Teheran EKOIN.CO – Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyatakan bahwa negaranya siap menghadapi kemungkinan pecahnya perang kembali dengan Israel. Dalam wawancara eksklusif dengan Al Jazeera, Pezeshkian menegaskan kesiapan penuh militer Iran untuk melakukan serangan mendalam ke wilayah Israel jika terjadi agresi militer lanjutan. Ia juga menekankan bahwa program nuklir Iran akan terus berjalan meskipun mendapat tekanan dari Amerika Serikat dan sekutunya.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pezeshkian menyampaikan bahwa negaranya tidak akan ragu melakukan serangan balasan jika Israel kembali melakukan provokasi militer. “Kami sepenuhnya siap untuk setiap langkah militer baru dari Israel, dan angkatan bersenjata kami siap menyerang jauh ke dalam wilayah Israel kembali,” kata Pezeshkian, dikutip Kamis (24/7/2025).
Pernyataan itu muncul beberapa pekan setelah Amerika Serikat melancarkan serangan ke fasilitas nuklir Iran, sebagai bentuk dukungan terhadap Israel. Meski demikian, menurut laporan media Iran, kerusakan akibat serangan tersebut dinilai tidak signifikan dan gagal melumpuhkan infrastruktur nuklir utama.
Presiden Pezeshkian menegaskan bahwa Israel tidak berhasil mencapai target utama dari serangan tersebut. Ia menyebutkan bahwa serangan yang menewaskan sejumlah tokoh militer dan ilmuwan Iran tidak berhasil menggoyahkan struktur kepemimpinan negara.
“Israel berusaha menghilangkan hierarki kepemimpinan kami, tetapi mereka benar-benar gagal melakukannya,” tegas Pezeshkian.
Gencatan senjata tidak menjamin perdamaian
Terkait situasi gencatan senjata yang masih berlangsung, Pezeshkian mengaku tidak terlalu optimistis. Ia menilai bahwa potensi pecahnya kembali konflik masih sangat tinggi, mengingat ketegangan yang belum mereda sepenuhnya di kawasan.
“Kami tidak terlalu optimistis tentang itu,” ujarnya. “Itulah sebabnya kami telah mempersiapkan diri untuk setiap kemungkinan skenario dan potensi serangan balasan. Israel telah menyakiti kami, dan kami juga telah menyakitinya.”
Pezeshkian mengklaim bahwa pihaknya telah memberikan serangan balasan keras ke dalam wilayah Israel, meskipun pemerintah Israel disebut menyembunyikan kerugian yang dialami. Selama konflik berlangsung selama 12 hari, dilaporkan lebih dari 900 orang di Iran tewas, sebagian besar warga sipil. Sementara itu, di Israel tercatat sedikitnya 28 orang tewas sebelum gencatan senjata dimulai pada 24 Juni.
Program nuklir tetap berjalan di tengah tekanan
Dalam wawancara tersebut, Presiden Iran juga membahas keberlanjutan program nuklir negaranya. Ia menegaskan bahwa Iran akan tetap melanjutkan pengayaan uranium dalam kerangka hukum internasional, meskipun ditekan oleh negara-negara Barat.
“Trump mengatakan bahwa Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir dan kami setuju, karena kami menolak senjata nuklir. Itu adalah posisi politik, religius, kemanusiaan, dan strategis kami,” jelas Pezeshkian.
Ia juga menyatakan bahwa Iran tetap membuka peluang diplomasi dengan syarat adanya kesetaraan dan tanpa paksaan. “Kami percaya pada diplomasi, jadi setiap negosiasi di masa depan harus berdasarkan logika saling menguntungkan. Kami tidak akan menerima ancaman dan paksaan,” imbuhnya.
Presiden Iran itu juga membantah klaim mantan Presiden AS Donald Trump yang menyebut bahwa program nuklir Iran telah berhenti. “Itu hanya ilusi,” katanya. “Kemampuan nuklir kami berada di dalam benak para ilmuwan kami, bukan hanya di fasilitas.”
Pernyataan Pezeshkian sejalan dengan sikap Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, yang juga menegaskan bahwa pengayaan uranium akan tetap berlangsung. Dalam wawancara dengan Fox News, Araghchi menyebut bahwa Iran bersedia bernegosiasi jika sanksi ekonomi dicabut dan program nuklir Iran diakui sebagai damai.
Percobaan pembunuhan terhadap Presiden Iran
Dalam wawancara yang sama, Pezeshkian mengonfirmasi bahwa dirinya menjadi sasaran percobaan pembunuhan saat menghadiri rapat Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran pada 15 Juni lalu. Serangan itu hanya menyebabkan luka ringan dan tidak mengganggu jalannya pemerintahan.
Menurutnya, percobaan pembunuhan tersebut merupakan bagian dari strategi Israel untuk menciptakan ketidakstabilan di dalam Iran setelah pembunuhan sejumlah tokoh militer penting negara tersebut.
“Mereka ingin menjerumuskan negara ini ke dalam kekacauan agar bisa menggulingkannya sepenuhnya,” ujar Pezeshkian. Namun ia menekankan bahwa rencana itu gagal dan Iran tetap solid.
Ia juga menanggapi serangan rudal Iran ke pangkalan militer Al Udeid di Qatar, yang sebelumnya sempat menimbulkan kekhawatiran. Pezeshkian menyebut bahwa target serangan tersebut adalah Amerika Serikat, bukan Qatar.
“Kami bahkan tidak pernah membayangkan adanya permusuhan atau persaingan antara kami dan negara Qatar,” kata Pezeshkian. Ia mengaku telah berbicara langsung dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani pada hari yang sama.
Pezeshkian mengatakan bahwa ia telah menjelaskan posisi Iran secara langsung kepada Emir Qatar. “Saya katakan dengan jelas dan jujur bahwa kami tidak menyerang negara Qatar, tetapi menyerang sebuah pangkalan Amerika yang membombardir negara kami, sementara semua niat kami terhadap Qatar dan rakyatnya adalah positif,” pungkasnya.
Presiden Iran juga menambahkan bahwa negaranya akan terus mempertahankan kedaulatan dan hak untuk membela diri, serta memastikan tidak ada intervensi asing yang dapat mengancam stabilitas nasional.
Iran saat ini tengah menghadapi tekanan diplomatik dan ekonomi dari negara-negara Barat, menyusul meningkatnya eskalasi dengan Israel dan kelanjutan program nuklir. Meski demikian, pemerintah Iran menegaskan tidak akan tunduk pada tekanan tersebut.
Pezeshkian dalam berbagai kesempatan juga menyerukan agar masyarakat internasional melihat situasi secara adil dan mendorong penyelesaian konflik melalui diplomasi dan penghormatan terhadap kedaulatan.
Iran terus memperkuat pertahanannya di tengah kemungkinan pecahnya konflik baru di kawasan. Pemerintah menyatakan bahwa semua elemen kekuatan nasional telah disiapkan untuk menghadapi segala kemungkinan.
Pihak militer Iran juga mengonfirmasi bahwa berbagai simulasi dan latihan telah dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi serangan balik dari Israel atau sekutunya.
Pemerintah Iran juga memperingatkan bahwa setiap serangan terhadap fasilitas nuklir atau pemimpinnya akan dibalas secara proporsional dan tidak akan dibiarkan tanpa respons.
Dalam kesimpulan, pernyataan Presiden Pezeshkian mencerminkan sikap Iran yang tidak goyah dalam menghadapi tekanan militer dan diplomatik dari Israel dan sekutunya. Penegasan bahwa Iran siap melakukan serangan ke jantung wilayah Israel menandai peningkatan ketegangan dan ancaman konflik lebih luas.
Sikap tegas terhadap kelanjutan program nuklir Iran menunjukkan bahwa negara tersebut tetap pada pendiriannya untuk mengembangkan energi nuklir dalam kerangka hukum internasional. Penolakan terhadap senjata nuklir ditegaskan sebagai prinsip ideologis dan strategis.
Iran juga tetap membuka pintu diplomasi, namun hanya jika didasari kesetaraan dan tanpa tekanan atau ancaman. Kesediaan untuk berdialog muncul bersamaan dengan penolakan atas paksaan politik dari pihak manapun.
Situasi keamanan yang tidak menentu di kawasan mendorong Iran untuk tetap memperkuat pertahanan dan menjaga kedaulatan dari segala ancaman eksternal. Keamanan nasional menjadi prioritas utama pemerintah saat ini.
Dalam konteks ini, saran kepada komunitas internasional adalah untuk mendorong perdamaian melalui jalur diplomasi dan menjauhi intervensi militer yang justru dapat memperkeruh konflik. Iran berharap adanya solusi jangka panjang yang adil dan damai melalui perundingan multilateral. (*)