Jakarta, EKOIN.CO – Kepala Pusat Riset Teknologi Analisis Berkas Nuklir (PRTABN) BRIN, Abu Khalid Rivai, menerima kunjungan delegasi dari Singapore Synchrotron Light Source (SSLS) National University of Singapore (NUS). Pertemuan berlangsung di Kawasan Sains dan Teknologi BJ. Habibie, Serpong, Jumat (18/7).
Kunjungan ini bertujuan menjajaki potensi kerja sama riset pengembangan teknologi beamline berbasis sinkrotron. Delegasi SSLS NUS disambut untuk meninjau fasilitas riset neutron milik BRIN yang berlokasi di kawasan Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy.
Fasilitas tersebut mencakup tiga perangkat spektrometer neutron, tiga perangkat difraktometer neutron, satu unit radiografi neutron, serta fasilitas Analisis Aktivasi Neutron di laboratorium XHR dan NGH. Para tamu juga melihat langsung kemampuan riset yang telah dimiliki Indonesia.
Usai kunjungan lapangan, dilanjutkan diskusi teknis dengan para periset PRTABN BRIN mengenai strategi dan peluang kolaborasi jangka panjang. Salah satu fokus pembahasan ialah teknologi beamline berbasis sinkrotron yang memiliki prospek besar dalam riset akselerator.
Kegiatan ini juga diisi dengan seminar terbuka secara daring untuk memperluas partisipasi dan pertukaran pengetahuan antara kedua lembaga.
Langkah Strategis Kuasai Teknologi Sinkrotron
Abu Khalid Rivai menyampaikan bahwa meskipun Indonesia belum memiliki fasilitas sinkrotron, BRIN terus mempersiapkan penguasaan teknologinya untuk kepentingan strategis ke depan. Komunikasi dengan SSLS NUS menjadi bagian penting dari langkah itu.
“Kami ingin mempelajari dan menguasai teknologi beamline berbasis sinkrotron, oleh karena itu kami membangun komunikasi yang intens dengan SSLS NUS sebagai negara tetangga Indonesia,” ujar Abu.
Ia menambahkan bahwa kerja sama ini juga bertujuan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan memperkuat kapabilitas riset teknologi akselerator di Indonesia. PRTABN BRIN melihat ini sebagai langkah mempercepat integrasi Indonesia ke ekosistem riset internasional.
“Kami berharap bisa membangun kerja sama dan kolaborasi, penguatan capacity building periset di PRTABN BRIN terkait dengan teknologi beamline berbasis sinkrotron,” lanjutnya.
Dukungan ini dinilai penting dalam rangka memanfaatkan keunggulan riset sinkrotron SSLS NUS yang telah mapan, serta memperkaya metode riset nasional menggunakan teknologi neutron.
Peluang Kolaborasi dan Fellowship Peneliti
Periset SSLS NUS, M. Avicenna Naradipa, menyambut baik potensi kerja sama dan menilai BRIN memiliki kekuatan di pengukuran skala besar. Hal ini dapat mengisi celah pada teknologi sinkrotron yang unggul dalam karakterisasi skala kecil.
“Kami berharap dapat melakukan proyek riset bersama BRIN, kita bisa membuatkan skala yang nanometer, karakterisasi di skala kecil dan juga skala besar melalui neutron beam technology,” kata Avicenna.
Ia juga menginformasikan adanya program Fellowship dari SSLS NUS untuk peneliti Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Program ini membuka peluang kolaborasi riset jangka pendek dan pembuatan publikasi serta paten.
“SSLS NUS membuka peluang bagi peneliti yang ingin memperoleh fellowship untuk melakukan riset di Singapura, yaitu membuat paper dan juga paten,” tambahnya.
Avicenna juga menyinggung kesiapan SSLS NUS bekerja sama dalam pengembangan teknologi nuklir untuk industri pangan nasional Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan proyek yang sedang berjalan bersama Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN.
“Keberhasilan kolaborasi akan sangat ditentukan oleh komunikasi yang aktif, dan penentuan topik riset bersama yang menjadi prioritas masing-masing negara,” tutup Avicenna.
Kunjungan SSLS NUS ke BRIN menjadi tonggak penting dalam diplomasi ilmiah di bidang teknologi akselerator. Penjajakan kerja sama ini tidak hanya mempererat hubungan antarnegara, tetapi juga membuka peluang penguatan riset nasional.
BRIN bertekad menjadikan teknologi beamline sinkrotron sebagai bagian dari peta jalan pengembangan riset jangka menengah. Upaya itu didukung melalui penguatan kapasitas SDM dan akses terhadap jaringan riset internasional.
Kolaborasi aktif, pertukaran peneliti, serta penentuan topik riset bersama menjadi kunci sukses kerja sama ini. Indonesia diharapkan dapat segera memperkuat posisi dalam komunitas riset sinkrotron global.(*)