Garut EKOIN.CO – Pesta pernikahan anak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang berlangsung di Lapangan Oto Iskandar Dinata, Garut, Jumat, 18 Juli 2025, berakhir duka. Tiga orang meninggal dunia, termasuk seorang anggota kepolisian, dalam insiden desak-desakan di tengah ribuan warga yang hadir dalam acara tersebut.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pernikahan antara Maula Akbar Mulyadi, putra Gubernur Dedi Mulyadi, dengan Luthfianisa Putri Karlina, Wakil Bupati Garut, disambut antusias masyarakat. Sayangnya, kerumunan besar dan minimnya kontrol massa menyebabkan tragedi.
Pihak kepolisian mengonfirmasi bahwa salah satu korban adalah Bripka Cecep Saeful Bahri, anggota Bhabinkamtibmas dari Polsek wilayah Polres Garut. Ia gugur saat bertugas membantu warga yang pingsan akibat berdesakan.
“Anggota kami yang gugur adalah Bripka Cecep Saeful Bahri, Bhabinkamtibmas dari Polsek di wilayah Polres Garut,” jelas Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Rochmawan, saat dihubungi pada Jumat malam.
Tragedi dalam pesta rakyat pernikahan pejabat
Menurut keterangan Hendra, Bripka Cecep awalnya mengevakuasi beberapa warga yang pingsan. Usai membantu, ia sempat duduk untuk beristirahat. Namun tak lama kemudian, ia mendadak pingsan dan tidak sadarkan diri.
Cecep sempat dilarikan ke RS Guntur Talun, tetapi nyawanya tidak tertolong. Kepergiannya menjadi pukulan berat bagi institusi kepolisian, terutama Polsek tempatnya bertugas.
Selain Bripka Cecep, dua korban lainnya adalah warga sipil. Mereka adalah Vania Aprilia, seorang anak berusia delapan tahun asal Sukamentri, Kecamatan Garut Kota, dan Dewi Jubaedah, perempuan berusia 61 tahun asal Jakarta Utara.
Keduanya sempat mendapatkan perawatan di RSUD dr. Slamet Garut. Namun, upaya medis tidak berhasil menyelamatkan nyawa mereka. Situasi yang padat dan kekurangan akses evakuasi cepat ditengarai menjadi faktor penyebab fatalitas.
Kericuhan terjadi ketika warga memadati pintu masuk menuju area panggung utama tempat pengantin dan keluarga pejabat daerah menerima ucapan selamat. Dorongan massa membuat beberapa orang kehilangan kesadaran.
Evaluasi keamanan dan peran penyelenggara acara
Kepolisian kini berkoordinasi dengan pihak panitia dan penyelenggara acara guna mengkaji ulang sistem keamanan yang diterapkan dalam kegiatan skala besar ini.
“Kami akan evaluasi lebih lanjut bagaimana perencanaan dan proses pengamanan oleh EO,” kata Kombes Hendra. Ia menambahkan bahwa pelibatan pihak keamanan semestinya seimbang dengan potensi jumlah pengunjung.
Pesta ini awalnya digagas sebagai wujud syukur dan ajang silaturahmi antara pasangan pengantin dengan masyarakat. Namun, luapan massa yang tidak terkendali menyebabkan kesemrawutan di lokasi.
Sejumlah saksi mata menyebutkan bahwa tidak ada pembatasan jumlah pengunjung atau penataan antrian yang jelas. Kondisi ini diperparah oleh cuaca panas yang menyulitkan warga, terutama lansia dan anak-anak.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun Pemkab Garut belum memberikan keterangan resmi terkait insiden tersebut hingga Jumat malam. Masyarakat menyampaikan belasungkawa atas kejadian memilukan ini.
Pihak rumah sakit menyebutkan bahwa korban mengalami sesak napas parah sebelum dinyatakan meninggal dunia. Faktor kepadatan dan suhu tinggi kemungkinan besar memperburuk kondisi korban.
Petugas medis yang berjaga di lokasi menyatakan kewalahan karena jumlah yang pingsan cukup banyak. Bantuan tambahan dari ambulans terdekat baru datang setelah kondisi memburuk.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak agar peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak yang akan menyelenggarakan acara besar di tempat umum.
Hingga Sabtu dini hari, suasana di Lapangan Oto Iskandar Dinata sudah mulai kondusif. Pihak keluarga pengantin belum memberikan pernyataan resmi kepada media terkait insiden yang terjadi.
Pihak Polda Jawa Barat menyatakan akan membuka ruang komunikasi dengan keluarga korban untuk proses lanjutan dan pendampingan hukum apabila diperlukan.
Pemerintah daerah diimbau untuk lebih berhati-hati dalam menggelar acara besar dengan melibatkan massa. Koordinasi lintas sektor keamanan, kesehatan, dan logistik dianggap sangat penting untuk menghindari korban jiwa.
Insiden ini menambah daftar panjang peristiwa tragis dalam kegiatan publik di Indonesia. Evaluasi mendalam dan peningkatan standar keselamatan menjadi tuntutan mendesak.
Sebagai bentuk penghormatan, Polres Garut akan menggelar upacara pemakaman kedinasan bagi Bripka Cecep. Hal ini sekaligus menjadi refleksi atas pengabdian aparat di lapangan.
Tragedi yang terjadi dalam pesta pernikahan pejabat di Garut menunjukkan bahwa manajemen massa dalam acara besar tidak boleh diabaikan. Tiga nyawa melayang karena kurangnya kesiapan dalam menghadapi kerumunan besar. Insiden ini menggugah kesadaran publik dan pejabat akan pentingnya keamanan dan pengendalian jumlah peserta.
Kematian Bripka Cecep menjadi simbol pengorbanan aparat negara yang bertugas di lapangan demi keselamatan masyarakat. Sementara itu, meninggalnya anak kecil dan lansia mengungkap risiko tinggi yang dihadapi kelompok rentan dalam kerumunan.
Koordinasi lintas lembaga harus ditingkatkan agar tidak terjadi lagi korban jiwa dalam kegiatan serupa. Perencanaan yang matang, skema evakuasi cepat, dan batasan jumlah peserta menjadi hal yang wajib diperhatikan.
Pihak penyelenggara acara, baik itu pemerintah maupun swasta, dituntut lebih bertanggung jawab terhadap keselamatan setiap individu yang hadir. Evaluasi menyeluruh atas prosedur pengamanan perlu diterapkan ke depan.
Semoga kejadian ini menjadi titik balik dalam menyusun regulasi acara publik yang lebih aman dan manusiawi. Keselamatan harus menjadi prioritas utama, bukan hanya kemeriahan dan keramaian semata. (*)