Jakarta EKOIN.CO – Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menyoroti kebijakan terbaru Malaysia yang mengganti penyebutan wilayah Ambalat menjadi Laut Sulawesi, khususnya untuk wilayah maritim yang mereka klaim sebagai Blok ND-6 dan ND-7. Langkah ini dinilai dapat mengaburkan status klaim wilayah yang hingga kini masih menjadi perdebatan antara Indonesia dan Malaysia.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pernyataan Amelia tersebut disampaikan pada Rabu, 6 Agustus 2025, sebagai bentuk keprihatinan terhadap sikap Malaysia yang dinilai tidak konsisten dalam menghormati batas wilayah yang telah ditetapkan menurut hukum Indonesia. Ia menganggap penggunaan istilah “Laut Sulawesi” memiliki makna politis yang tersembunyi.
Menurut Amelia, penggantian nomenklatur ini bukan sekadar perubahan istilah geografis. Ia menilai hal ini sebagai langkah strategis Malaysia untuk menghindari pengakuan terhadap Ambalat sebagai wilayah yang masih dalam sengketa dengan Indonesia. Ia meminta pemerintah untuk tidak membiarkan hal ini berlarut-larut.
“Istilah geografis seperti ‘Laut Sulawesi’ yang digunakan oleh Malaysia memang dapat menimbulkan implikasi politis, terutama jika digunakan untuk mengaburkan status klaim atas wilayah Ambalat,” ujar Amelia kepada media, menegaskan pentingnya sikap waspada terhadap perubahan-perubahan semacam ini.
Sikap Tegas Indonesia Diperlukan di Forum Internasional
Lebih lanjut, Amelia meminta pemerintah Indonesia untuk bersikap lebih tegas dalam setiap forum bilateral maupun multilateral. Ia mendesak agar nomenklatur resmi sesuai hukum Indonesia tetap dipakai untuk memperkuat posisi kedaulatan nasional.
“Kami meminta agar pemerintah Indonesia bersikap tegas dalam setiap forum bilateral maupun multilateral untuk menggunakan nomenklatur resmi yang sesuai dengan posisi hukum dan prinsip kedaulatan nasional,” ucapnya.
Dalam pandangannya, forum-forum internasional sangat berperan dalam membentuk persepsi global terhadap batas wilayah. Karena itu, setiap perubahan istilah yang dilakukan pihak lain, termasuk Malaysia, harus ditanggapi dengan argumentasi hukum dan diplomatik yang kuat.
Amelia menekankan bahwa penggunaan istilah yang sah dan diakui oleh Indonesia adalah penting untuk menjaga legitimasi atas wilayah yang masih diperselisihkan. Ia juga memperingatkan bahwa ketidaktegasan dapat membuka ruang bagi pihak asing untuk memperkuat klaim mereka.
Ia menyatakan bahwa Indonesia harus mengedepankan instrumen diplomasi dan hukum internasional untuk memastikan Ambalat tetap berada dalam kedaulatan nasional. Dengan cara ini, pergeseran penyebutan seperti yang dilakukan Malaysia dapat ditanggulangi secara efektif.
Peta Baru Malaysia 1979 Jadi Acuan Sengketa
Diketahui, Malaysia mendasarkan klaim atas wilayah Blok ND-6 dan ND-7 pada Peta Baru Malaysia 1979. Peta tersebut memang menjadi sumber berbagai sengketa perbatasan antara Malaysia dengan negara tetangganya, termasuk Indonesia.
Dalam peta tersebut, Malaysia menetapkan batas wilayah maritim yang bertabrakan dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, khususnya di wilayah yang dikenal Indonesia sebagai Blok Ambalat. Peta ini tak diakui oleh Indonesia karena dianggap melanggar prinsip-prinsip delimitasi wilayah maritim yang diatur dalam UNCLOS 1982.
Sebagai hasilnya, kedua negara hingga kini belum memiliki kesepakatan definitif terkait batas wilayah di kawasan tersebut. Meski tidak terjadi konflik bersenjata, ketegangan diplomatik kerap muncul, terutama ketika ada aktivitas eksplorasi migas di area sengketa.
Pemerintah Indonesia sendiri telah beberapa kali menyampaikan keberatan atas tindakan Malaysia melalui nota diplomatik dan berbagai forum bilateral. Namun, langkah Malaysia yang kini tidak lagi menyebut “Blok Ambalat” dan menggantinya dengan “Laut Sulawesi” memunculkan kekhawatiran baru.
Penyebutan baru ini dianggap sebagai taktik diplomatik untuk menyamarkan fakta adanya tumpang tindih klaim. Hal tersebut dapat melemahkan posisi Indonesia jika tidak segera ditangani secara strategis dan menyeluruh.
Di sisi lain, tindakan Malaysia juga bisa menjadi preseden buruk dalam praktik hubungan internasional jika dibiarkan. Negara lain bisa mengikuti pola serupa dalam mengklaim wilayah dengan mengubah nomenklatur.
Karena itu, para pengamat mendorong agar Indonesia segera merespons secara resmi dan memperkuat pengawasan terhadap wilayah Ambalat. Selain itu, penting pula untuk memperkuat kehadiran dan aktivitas di wilayah tersebut demi menegaskan kedaulatan.
Kawasan Ambalat dikenal kaya akan cadangan minyak dan gas bumi. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor utama dalam perebutan wilayah ini oleh kedua negara. Setiap upaya pengaburan status wilayah, jika dibiarkan, dapat mengancam kepentingan ekonomi Indonesia.
Amelia juga menegaskan bahwa DPR akan terus mengawal isu ini melalui pengawasan terhadap kebijakan luar negeri dan pertahanan negara. Ia berharap pemerintah dapat menanggapi langkah Malaysia dengan langkah diplomatik yang setara.
perubahan penyebutan dari Blok Ambalat ke Laut Sulawesi bukan sekadar isu semantik. Hal ini menyangkut kedaulatan wilayah dan kepentingan strategis nasional yang harus dijaga dengan ketegasan serta konsistensi.
Dalam menyikapi dinamika ini, penting bagi Indonesia untuk tidak sekadar reaktif, tetapi juga proaktif dalam membangun posisi diplomatik yang solid. Pemerintah harus segera menegaskan keberatan terhadap istilah Laut Sulawesi yang digunakan Malaysia secara sepihak. Perlu juga dilakukan konsolidasi internal untuk menyamakan persepsi di tingkat nasional mengenai nomenklatur yang sah.
Langkah-langkah diplomatik perlu diimbangi dengan pendekatan hukum internasional agar posisi Indonesia tetap kuat di mata dunia. Tidak cukup hanya dengan menyampaikan protes, tetapi harus disertai pembuktian legal dan historis atas wilayah yang diklaim.
Masyarakat juga perlu diberikan pemahaman mengenai pentingnya nomenklatur resmi dalam mempertahankan kedaulatan. Sosialisasi ini berguna untuk membentuk opini publik yang mendukung langkah-langkah pemerintah dalam menghadapi isu perbatasan.
Kedepannya, Indonesia perlu mengembangkan pendekatan komprehensif yang mencakup diplomasi, pertahanan, hukum, dan komunikasi publik. Hanya dengan cara ini, status wilayah seperti Ambalat dapat dilindungi dari upaya pengaburan oleh negara lain.(*)