Jakarta, ekoin.co – Surat laporan pengaduan yang dilayangkan Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (Kosmak) kepada Presiden Prabowo Subianto sesuatu yang mengada-ngada dan pesanan dari beberapa perusahaan pertambangan ilegal yang telah disita oleh negara melalui Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH).
Hal tersebut disampaikan sumber internal Kejaksaan Agung (Kejagung) yang merupakan bagian dari Satgas PKH.
Sejumlah perusahaan pertambangan nikel itu tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Diduga beberapa perusahaan tambang itu berada di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang kini telah dikuasai kembali dan disita oleh negara.
Berdasarkan sumber Kejagung, bahwa laporan tersebut sebagai serangan balik yang dilakukan sejumlah perusahaan tambang nikel ilegal yang tidak memiliki IPPKH dan merasa dirugikan dengan sikap tegas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sebagai Ketua Pelaksana Satgas PKH.
“Diduga laporan tersebut sebagai serangan balik dari perusahaan-perusahaan tambang nikel yang merasa dirugikan dengan adanya sikap tegas pak Febrie baik sebagai Jampidsus maupun sebagai Ketua Pelaksana Satgas PKH,” kata sumber Kejagung dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/10).
Sebelumnya, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (Kosmak) yang diduga mendapat pesanan dari mafia tambang ilegal itu melayangkan surat pengaduan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah.
Surat pengaduan Kosmak bernomor 023/KSMAK-SK/10/2025 diserahkan langsung ke Istana Negara dengan tembusan kepada Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin selaku Ketua Pengarah Satgas PKH.
Kosmak menyoroti kegiatan penertiban tambang nikel di kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai di Sulawesi Tenggara. Pada 11 September 2025, Satgas PKH yang dipimpin Febrie diketahui telah menyegel dan menyita beberapa perusahaan tambang nikel tanpa izin yang melakukan penambangan di kawasan hutan, diantaranya PT Tonia Mitra Sejahtera, PT Toshida Indonesia dan PT Suria Lintas Gemilang.
Sebagai informasi, langkah Satgas PKH melakukan penguasaan kembali kawasan hutan yang didalamnya terdapat usaha pertambangan yang dikelola tanpa izin dibidang kehutanan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025.
Satgas PKH melakukan verifikasi data dan meminta keterangan klarifikasi terhadap sejumlah perusahaan yang melakukan penambangan tanpa izin di kawasan hutan. Setelah meminta keterangan sejumlah pihak, tim Satgas PKH akan melakukan penguasaan kembali untuk dikelola oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah menyampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait keberhasilan capaian kinerja Satgas PKH yang telah berhasil menguasai kembali 4 juta hektare lahan perkebunan sawit dan pertambangan tanpa IPPKH.
Diketahui, saat ini Satgas PKH secara bersamaan sedang melakukan penertiban kawasan hutan di sektor pertambangan dan telah berhasil mengidentifikasi 5.342,58 ha (5,3 juta hektare) yang diketahui beroperasi tanpa mendapat Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang tersebar di Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Selanjutnya, lanjut Febrie, Satgas PKH telah melakukan klarifikasi terhadap sejumlah entitas perusahaan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan yang beroperasi tanpa melalui mekanisme PPKH dengan total luasan yang berhasil diverifikasi seluas 2.709,02 ha atau 2,7 juta hektar lahan yang tersebar di 7 provinsi.
“Terhadap luasan yang dapat diverifikasi tersebut, maka per tanggal 1 Oktober 2025, Satgas PKH telah berhasil melakukan penguasaan kembali terhadap kawasan hutan seluas 5.209,29 hektare lahan atas 39 entitas perusahaan atau korporasi,” ucap Jampidsus Febrie.
Sebelumnya, Satgas PKH mengidentifikasi kawasan hutan dengan bukaan tambang tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 4,2 juta hektare.
Dari hasil verifikasi terhadap 51 perusahaan, 14 perusahaan terindikasi siap dilakukan penguasaan kembali.
Pada 11 September 2025, Satgas PKH telah melakukan penguasaan kembali terhadap dua perusahaan tambang, yakni, PT Weda Bay Nickel di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Maluku Utara seluas 148,25 hektare, dan PT Tonia Mitra Sejahtera (PT TMS) di Bombana, Sulawesi Tenggara seluas 172,82 hektar.
Total lahan tambang di kawasan hutan yang telah berhasil dikuasai kembali mencapai 321,07 hektare. (*)

















