BERLIN, EKOIN.CO – Pemerintah Jerman akhirnya memberikan persetujuan ekspor kapal selam baru ke Israel, hanya beberapa hari setelah sebelumnya mengumumkan penghentian sebagian ekspor senjata ke negara tersebut. Keputusan ini dilaporkan oleh surat kabar TAZ yang berbasis di Berlin, mengutip informasi dari Anadolu, pada Rabu (13/8/2025).
Gabung WA Channel EKOIN
Izin ekspor kapal selam tersebut diumumkan pada 8 Agustus, namun belum jelas kapan persetujuan resmi diberikan. Informasi ini diungkapkan Luca Schiewe dari organisasi Facing Finance saat menanggapi pertanyaan dalam rapat umum luar biasa pemegang saham penting di perusahaan manufaktur Thyssenkrupp Marine Systems (TKMS) pada Jumat lalu.
Saat konferensi pers di Berlin, juru bicara Kementerian Ekonomi Jerman, Daniel Greve, menolak mengomentari kasus spesifik ini. Ia menegaskan bahwa setiap persetujuan ekspor senjata, termasuk kapal selam, diputuskan secara individual dengan mempertimbangkan kebijakan luar negeri dan keamanan.
Kapal Selam Dolphin untuk Israel
Kontrak pembelian kapal selam ini ditandatangani pada 2012. Dewan Keamanan Federal telah menyetujui pengiriman pada Desember 2023. Namun, izin tambahan dari Kantor Federal untuk Urusan Ekonomi dan Pengendalian Ekspor (BAFA) baru diselesaikan belakangan.
Facing Finance menyebutkan manajemen TKMS telah memastikan pengiriman berjalan sesuai jadwal. Awalnya, pihak perusahaan enggan memberikan keterangan kepada media terkait perkembangan izin ekspor tersebut.
Awal pekan lalu, kapal selam bernama INS Drakon terpantau menjalani uji coba laut di lepas pantai Pulau Rügen, Laut Baltik. Kapal ini merupakan unit keenam dari kelas Dolphin yang dikirim ke Israel, dengan nilai kontrak sekitar €500 juta. Jerman berkontribusi €135 juta untuk pembiayaan pembelian tersebut.
Kontroversi dan Latar Belakang Politik
Kesepakatan kapal selam ini menjadi sorotan karena turut menjadi objek investigasi hukum di Israel. Komisi penyelidikan di sana sedang memeriksa kontrak antara pemerintah Israel dan TKMS, terkait dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan.
Di sisi lain, situasi keamanan di Timur Tengah, khususnya Gaza, terus memburuk. Serangan militer Israel sejak 18 Maret telah menewaskan 10.201 orang, termasuk 106 anak-anak, serta melukai lebih dari 42.000 warga.
Pada November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang di Gaza.
Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait operasi militernya di wilayah kantong tersebut. Kondisi ini memicu kritik internasional terhadap dukungan militer, termasuk pengiriman kapal selam dari negara-negara Barat.
Meskipun terdapat tekanan diplomatik, keputusan Jerman tetap mengikuti jalur formal perizinan ekspor senjata. Pemerintah federal menyatakan seluruh persetujuan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek hukum internasional dan keamanan nasional.
Pengiriman INS Drakon diperkirakan rampung dalam beberapa bulan ke depan setelah uji coba laut selesai. Kapal selam ini disebut memiliki kemampuan tempur bawah air canggih yang dapat beroperasi jarak jauh.
Dengan kapasitas tersebut, keberadaan kapal selam baru ini berpotensi memperkuat armada angkatan laut Israel di tengah ketegangan yang belum mereda.
Keputusan Jerman ini diperkirakan akan memicu perdebatan politik internal, terutama dari kelompok yang menentang ekspor senjata ke negara yang sedang terlibat konflik bersenjata.
Namun, pihak pendukung kebijakan ini beralasan bahwa kontrak kapal selam tersebut sudah ada sejak lama dan menjadi bagian dari komitmen kerja sama pertahanan bilateral.
Pemerintah Jerman sendiri belum memberikan penjelasan rinci terkait implikasi geopolitik dari pengiriman kapal tersebut di tengah eskalasi perang di Gaza.
Bagi pihak Israel, kedatangan INS Drakon diyakini sebagai penambahan kekuatan strategis yang signifikan, meskipun menuai kritik dari berbagai pihak internasional.
Pengamat militer menilai, di tengah situasi regional yang kompleks, setiap pengiriman kapal selam atau sistem persenjataan besar ke kawasan tersebut berpotensi memperpanjang konflik dan meningkatkan risiko eskalasi militer.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v