JAKARTA EKOIN.CO – Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pemblokiran rekening tidak aktif selama tiga bulan menjadi sorotan publik. Kebijakan ini menuai pro dan kontra, khususnya setelah pengacara Hotman Paris Hutapea melontarkan kritik keras yang menyebut aturan tersebut melanggar hak asasi manusia (HAM).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pernyataan Hotman Paris langsung menyebar luas di media sosial dan memicu perdebatan publik. Dalam unggahan videonya, Hotman menyatakan bahwa negara tidak berhak mengambil alih hak warga tanpa dasar hukum yang jelas. Ia menganggap pemblokiran rekening pasif secara sepihak adalah bentuk pelanggaran hukum yang serius.
Menurut PPATK, kebijakan ini dibuat guna menghindari penyalahgunaan rekening tidur yang berisiko dimanfaatkan untuk pencucian uang dan tindak kejahatan keuangan lainnya. Meski demikian, banyak nasabah merasa kebijakan ini terlalu menyamaratakan dan merugikan mereka yang menyimpan dana untuk kebutuhan mendesak di masa depan.
PPATK Klarifikasi Soal Pemblokiran Rekening
Pihak PPATK membantah tudingan pelanggaran HAM dan menegaskan bahwa kebijakan tersebut telah melalui kajian menyeluruh. Dalam keterangannya, PPATK menyebut bahwa nasabah dapat menghindari pemblokiran dengan melakukan minimal satu transaksi dalam kurun waktu tiga bulan. Namun, sosialisasi mengenai aturan ini dinilai masih minim, membuat sebagian besar nasabah merasa tidak mendapat informasi memadai.
Sejumlah keluhan datang dari masyarakat, termasuk seorang ibu rumah tangga di Jakarta yang mengaku rekening tabungan pendidikan anaknya diblokir tanpa pemberitahuan. Ia merasa dirugikan karena harus datang ke bank dan menjalani proses administrasi yang menyulitkan. Pengalaman serupa dialami oleh banyak nasabah lainnya.
Hotman Paris menegaskan bahwa perlindungan konsumen harus diutamakan. Ia mengusulkan agar pemerintah menggunakan mekanisme verifikasi berkala atau pemberitahuan awal sebelum mengambil langkah drastis berupa pemblokiran. “Jangan sampai negara hadir sebagai penghambat, bukan pelindung,” ujarnya tegas.
Kritik Meningkat, PPATK Tinjau Ulang Kebijakan
Netizen terbagi dalam menyikapi kebijakan ini. Sebagian mendukung langkah PPATK demi menjaga keamanan finansial, sementara lainnya sependapat dengan Hotman Paris bahwa hak nasabah harus dihormati. Banyak warga merasa tidak siap karena belum mengetahui adanya aturan baru ini, dan menyayangkan sosialisasi yang dinilai minim dari pihak terkait, termasuk Bank Indonesia (BI).
Pengamat keuangan menyarankan agar pihak berwenang memberikan peringatan terlebih dahulu melalui SMS atau email sebelum mengambil tindakan pemblokiran. Opsi masa tenggang selama enam bulan bagi rekening nonaktif juga diusulkan sebagai pendekatan yang lebih bijak.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan aktivis HAM turut menyuarakan penolakan atas kebijakan tersebut. Mereka mendesak BI dan PPATK untuk mempertimbangkan ulang implementasi aturan tersebut agar tidak bertentangan dengan prinsip keadilan dan hak konsumen.
Menanggapi gelombang kritik, PPATK menyatakan kebijakan tersebut sedang ditinjau ulang dan pihaknya terbuka untuk berdialog dengan berbagai pihak, termasuk Hotman Paris. Langkah ini diambil untuk mencari solusi terbaik yang tidak merugikan masyarakat maupun mengganggu sistem keuangan nasional.
Dalam keterangannya, PPATK mengakui pentingnya keseimbangan antara keamanan finansial dan perlindungan hak nasabah. Mereka berharap masukan dari berbagai pihak dapat memperbaiki pelaksanaan kebijakan ini agar lebih adil dan transparan.
Hotman Paris menekankan bahwa pemblokiran tanpa prosedur pemberitahuan terlebih dahulu berpotensi menimbulkan keresahan publik. Ia meminta pemerintah mengedepankan pendekatan yang lebih manusiawi dan mempertimbangkan dampak sosial dari kebijakan tersebut.
PPATK menyarankan nasabah untuk rutin memeriksa rekening mereka dan melakukan minimal satu transaksi dalam tiga bulan agar tidak terkena kebijakan pemblokiran. Namun, banyak warga berharap kebijakan ini ditunda hingga ada sosialisasi yang lebih luas.
Nasabah berharap ke depannya ada komunikasi yang lebih baik antara otoritas keuangan dan masyarakat. Mereka juga meminta adanya perlindungan hukum yang jelas untuk menghindari kejadian serupa di masa depan.
Kasus ini menjadi perhatian nasional karena menyangkut hak masyarakat dalam mengakses dana pribadi mereka. Solusi jangka panjang dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perbankan.
Kebijakan pemblokiran rekening pasif ini menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah dalam merancang aturan yang tidak hanya melindungi sistem keuangan, tetapi juga tidak merugikan masyarakat secara luas.
Dalam waktu dekat, dialog antara pemerintah dan perwakilan masyarakat, termasuk aktivis serta tokoh hukum, diharapkan dapat menghasilkan kebijakan baru yang lebih seimbang. Nasabah menanti kejelasan agar mereka tidak kembali mengalami kesulitan mengakses dana pribadi.
dari polemik ini menunjukkan bahwa kebijakan keuangan harus memperhatikan kepentingan semua pihak. Pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
dari berbagai pihak agar kebijakan ditinjau ulang menjadi dorongan penting bagi pemerintah untuk memperbaiki implementasi aturan tersebut. Perlindungan terhadap hak nasabah harus menjadi fokus utama dalam kebijakan publik.
Keterbukaan PPATK untuk berdialog merupakan langkah positif yang perlu ditindaklanjuti. Ke depan, diharapkan ada regulasi yang lebih bijaksana dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat.
Langkah antisipatif seperti pemberitahuan dini dan masa tenggang sebelum pemblokiran dapat menjadi solusi jangka menengah yang adil. Pendekatan ini lebih selaras dengan prinsip pelayanan publik yang humanis.
Nasabah dan publik menanti hasil revisi kebijakan tersebut agar tidak terulang kejadian serupa yang berdampak pada kepercayaan terhadap sistem perbankan nasional. (*)