Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menaruh perhatian serius terhadap peningkatan angka kemiskinan dan ketimpangan yang tercatat dalam laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025.
Data menunjukkan tingkat kemiskinan Jakarta mencapai 4,28 persen, naik dari 4,14 persen pada September 2024. Kenaikan ini merupakan yang pertama sejak masa pandemi COVID-19 berakhir.
Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Suharini Eliawati, menyebut bahwa pemulihan ekonomi Jakarta belum inklusif. “Beban ekonomi makin berat dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Suharini, Senin (28/7) di Balai Kota Jakarta.
Menurutnya, lonjakan pekerja sektor informal serta tekanan inflasi turut memperlebar jurang ketimpangan sosial. Kondisi ini menjadi tantangan serius bagi arah kebijakan ekonomi Jakarta ke depan.
Menanggapi hal tersebut, Suharini menyampaikan bahwa Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan tujuh langkah cepat untuk menanggulangi kemiskinan baru dan menekan ketimpangan.
Tujuh Strategi Cepat Tangani Ketimpangan
Langkah pertama adalah memperkuat bantuan sosial yang menyasar masyarakat hampir miskin dan mereka yang baru jatuh miskin. Program ini akan diperluas cakupannya hingga lapisan paling rentan.
Kedua, Pemprov akan mengendalikan inflasi pangan dan energi. Caranya melalui intervensi harga pasar, subsidi distribusi, dan penguatan cadangan pangan strategis.
Ketiga, Jakarta akan mendorong penciptaan kerja formal. Program padat karya, pelatihan digital, dukungan UMKM, dan kemitraan dengan swasta menjadi bagian dari skema ini.
Langkah keempat, peningkatan akses terhadap hunian layak dan layanan dasar seperti transportasi, pendidikan, dan listrik akan terus dilakukan. Pemprov berkomitmen memberikan subsidi kepada warga yang membutuhkan.
Kelima, insentif akan diberikan kepada pelaku usaha yang mempekerjakan kelompok rentan. Sementara layanan publik akan ditingkatkan di wilayah-wilayah padat penduduk.
Data Ketimpangan Tertinggi di Indonesia
Langkah keenam, Pemprov tengah menyusun fondasi kebijakan berbasis kebutuhan konkret masyarakat. Infrastruktur dasar, ekonomi hijau, serta akses pendidikan dan kesehatan akan diprioritaskan.
Langkah ketujuh yaitu pembentukan Jakarta Fund, wadah investasi sosial untuk menopang kegiatan ekonomi inklusif dan berkelanjutan di wilayah ibu kota.
Laporan BPS juga menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran 40 persen masyarakat terbawah hanya sebesar 16,12 persen. Angka ini mengindikasikan ketimpangan ekstrem menurut klasifikasi Bank Dunia.
Gini Ratio DKI Jakarta pun meningkat menjadi 0,441 pada Maret 2025, dari sebelumnya 0,431 di September 2024. Ini merupakan rasio tertinggi secara nasional.
“Fokus kami bukan hanya menurunkan angka kemiskinan, tetapi juga mempersempit kesenjangan. Kami ingin memastikan pertumbuhan ekonomi Jakarta lebih merata dan adil,” kata Suharini.
Komitmen Lintas Sektor Menuju Perlindungan Sosial
Suharini menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta terus memperkuat sinergi lintas sektor untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan ketimpangan.
“Kami bekerja sama dengan pemerintah pusat, lembaga filantropi, dan pelaku usaha untuk menciptakan perlindungan sosial yang adaptif dan penciptaan kerja yang berkelanjutan,” tambahnya.
Upaya ini diharapkan mampu membangun ekosistem kebijakan yang menjangkau masyarakat paling rentan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang tidak eksklusif.
Langkah nyata Pemprov Jakarta menjadi bentuk keseriusan dalam membangun fondasi sosial-ekonomi yang tangguh dan berkeadilan bagi seluruh warga kota.(*)