Jakarta, EKOIN.CO – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyerukan agar Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) memainkan peran strategis dalam membangun peradaban Islam di era digital.
Pernyataan itu disampaikan saat membuka Seminar Internasional bertajuk Transformasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta sebagai Pusat Kajian dan Peradaban Islam Nusantara di Universitas PTIQ Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Dalam sambutannya, Menag menekankan pentingnya pembahasan tema seminar agar tidak berhenti pada tataran wacana. “Saya berharap tema ini bisa diturunkan menjadi langkah-langkah implementatif di masing-masing kampus,” ujarnya.
Ia menyebut, penguasaan teknologi menjadi indikator kemajuan di era kini. Menurutnya, PTKIS tidak boleh tertinggal dan harus mampu menyesuaikan diri secara aktif dengan perkembangan zaman.
Nasaruddin juga menyampaikan, perguruan tinggi yang responsif terhadap perkembangan digital memiliki potensi menjadi pelopor peradaban Islam yang baru dan lebih kontekstual.
Sejarah dan Tantangan Peradaban Islam
Menag Nasaruddin mengajak peserta seminar untuk merenungkan kembali sejarah kejayaan Islam. Ia menjelaskan bahwa Islam pernah mengalami masa keemasan pada abad ke-6 hingga ke-12 M.
Periode tersebut ditandai dengan lahirnya sintesis besar antara ilmu pengetahuan dan agama. Para ilmuwan Muslim seperti Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd turut memajukan peradaban dunia.
“Wahyu pertama yang turun adalah Iqra’, bacalah. Ini menjadi simbol lahirnya peradaban baru, di mana sains dan agama bersatu,” jelas Menag.
Ia menambahkan bahwa keterbukaan terhadap ilmu pengetahuan membawa Islam ke puncak kejayaan. Namun, momentum itu perlahan meredup sejak invasi Mongol yang mengguncang pusat-pusat intelektual dunia Islam.
Setelah penaklukan Baghdad pada abad ke-13, pusat peradaban Islam bergeser ke Turki Usmani, namun lebih fokus pada militer dan politik ketimbang ilmu pengetahuan.
Kebangkitan Baru di Era Digital
Menag menyampaikan keprihatinannya terhadap stagnasi keilmuan dalam dunia Islam modern. Ia menilai warisan pasca-Mongol masih membekas hingga kini.
Menurutnya, umat Islam perlu kembali meneladani semangat Nabi Muhammad SAW dalam menggabungkan spiritualitas dan rasionalitas.
“Tantangan kita sekarang adalah bagaimana mengaktualisasikan kembali semangat itu dalam konteks dunia modern,” tegasnya.
Ia pun mengajak PTKIS untuk menjadi motor kebangkitan baru, bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi sebagai pusat sintesis ilmu dan iman.
“Dari golden age ke era digital, kita harus siap membangun kembali sintesis besar antara sains dan agama. Inilah esensi Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” pungkasnya.
Kolaborasi Internasional dalam Seminar
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (APTIKIS) Indonesia, Maslim Halimin, menyampaikan bahwa seminar ini menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri.
Nama-nama seperti Menko PMK RI Pratikno, Rektor Universitas Kebangsaan Malaysia Ekhwan Toriman, serta Rektor Universitas Islam Fatoni Thailand Ismail Lutfi Japakiya turut serta.
Selain itu, tokoh nasional Said Aqil Siroj yang kini menjabat Rektor UNU Cirebon juga dijadwalkan menjadi pembicara utama dalam forum tersebut.
Maslim menjelaskan bahwa diskusi akan difokuskan pada strategi penguatan peran PTKIS di ranah global, serta pendekatan lintas negara dalam menghadirkan peradaban Islam yang progresif.
APTIKIS berharap kegiatan ini dapat menjadi momentum penting dalam menyatukan visi dan langkah nyata PTKIS ke depan.
Seminar Internasional di Universitas PTIQ Jakarta menjadi forum penting bagi PTKIS dalam merefleksikan peran strategisnya. Menteri Agama menekankan pentingnya transformasi kampus Islam swasta agar mampu bersaing dan relevan di era digital.
Sejarah kejayaan Islam yang ditopang oleh integrasi ilmu dan iman menjadi pelajaran utama yang diangkat dalam forum tersebut. Perlu adanya kesadaran kolektif untuk membangkitkan kembali semangat intelektual Islam yang terbuka, rasional, dan spiritual.
Dengan melibatkan tokoh-tokoh nasional dan internasional, seminar ini menjadi awal baru bagi PTKIS untuk memperluas jangkauan pengaruhnya dan memperkuat kontribusi dalam membangun peradaban Islam yang inklusif dan maju.(*)