yang mengonsumsi burung mati adalah indikasi serius mutasi cepat virus.
- Penarikan makanan hewan yang terinfeksi seperti Northwest Naturals dilakukan untuk menghentikan rantai penularan.
Kesiapsiagaan Indonesia
- Indonesia belum melaporkan penularan H5N1 antar manusia. Namun belajar dari riwayat flu burung 2012, kewaspadaan harus ditingkatkan .
- Penerapan One Health, menjembatani kolaborasi lintas sektor manusia, hewan, dan lingkungan, sangat relevan diterapkan di Indonesia .
Solusi praktis
- Pengawasan ketat di peternakan unggas dan sapi perah, termasuk pelaporan penyakit cepat.
- Genome sequencing virus secara otomatis ketika terdapat outbreak hewan.
- Distribusi vaksin & antivirus secara adil pada populasi rentan, seperti petani dan peternak.
- Kampanye edukasi konsumsi aman dan higiene bagi peternak dan konsumen.
- Proteksi hewan ternak dengan sanitasi kandang serta pemantauan kesehatan rutin.
Kesimpulan dan Saran
Wabah flu burung H5N1 kini menjadi ancaman global serius karena mudah menular, berdampak berat pada manusia, dan menunjukkan potensi mutasi berbahaya. Kolaborasi aktif sektor manusia, hewan, dan lingkungan mutlak dilakukan berdasarkan pendekatan One Health.
Pengawasan genomik cepat dan kolaboratif diperlukan untuk mendeteksi mutasi awal virus. Program vaksinasi dan terapi antivirus harus dipercepat, terutama bagi petani, peternak, dan pekerja di industri peternakan.
Masyarakat umum perlu menerapkan pola konsumsi aman, kebersihan tangan, serta mengenal gejala ISPA berat setelah kontak hewan. Informasi edukatif ini penting untuk menekan risiko penularan lintas spesies.
Pemerintah dan otoritas kesehatan wajib melakukan kampanye publik tentang bahaya H5N1, termasuk pengaturan impor, distribusi produk hewan, dan protokol biosekuriti di peternakan. Koordinasi lintas lembaga menjadi kunci deteksi & respons cepat.
Dengan langkah ini, risiko mutasi H5N1 menjadi varian yang mudah menular manusia bisa dikendalikan. Pencegahan dini, edukasi, dan penanganan terpadu menjadi fondasi utama ketahanan masyarakat global menghadapi wabah.Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mCYPIvKh3Yr2v