Jakarta EKOIN.CO – Kesepakatan pembelian bahan bakar impor antara Pertamina melalui anak usahanya, PT Patra Niaga, dengan SPBU swasta batal terlaksana. Hal ini dipicu adanya kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam base fuel impor yang ditawarkan, sehingga Vivo dan APR memutuskan untuk membatalkan rencana kerja sama tersebut. Kasus etanol ini menegaskan pentingnya standar mutu bahan bakar bagi kebutuhan energi nasional.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Wakil Direktur Utama PT Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menyampaikan bahwa kandungan etanol ditemukan saat pemeriksaan kargo MT Sakura yang mengangkut 40.000 barel bahan bakar impor. Menurutnya, secara regulasi kadar etanol diperbolehkan hingga 20 persen, tetapi keputusan SPBU swasta tidak melanjutkan pembelian murni pertimbangan teknis mereka.
“Setelah dua SPBU swasta itu berdiskusi kembali dengan kami, Vivo membatalkan untuk melanjutkan. Lalu tinggal APR, tapi akhirnya tidak juga. Jadi tidak ada semua,” jelas Achmad dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10/2025).
Etanol Jadi Alasan Pembatalan
Achmad menegaskan, penolakan ini hanya berlaku pada kargo impor tertentu, bukan untuk semua pasokan Pertamina. “Tapi karena ini menggunakan kargo dari MT Sakura, ditemukan secara pemeriksaan ada etanol 3,5 persen. Tapi mereka (SPBU swasta) berkenan pada kargo selanjutnya,” terangnya.
Pihak Vivo juga membenarkan adanya pembatalan pembelian. “Karena ada beberapa hal teknis yang tidak bisa dipenuhi oleh Pertamina, sehingga apa yang sudah kami mintakan itu dengan terpaksa dibatalkan. Tapi tidak menutup kemungkinan kami akan berkoordinasi dengan Pertamina untuk saat-saat mendatang,” ujar perwakilan Vivo.
Keputusan ini menunjukkan adanya ruang negosiasi yang masih terbuka antara SPBU swasta dengan Pertamina. Selama kualitas bahan bakar sesuai standar, kerja sama bisa saja kembali berlangsung di masa depan.
Standar Bahan Bakar Jadi Kunci
Sebelumnya, Vivo sudah menyatakan kesediaan membeli 40.000 barel base fuel dari Pertamina. Kesepakatan tersebut merupakan tindak lanjut dari saran Menteri ESDM untuk memperkuat pasokan energi nasional melalui mekanisme business to business.
Pj Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, sempat menegaskan bahwa tujuan kerja sama adalah menjamin ketersediaan energi masyarakat. Namun, adanya perbedaan teknis terkait kandungan etanol membuat kesepakatan itu tertunda.
Ke depan, isu standar mutu bahan bakar termasuk kandungan etanol akan menjadi pertimbangan penting dalam setiap transaksi energi. SPBU swasta membutuhkan kepastian mutu, sementara Pertamina dituntut menyesuaikan pasokan agar sejalan dengan kebutuhan pasar domestik.
Situasi ini sekaligus mencerminkan tantangan dalam menjaga stabilitas pasokan energi di Indonesia. Dengan adanya dialog terbuka antara Pertamina dan mitra swasta, diharapkan persoalan teknis dapat terselesaikan secara cepat dan tidak mengganggu layanan masyarakat.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM diperkirakan akan terus mengawasi setiap perjanjian energi agar standar mutu tetap terjaga. Penolakan terhadap base fuel dengan kandungan etanol ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak dalam menata kebijakan energi ke depan.
Langkah ke depan masih terbuka lebar, baik bagi Pertamina maupun SPBU swasta, untuk melanjutkan kolaborasi di masa mendatang. Selama komunikasi tetap terjaga dan standar mutu bahan bakar dipenuhi, keberlanjutan kerja sama bisa terwujud. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v