Jakarta, EKOIN.CO – Sidang perdana kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina resmi dimulai pada Kamis (9/10/2025) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Proses persidangan dimulai sekitar pukul 11.40 WIB dengan menghadirkan empat orang terdakwa yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Keempatnya mengenakan rompi tahanan berwarna oranye dengan borgol di kedua tangan, menandai dimulainya proses hukum atas perkara dengan nilai kerugian negara yang sangat besar ini.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Empat terdakwa tersebut adalah Riva Siahaan selaku eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga. Mereka satu per satu menjawab pertanyaan identitas dari majelis hakim sebelum pembacaan dakwaan dimulai.
Sidang dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma Aji dengan empat hakim anggota, yakni Adek Nurhadi, Sigit Herman Binaji, Mulyono Dwi Putro, dan Eryusman. Sidang berlangsung dengan penjagaan ketat dari aparat keamanan. Dalam dakwaan, keempat terdakwa disebut terlibat dalam serangkaian penyimpangan tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang berlangsung selama lima tahun, mulai 2018 hingga 2023.
Empat Terdakwa Didakwa Rugikan Negara Triliunan
Berdasarkan dakwaan jaksa, penyimpangan dilakukan dari hulu hingga hilir dalam rantai pasok minyak mentah dan BBM. Praktik tersebut mencakup ekspor dan impor minyak mentah, impor BBM, pengapalan minyak mentah dan BBM, serta penyewaan terminal BBM. Selain itu, jaksa juga mengungkap adanya praktik pemberian kompensasi BBM dan penjualan solar subsidi di bawah harga dasar atau bottom price yang memperbesar kerugian negara.
Kepala Kejari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra menjelaskan bahwa akibat perbuatan tersebut negara mengalami kerugian sebesar Rp285.185.919.576.620 atau sekitar Rp285,18 triliun. “Oleh karena perbuatan terdakwa dan tersangka tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp285.185.919.576.620,” ujar Safrianto dalam persidangan.
Jaksa menyatakan, praktik ini bukan hanya melanggar prinsip tata kelola perusahaan, tetapi juga melanggar hukum secara serius. Dalam prosesnya, seluruh kegiatan ekspor-impor dan distribusi BBM serta minyak mentah tersebut diduga dilakukan tanpa mengikuti ketentuan yang berlaku dan mengabaikan prosedur pengawasan internal.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, keempat terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Jaksa menilai bahwa seluruh unsur dalam pasal tersebut telah terpenuhi melalui rangkaian perbuatan para terdakwa.
Majelis Hakim Tegaskan Proses Sidang Akan Transparan
Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma Aji dalam persidangan menyampaikan bahwa proses hukum dalam perkara ini akan dilaksanakan secara transparan. Hakim menegaskan bahwa semua pihak memiliki hak untuk menyampaikan pembelaan dan semua bukti akan diperiksa secara terbuka di pengadilan.
“Sidang ini akan digelar secara terbuka dan transparan sesuai dengan prinsip peradilan yang adil,” ujar Fajar di ruang sidang. Ia juga menegaskan bahwa agenda persidangan selanjutnya akan difokuskan pada pembacaan dan pemeriksaan bukti-bukti dari Jaksa Penuntut Umum.
Dalam ruang sidang, para terdakwa tampak mendengarkan dakwaan dengan tenang. Dua terdakwa mengenakan batik, sementara dua lainnya memakai kemeja biru dan putih. Sidang berjalan kondusif dengan kehadiran tim penasehat hukum dari masing-masing terdakwa.