Jakarta, EKOIN.CO – Sidang praperadilan Nadiem Anwar Makarim resmi dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (3/10/2025) pukul 13.08 WIB. Sidang perdana ini dipimpin oleh hakim tunggal I Ketut Darpawan, sementara kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris bersama timnya hadir mendampingi. Sejumlah awak media tampak memenuhi ruang sidang utama untuk meliput jalannya persidangan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, melalui kuasa hukumnya meminta agar hakim menyatakan penetapan tersangka dirinya oleh Kejaksaan Agung RI tidak sah. Permohonan ini diajukan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.

Sidang praperadilan Nadiem Makarim menghadirkan kuasa hukum utama Hotman Paris Hutapea yang ditunjuk langsung oleh Nadiem. Meski tidak hadir, kedua orang tua Nadiem, Nono Anwar Makarim dan Atika Algadrie, tampak hadir di ruang sidang untuk memberikan dukungan moral.
BACA JUGA: Penyidik Jampidsus Siap Hadapi Sidang Praperadilan Terkait Status Tersangka Nadiem Makarim
Menurut pihak keluarga, ketidakhadiran Nadiem disebabkan kondisi kesehatan yang belum sepenuhnya pulih, meskipun kini disebut mulai membaik.
Keberatan Kuasa Hukum
Dalam persidangan, kuasa hukum menyampaikan bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem dilakukan pada 4 September 2025, bertepatan dengan hari penahanannya. Mereka menilai langkah tersebut cacat hukum.
“Bahwa sejak diterbitkannya Sprindik tanpa menyebutkan identitas tersangka pada tanggal 20 Mei 2025, termohon baru menetapkan pemohon sebagai tersangka pada 4 September 2025,” ujar kuasa hukum di ruang sidang.
Selain itu, penahanan Nadiem didasarkan pada Surat Perintah Penahanan Nomor PRIN-55/F.2/Fd.2/09/2025 yang diterbitkan di hari yang sama. Kuasa hukum menyebut proses itu tidak sesuai prosedur dan dilakukan secara sewenang-wenang.
Mereka menambahkan bahwa penetapan tersangka tidak disertai hasil audit resmi dari BPKP mengenai kerugian negara. Padahal audit merupakan syarat utama dalam kasus tindak pidana korupsi.
“Bahwa secara de facto, pada saat termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka, BPKP masih melakukan pendalaman dan belum menerbitkan hasil audit resmi,” lanjut kuasa hukum.
Petitum Permohonan
Selain keberatan terhadap penetapan tersangka, pihak Nadiem juga meminta hakim membatalkan seluruh proses penyidikan yang dilakukan Kejagung. Mereka menilai surat perintah penyidikan yang diterbitkan sejak Mei 2025 tidak sah.
Kuasa hukum turut mempersoalkan identitas pekerjaan Nadiem yang tercantum dalam surat penetapan tersangka sebagai karyawan swasta. Padahal, Nadiem menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019-2024.
Dalam petitumnya, pihak Nadiem memohon agar hakim:
1. Menyatakan penetapan tersangka tidak sah.
2. Membatalkan seluruh surat perintah penyidikan.
3. Menghentikan proses penyidikan dan penahanan.
4. Mengeluarkan Nadiem dari tahanan.
5. Memulihkan nama baik dan kedudukan hukum Nadiem.
Lebih jauh, pihak Nadiem juga menegaskan bahwa program digitalisasi pendidikan 2019-2022, yang dijadikan dasar tuduhan, tidak termasuk dalam RPJMN 2020-2024 dan tidak memiliki alokasi anggaran resmi.
“Program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022 tidak tercantum dalam RPJMN, yang merupakan dokumen resmi pembangunan nasional,” ucap kuasa hukum.
Selain itu, mereka meminta agar bila perkara berlanjut ke pokok perkara, penahanan dialihkan menjadi tahanan rumah atau tahanan kota.
Sidang praperadilan ini akan berlanjut dengan agenda jawaban dari pihak Kejaksaan Agung. Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejagung b belum menyampaikan tanggapan resmi dalam persidangan.