Solo,EKOIN.CO- Kuasa hukum HMD, tersangka kasus korupsi proyek drainase Stadion Manahan, Bambang Ary Wibowo, memastikan pihaknya akan mengajukan gugatan pra-peradilan. Sidang perdana dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 7 Oktober 2025. Bambang menilai penetapan kerugian negara dalam kasus tersebut tidak sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.
Ikuti update berita terkini di WA Channel EKOIN
Menurut Bambang, peraturan perundang-undangan menegaskan bahwa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bertugas melakukan audit, sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berwenang menetapkan kerugian negara. Namun, dalam kasus ini, kerugian negara justru ditetapkan berdasarkan audit internal kejaksaan.
“Penetapan kerugian negara tidak dilakukan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yaitu dilakukan oleh BPKP auditornya dan BPK sebagai penentu kerugian negara. Jadi menentukan semuanya adalah dari auditor Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri sebagaimana tertera dalam rencana dakwaan yang kami terima,” ujar Bambang.
Sengketa Kerugian Negara di Kasus Drainase
Bambang menekankan bahwa audit internal kejaksaan tidak bisa dijadikan dasar untuk menetapkan kerugian negara. Menurutnya, hal ini menyalahi prosedur dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam proses hukum.
“Iya dan itu kan enggak boleh. Yang harus melakukan auditor kan harus BPKP. Dan yang menetapkan kerugian negara adalah BPK. Kan enggak mungkin dong masak seseorang yang melakukan pengawasan dia juga yang melakukan auditor. Dia juga yang menentukan kerugian kan menjadi tidak fair,” jelasnya.
Kasus yang menyeret HMD berawal dari proyek normalisasi saluran drainase kawasan selatan Stadion Manahan. Proyek dengan nilai pagu paket sekitar Rp 4,1 miliar itu dikerjakan oleh PT Kenanga Mulya.
Selain HMD, Kejaksaan Negeri Solo juga menetapkan AN sebagai tersangka. AN saat proyek berlangsung menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus pensiunan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Solo.
Audit Internal Temukan Tiga Penyimpangan
Kepala Kejari Solo, Supriyanto, mengungkapkan bahwa hasil audit internal kejaksaan menemukan setidaknya tiga bentuk penyimpangan. Pertama, pekerjaan proyek tidak sesuai spesifikasi teknis dalam kontrak. Kedua, terdapat kekurangan volume pekerjaan. Ketiga, hasil pekerjaan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan bahkan dinilai berpotensi membahayakan lingkungan.
“Kerugian negara timbul karena spesifikasi pekerjaan di bawah standar, ada volume yang tidak terpenuhi, serta hasil pekerjaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dari total anggaran Rp 4,5 miliar, kerugian negara sekitar Rp 2,5 miliar,” terang Supriyanto.
Penyidik menduga perencanaan dan pengawasan proyek drainase tersebut tidak berjalan sesuai aturan, sehingga menimbulkan kerugian signifikan. Atas dasar itu, kejaksaan menetapkan HMD dan AN sebagai tersangka.
Meski demikian, kuasa hukum HMD tetap berpegang pada pandangan bahwa dasar perhitungan kerugian negara tidak sah secara hukum. Gugatan pra-peradilan pun dipersiapkan untuk menguji legalitas penetapan tersangka dan dugaan kerugian negara.
Kini, publik menantikan jalannya sidang pra-peradilan pada 7 Oktober 2025 yang akan menjadi titik awal uji formil perkara ini. Hasil sidang akan menentukan arah proses hukum lebih lanjut terhadap kasus drainase Manahan yang menjadi sorotan di Kota Solo.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v