Jakarta EKOIN.CO – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan penolakannya terhadap kebijakan Tax Amnesty. Menurutnya, pemberlakuan amnesti pajak berulang kali hanya akan melemahkan kredibilitas sistem perpajakan Indonesia. Pernyataan ini ia sampaikan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025) malam.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN di sini
Purbaya menilai konsistensi aturan menjadi kunci utama dalam menjaga kepercayaan publik terhadap kebijakan fiskal. Ia menegaskan, jika pemerintah terus mengandalkan Tax Amnesty, masyarakat bisa menilai bahwa pelanggaran pajak dapat dimaafkan, karena pada akhirnya akan ada pengampunan lagi.
“Kalau Tax Amnesty diberlakukan berkali-kali, bagaimana kredibilitas amnesti itu sendiri?” ujar Purbaya. Ia menambahkan bahwa kebijakan semacam itu justru memberi sinyal keliru kepada wajib pajak.
Tax Amnesty dan Dampaknya pada Kepatuhan
Menurut Menkeu, pesan yang tersirat dari amnesti pajak bisa menimbulkan salah kaprah. Para wajib pajak berpotensi berpikir bahwa menunda kepatuhan tidak masalah, sebab akan ada program pengampunan berikutnya. “Kita kibulin aja pajaknya, kita tunggu aja Tax Amnesty pemutihannya. Itu yang nggak boleh,” tegas Purbaya.
Sebagai ekonom, ia menilai pemerintah seharusnya lebih fokus memperkuat regulasi yang sudah ada. Dengan optimalisasi aturan dan pengawasan ketat, praktik penghindaran pajak bisa ditekan tanpa harus memberi celah pengampunan berulang.
Purbaya menyebut bahwa jika pola amnesti ini dijalankan terus-menerus, kepercayaan terhadap sistem fiskal justru akan menurun. Hal tersebut berbahaya bagi penerimaan negara, yang sangat bergantung pada kepatuhan pajak.
Ia juga menekankan, Tax Amnesty bisa membuat wajib pajak memilih menahan kewajiban dengan harapan ada pengampunan lagi di masa depan. Menurutnya, itu akan merusak fondasi kepatuhan yang selama ini dibangun pemerintah.
Pandangan Menkeu tentang Kebijakan Pajak
Purbaya mengingatkan bahwa Indonesia sudah dua kali menjalankan Tax Amnesty. Ia mengkhawatirkan adanya desakan untuk membuka jalan bagi program serupa di masa depan, yang justru dapat merugikan negara dalam jangka panjang.
“Kalau Tax Amnesty diberlakukan terus setiap berapa tahun, ya udah semuanya akan nyelundupin duit. Jadi Tax Amnesty itu kurang bagus bagi saya,” ungkapnya.
Ia menegaskan, arah kebijakan pajak sebaiknya diarahkan pada kepastian hukum serta penegakan aturan yang konsisten. Dengan begitu, penerimaan negara bisa terus terjaga tanpa harus mengorbankan kredibilitas fiskal.
Menurut Purbaya, kepercayaan publik terhadap kebijakan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh besarnya insentif atau stimulus, tetapi juga oleh konsistensi dalam menjalankan aturan. “Ketika aturan kerap berubah atau memberi celah kompromi, kepatuhan wajib pajak bisa terancam goyah,” ucapnya.
Pernyataan Menkeu tersebut menjadi penegasan bahwa pemerintah perlu berhati-hati dalam merancang kebijakan fiskal. Sebab, kebijakan yang bersifat temporer seperti Tax Amnesty dapat mengundang ketidakpastian dan melemahkan disiplin pajak.
Program amnesti sebelumnya memang berhasil menambah penerimaan dalam jangka pendek, namun risiko moral hazard di baliknya menjadi perhatian besar. Karena itu, Purbaya menekankan pentingnya strategi yang berkelanjutan ketimbang mengandalkan solusi instan.
Kebijakan pajak yang tegas, jelas, dan berkesinambungan dinilai lebih efektif dalam menciptakan iklim ekonomi yang sehat. Selain itu, upaya edukasi pajak dan pengawasan ketat diyakini bisa mendorong kesadaran masyarakat untuk taat pajak secara sukarela.
Langkah ini sekaligus menjadi pesan bahwa pemerintah ingin menjaga keadilan bagi semua wajib pajak. Dengan begitu, tidak ada celah bagi kelompok tertentu untuk memanfaatkan peluang Tax Amnesty demi kepentingan pribadi.
Ke depan, Purbaya mengingatkan bahwa konsistensi fiskal adalah pondasi yang tidak bisa ditawar. Tanpa itu, stabilitas ekonomi berisiko terganggu, dan penerimaan negara bisa terus terancam.
Kebijakan Tax Amnesty dinilai berisiko menurunkan kredibilitas fiskal Indonesia jika terus diberlakukan.
Purbaya menolak keras konsep pengampunan pajak berulang karena memberi sinyal keliru pada wajib pajak.
Ia mendorong pemerintah memperkuat regulasi yang ada, bukan menciptakan celah baru.
Kepatuhan pajak dianggap hanya bisa terjaga dengan konsistensi aturan dan penegakan hukum.
Indonesia perlu mengutamakan kepastian fiskal jangka panjang ketimbang solusi instan.
Pemerintah sebaiknya menutup opsi Tax Amnesty di masa depan.
Fokus diarahkan pada penegakan hukum pajak dan peningkatan transparansi.
Edukasi dan literasi pajak perlu diperluas agar kesadaran publik meningkat.
Kebijakan fiskal harus dijalankan konsisten demi menjaga kepercayaan publik.
Dengan langkah itu, stabilitas penerimaan negara bisa lebih terjamin.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v